Latest Post

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New

Nilai Buku sudah nol tetapi kenyataannya aktiva masih berfungsi”, that is a common phenomenon, jamak terjadi. Mengapa sanggup terjadi menyerupai itu? Apa yang harus dilakukan? Apakah buku sebaiknya dibiarkan saja dengan menutup mata bahwa aktiva tersebut masih memberi manfaat?, di kesempatan ini saya akan angkat study kasus yang saya alami sendiri (kenyataan/bukan ilustrasi).

Kasus menyerupai ini membawa ingatan saya ke 6 tahun yang lalu, ketika saya gres bergabung dengan sebuah private company (setelah beberapa tahun di KAP & Consultant). Sebagai chief accounting yang gres di recruit, saya menempatkan “Inventarisasi Asset” di top priority project yang harus saya accomplished di ahad pertama saya.

Ketika saya memperoleh “Asset List” dari salah satu staff accounting (yang memang sudah 2 tahun lebih dahulu bergabung di perusahaan tersebut), dengan didamping staff yang bersangkutan saya eksklusif verify list dengan physic asset-nya, mulai dari menghitung jumlah hingga menyelidiki kondisi asset untuk mengira-ngira umur ekonomisnya (wajar atau tidak), dan selesai sebelum tamat jam kerja (about 4 PM).

Ketika di perjalanan pulang kantor, rasanya ada sesuatu yang mengganjal pikiran saya perihal asset list tersebut. Tetapi saya belum sanggup figure-out what is wrong with the asset list, what is wrong with the physical counts.

Tiba-tiba saya teringat… rasanya ada kendaraan beroda empat kanvas (mobil pick-up yang belakangnya di tutup aluminum roof) yang sehari-hari digunakan untuk angkut-angkut barang. Mengapa saya tidak menemukan kendaraan beroda empat tersebut di list?

Keesokan harinya, pagi-pagi saya sudah ke daerah parkir untuk memeriksa, saya menemukan sopirnya sedang mencuci kendaraan beroda empat tersebut. Saya meminta kakak sopir untuk menghidupkan mesin kendaraan beroda empat (walaupun saya bukan jago automotive, saya pikir sedikit banyaknya saya sanggup mengira-ngira kondisi mobil), masih sangat manis dan layak jalan. Sesaat kemudian saya ke pecahan personalia dan umum untuk meminjam surat-surat orisinil kendaraan beroda empat tersebut dan saya menemukan semua surat-surat masih berlaku, bahkan gres saja habis di kir (=semacam uji kelayakan muat?), dari BPKB saya menemukan data-data berikut ini:

[-]. Harga beli kendaraan beroda empat tersebut ialah Rp 17,000,000 (brand—new dari dealer)
[-]. Ada “Bea Balik Nama” dan lain-lain Rp 1,500,000 (kalau tidak salah)
[-]. Mobil di beli tanggal 04 May 1993

Selanjutnya saya menyelidiki saldo buku besar aktiva periode sebelumnya, dan saya menemukan memang benar nilai bukunya sudah nol di tamat periode sebelumnya.

Saya mulai mengira-ngira “what is the most suspicious reason for this un-common?”, “mengapa sanggup terjadi menyerupai itu?”, “apa yang harus saya lakukan?

Setelah berkonsultasi dengan partner yang dulu mengasuh saya di KAP, partner tersebut menyampaikan langkah-langkah awal (verification session) yang sudah saya lakukan sudah benar so far, next is to find out thewhy?answer.

Nilai buku nol padahal aktiva tetap masih berfungsi, tentu itu kedaan yang tidak wajar, aneh. Berarti ada yang tidak beres dengan buku aktiva tetap (khususnya kendaraan beroda empat tersebut), mengapa terjadi menyerupai itu?, dimana letak masalahnya?.

Saya mengira-ngira (bahasa ilmiahnya “membuat hipotesa”) dan menulisnya di atas Clip board:

[-]. Salah mengakui harga perolehan?
[-]. Perkiraan umur hemat tidak semestinya?
[-]. Salah dalam perhitungan penyusutan?
[-]. Salah membebankan penyusutan, sehingga salah mengakui akumulasi penyusutan?


Untuk memperoleh tanggapan dan sanggup memastikan atas kemungkinan-kemungkinan di atas, maka dihari kerja berikutnya, saya mulai menyelidiki buku aktiva dengan lebih detail:

[1]. Saya membandingkan “Harga Perolehan” antara yang dibuku dengan yang tertera di bukti transaksi (Faktur pembelian kendaraan beroda empat & BPKB), dan hasilnya:

* Pengkuan “Harga Perolehan” sudah sesuai yaitu Rp 18,500,000

[2]. Saya menyelidiki asumsi umur hemat yang menjadi dasar perhitungan penyusutan di buku aktiva, dan hasilnya:

*Perkiraan “Umur Ekonomis (Life Time)”, sudah sesuai dan masuk akal untuk kendaraan beroda empat yaitu 8 tahun.

[3]. Salah dalam perhitungan penyusutan, di langkah ini memakan waktu yang agak lama, lantaran saya harus menyelidiki rumus perhitungan satu per satu dari awal perolehan hingga tamat (Dari 04 May 1993 hingga dengan 31 Desember 2001).

Dari “Book Asset Details (Rincian Buku Aktiva Tetap)” saya mulai menciptakan perhitungan penyusutan sendiri semoga sanggup saya bandingkan dengan perhitungan yang telah dibentuk di periode-periode yang lalu, berikut ini ialah perhitungan penyusutan yang saya buat:

Periode 04-May 31-Dec-1993 = 4/12 x [18,500,000] = Rp 770,833
Tahun 1994 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 1995 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 1996 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 1997 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 1998 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 1999 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
Tahun 2000 = 18,500,000/8 = Rp 2,312,500
---------------------------------------------------------
Accum Deprec, 31/12/2000 = Rp 16,958,333

* Nilai Buku 31 Dec 2000 = Rp 18,500,000 – Rp 16,958,333 = Rp 1,541,667

Perhitungan Tahun 2001:

Penyusutannya ialah Rp 1,541,667
Accum Deprec Rp 18,500,000
Nilai Buku 31 Dec 2001 = Harga Perolehan – Accum Deprec
Nilai Buku 31 Dec 2001 = 18,500,000 – 18,500,000 = 0 (nol)

Dibawah ialah tabel perhitungannya:

ilai Buku sudah nol tetapi kenyataannya aktiva masih berfungsi NILAI BUKU AKTIVA NOL TETAPI MASIH BERFUNGSI ?
* Selanjutnya saya bandingkan hasil perhitungan saya dengan perhitungan yang telah dibentuk oleh perusahaan, ternyata hasilnya persis sama, sudah benar.

* Jurnal yang dibentuk untuk alokasi beban penyusutan tiap periode dan pengakuan akumulasi penyusutannya pun sudah benar.

No mistakes found…..! fiuhh!

Wahhh……. Everything was correct, so what is next?

Saya memang punya kebiasaan “Insist” (ngotot) dalam mengejar sesuatu, bad habit eh?

Tentu saja saya belum menyerah….. saya terus berpikir “apakah saya perlu konsultasi dengan senior saya?”, “Consult/No?”, “Consult/No?”, “Consult/No?

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak konsultasi lagi, dengan dasar pertimbangan:

First: Beliau orang sibuk, tidak lezat mengganggu terus (apalagi gratisan trus :P)
Second: Jika begini terus, hingga kapan saya akan bergantung kepada senior.

Saya mulai meng-udak-udak dan membongkar-bongkar buku, mulai dari buku cetakan hingga ke diktat-diktat waktu kuliah dahulu. Thanks Mr. Smith & Mr. Skousen, ketika datang pada buku “Intermediate Accounting” bukunya Jay M Smith & Fred.K. Skousen (saya lupa tahun terbit-nya). Saya jatuh pada salah satu klarifikasi mengenai “Asset Utilization (Penggunaan Aktiva Tetap)”, salah satu paragraph menyebutkan (saya masih ingat persis statementnya):

The Decision whether an asset’s—related—expenditure to be capitalized or not depends on relevancy, materiality & frequent of the expenditures:

* Relevant is a must
* Materiality: when it is material, then it should be capitalized
* Frequent: when it is not a frequent expenditures, then it is most likely a not-maintenance-expense, thus to be capitalized instead
”…. dan seterusnya

Berangkat dari pedoman itu, pikiran saya mulai terbuka dan menumbuhkan satu pertanyaan:

Mungkinkah ada pengeluaran besar untuk kendaraan beroda empat tersebut yang harusnya di kapitalisasi tetapi tidak dikapitalisasi?

Kapitalisasi akan menciptakan nilai buku bertambah.

Yang jelas, waktu investigasi saya sebelumnya, saya tidak temukan adanya kapitalisasi. Kapitalisasi akan menciptakan nilai buku bertambah. So it became more-more suspiciously. Saya menyerupai menerima energy baru……:-)

Keesokan harinya saya mulai searching…..

Sasaran pertama saya ialah "Maintenance Expenses" di tahun-tahun sebelumnya (dari tahun 1993 hingga dengan 2001), tentu saja saya mulai dari tahun terdekat yaitu tahun 2001….

Sungguh beruntung, transaksi besar eksklusif saya temukan. Pada tanggal tertentu di bulan September 2001 (saya lupa tanggal persisnya) saya menemukan maintenance expense yang nilainya mencapai Rp 5,700,000, saya bandingkan dengan bukti transaksi, di nota disebutkan ada beberapa spare-part yang diganti, dan jasa turun mesin. Wahhhh…no wonder….!

Saya sudah menemukan apa penyebabnya, pertanyaan berikutnya adalah:

Setelah diketahui penyebabnya ialah lantaran adanya expenditure di tahun 2001 yang tidak dikapitalisasi, SO WHAT?

Expenditure (pengeluaran atas aktiva yang material, apalagi disertai dengan penggantian spare-part), terang akan memperpanjang umur aktiva. Sekarang coba kita berpikir “Jika saja pada tahun 2001 tidak dilakukan turun mesin, apakah kendaraan beroda empat itu masih berfungsi?”. Jawabannya “tentu tidak”, yang artinya aktiva tersebut tidak akan berfungsi hingga sekarang, lantaran memang umur ekonomisnya sudah habis.

Artinya, pengeluaran (expenditure) tersebut mestinya “DIKAPITALISASI”.

Ok, tapi kenyataan-nya tidak dikapitalisasi, so what is next?.

Dari buku yang sama, saya menerima penjelasan, bahwa (jika saya indonesiakan) "kesalahan penggolongan pengeluaran terkait dengan aktiva, yang mengakibatkan penarikan aktiva (plant asset retirement) menjadi tidak semestinya sebaiknya dilakukan koreksi pada ketika kekeliruan tersebut disadari".

Okay, dikoreksi, bagaimana melaksanakan koreksi-nya?

Koreksi dilakukan atas: Pengeluaran penggantian spare-part kendaraan beroda empat dan turun mesin pada tahun 2001 yang seharusnya dikapitalisasi (dengan mengurangi accum deprec), tetapi terlanjur dibebankan ke dalam maintenance expense, sehingga terjadi over-stated pada rekening maintenance expenses 2001.

Apakah biaya maintenance tersebut harus dibatalkan kemudian ditambahkan ke dalam harga perolehan mesin?, bukankah semua buku tahun 2001 telah ditutup?.

Benar, buku tahun 2001 telah ditutup dan mustahil menciptakan adjustment atau bikin reversal atau re-classification untuk rekening yang telah ditutup, TETAPI KITA BISA MELAKUKAN KOREKSI PADA ACCOUNT YANG BELUM DITUTUP BUKAN?.
Itulah sebabnya mengapa ada “correction journal”, yaitu untuk melaksanakan koreksi atas suatu transaksi yang telah ditutup buku-nya.

Untuk melaksanakan koreksi yang benar, kita perlu memahami proses penutupan biaya maintenance (yang Rp 5,700,000 tsb) di tamat periode 2001. Urutan prosesnya menyerupai ini:

[1]. Biaya maintenance Rp 5,700,000 masuk ke buku besar “Maintenance Expense”
[2]. Maintenance Expense ditutup ke “Laba/Rugi”
[3]. “Laba/Rugi” ditutup ke rekening “Retained Earning” di Neraca

Ujung dari siklus transaksi biaya ialah “Retained Earning”.

Therefore, yang kita koreksi ialah rekening “Retained Earning”. Overstated pada maintenance expense menimbulkan under-stated pada “Laba 2001”, dan under-stated pada “Laba” secara eksklusif akan menimbulkan “Retained Earningunder-stated juga.

Dengan mantaffff saya melaksanakan koreksi pada buku “Retined Earning” dan “Accum Deprec” dengan jurnal:

[Debit]. Accum Deprec = Rp 5,700,000
[Credit]. Retained Earning = Rp 5,700,000

Catatan: Jurnal di atas akan menambah retained earning, dan mengurangi accum deprec, penurunan accum deprec akan mengakibatkan nilai buku aktiva tetap kendaraan beroda empat menjadi bertambah Rp 5,700,000.

Langkah selanjutnya ialah meng-alokasi-kan sisa nilai buku aktiva mobil sebesar Rp 5,700,000 pasca—turun—mesin. Critical point-nya disini ialah “ Berapa sisa nilai buku tersebut dialokasikan?” jawabannya tergantung dari berapa umur hemat bertambah atas penambahan spare-part dan turun mesin tersebut?.

Saat itu, saya memperkirakan kendaraan beroda empat masih sanggup beroperasi hingga 2 tahun ke depan, therefore saya mengalokasikan biaya penyusutan untuk tahun 2001 sebagai berikut:

September – 31 Desember 2001: 4/12 x [Rp 5,700,000/2] = Rp 950,000

Karena ini untuk alokasi tahun 2001 (bukunya sudah ditutup), maka yang dikoreksi ialah rekening “Retained Eraning” sekali lagi, dengan jurnal:

[Debit]. Retained Earning = Rp 950,000
[Credit]. Accum Deprec = Rp 950,000

Catatan: Jurnal diatas mengakibatkan retained earning berkurang Rp 950,000 dan accum deprec kendaraan beroda empat bertambah Rp 950,000 juga (which decreased the asset book value as well at the same amount, Rp 950,000).

Setelah semua proses koreksi tersebut, saya memperoleh nilai buku atas mobil sebesar Rp 5,700,000 – Rp 950,000 = Rp 4,750,000

Catatan: Sebelum koreksi saya lakukan, saya melaporkan kasus tersebut kepada CFO perusahaan di luar negeri sana (karena memang perusahaan asing). Dan, semua langkah koreksi yang akan saya lakukan menerima 101% support dari dia.

Hasil jerih payah tersebut sungguh setimpal dengan hasil yang saya peroleh, baik yang bersifat non-monetary maupun monetary. Dan pengalaman itu menciptakan saya semakain menyayangi dunia accounting hingga ketika ini.


Ada AKTIVA TETAP BERNILAI BUKU NOL TETAPI MASIH BERFUNGSI?, jikalau anda pikir okay, you may like to follow my way.


Merger dan Akuisisi

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets danliabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya mendapatkan sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru. Definisi merger yang lain yaitu sebagai perembesan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi.

Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.

(Pengertian mendasar dari merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan) dapat kita lihat pada pengaturan UU No. 40 Tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas (“UUPT”):“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang menjadikan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih alasannya ialah hukum kepada Perseroan yang mendapatkan penggabungan dan selanjutnya status tubuh hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir alasannya ialah hukum.” (lihat Pasal 1 ayat [9] UUPT) Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh tubuh hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang menjadikan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.” (Pasal 1 ayat [11] UUPT).)

Apa itu PPh Pasal 23 ? Siapa pemotong dan akseptor penghasilan yang dipotong?, Apa saja obyek pajaknya? Bagaimana pola perhitungannya? Bagaimana prosedur pemotongannya? Bagaimana pencatatannya (perlakuan akuntansinya)? Dan yang tak kalah pentingnya; bagaimana kekerabatan PPh PASAL 23 dengan PPh PASAL 25 dan PPh PASAL 29? Hmm… abviously, it is not merely about tax law of the articles (PPh Pasal 23), but it’s rather about “How To’s.


PPH Pasal 23 – FAQ

[Q]. Apa itu PPh Pasal 23?
[A]. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yaitu pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

[Q]. Siapa yang wajib bertindak selaku pemotong PPh Pasal 23?
[A]. Pemotong PPh Pasal 23: tubuh pemerintah,Wajib Pajak tubuh dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, Wajib Pajak Orang langsung dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

[Q]. Siapa akseptor penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23?
[A]. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: WP dalam negeri, BUT

[Q]. Apa saja obyek pajaknya dan berapa tarif-nya?

[A]. Seperti ini:

15 % dari jumlah bruto atas: dividen, bunga, dan royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

15 % dari jumlah bruto dan akibat atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.

15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 15 % x 20 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat, 15 % x 40 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).

15 % dari perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa Lainnya.

[Q]. Imbalan jasa lainnya, jasa apa saja yang dimaksudkan jasa lainnya?

[A]. Dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya, yaitu:

(1). DPP-nya 50% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a). Jasa profesi.
b). Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi
c). Jasa akuntansi dan pembukuan
d). Jasa penilai
e). Jasa aktuaris

(2). DPP-nya 40% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):

a). Jasa tehnik dan jasa manajemen.

b). Jasa perancang / desain : Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan, Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan, Jasa perancang iklan/logo, Jasa perancang alat kemasan.

c). Jasa instalasi/pemasangan : Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV Kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, Jasa instalasi/pemasangan peralatan,

d). Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV kabel, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

e). Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

f). Jasa penunjang dibidang penambangan migas.

g). Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.

h). Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

i). Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.

j). Jasa pengolahan/pembuangan limbah.

k). Jasa maklon.

l). Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.

m). Jasa perantara.

n). Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI.

o). Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh akibat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996

p). Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum

q). Jasa pengisian sulih bunyi (dubbing) dan/atau mixing film.

r). Jasa pemanfaatan isu dibidang teknologi, termasuk jasa internet.

s). Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dan perbaikan.


(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.

(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


[Q]. Okay. Ada ketentuan khusus lainnya?
[A]. Oh ya, ada beberapa yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 23, mampu dibaca di perhitungan PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan pola perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya sebutkan disini yaitu yang penting-penting saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan absurd yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan = Penghasilan yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan [dikurangi] perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melaksanakan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Terpotong = Pihak akseptor penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Okay, cukup jargonnya. Next is how to’s….

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:

Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?

Read on….

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen yaitu 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melaksanakan pencatatan atas pembagian dividen dan pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melaksanakan pemotongan dan menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh akseptor dividen.

3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current asset). Itulah disebut “saat legalisasi PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).

4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out yaitu Rp 200,000,000 (sama dengan legalisasi dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.


Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang (selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan legalisasi cash-out sejumlah yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT. Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).


b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melaksanakan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada ketika pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D), dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.

Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).


[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi

Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang mendapatkan Debit Note dari “Asal-asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melaksanakan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP
PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500


Untuk prosedur pemotongan, penyetoran, pelaporan dan perlakuan akuntansinya, sama saja dengan pola sebelumnya. So, saya tidak perlu jelaskan hal yang sama lagi.

Dan pola perhitungan atas obyek lainnya (tarif dan DPP lainnya), silahkan dikembangkan, get self-exercised (baca FAQ dengan teliti kata demi kata, kalimat demi kalimat), saya yakin dengan 2 pola di atas, sudah lebih dari jelas.


I have couple of questions:

Mengapa ada obyek PPh Pasal 23 yang menggunakan jumlah bruto sebagai DPP, sementara ada obyek PPh Pasal 23 lainnya menggunakan jumlah neto sebagai DPP? Why?

Logically, mampu dilihat bahwa obyek yang dihitung berdasarkan bruto-nya, yaitu obyek-obyek pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense. Sementara obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP yaitu obyek-obyek (penyerahan jasa) yang obviously ada pengorbanan ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan tersebut.

But, read on my next question.....................

Mengapa jasa Akuntansi jumlah neto-nya 30%, sementara jasa lainnya dengan % yang berbeda?.

Ada yang mampu membantu saya mencarikan nalar atas pertanyaan itu?, rekan-rekan dari accounting? Rekan-rekan dari manajemen?, atau bapak-bapak dari DJP? Bapak-bapak dosen dan konsultan pajak?. Silahkan tulis komentar anda, saya akan senang berdiskusi mengenai duduk perkara ini.

Prosedur perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelporan PPH Pasal 23, bekerjsama tidak sesulit perhitungan dan perlakuan PPh pasal 21 atau pajak lainnya, yang agak confusing yaitu obyek pajaknya (setidaknya itu menurut saya). Silahkan share juga pendapat anda mengenai hal ini.
Update: 12-May-2008 (Penting).
Hmmm... say abaru tahu ada tarif efektif PPh Pasal 23 terbaru 2007 (PER-70/PJ/2007), saya ketinggalan, mengikuti tarif PPh pasal 23 yang berubah terus, what a confussion!. Untuk tarif silahkan baca PER-70/PJ/2007, sedangkan untuk perlakuan masih berlaku hal yang sama menyerupai yang saya tulis disini.

Benarkah ACCOUNTING & FINANCE Department hanya sebuah SUPPORT CENTER (service center) dan COST CENTER?. Salah satu fungsi data keuangan yaitu sebagai sumber data analysis dan pengendalian keuangan serta kinerja. Jika tahu bagaimana cara membuatnya berfungsi maksimal, sesungguhnya data keuangan memang pantas untuk menjadi top priority dalam keseharian kerja kita di accounting & finance. How?

DO WE “REALLY” KNOW HOW TO UTILIZE’em to a maximum level?

Atau (bahasa politic yang popular):

Apakah kita tahu bagaimana “memberdayakan” fungsi accounting dan keuangan hingga ke tingkat yang maksimal?

Dengan mengetahui arti penting dan tahu cara mem-fungsi-kan data-data yang begitu di-confidential-kan oleh perusahaan manapun, kita akan tahu bagaimana mengumpulkan (collecting), mengakui (recognizing), mengklasifikasikan (classifying), melaporkan (summarizing & reporting) dan……jangan lupa menganalisa (analyzing) & pengendalian (controlling) dengan lebih baik, dan menyebabkan data-data accounting menjadi sumber informasi yang paling akurat, sanggup di handalkan, menjadi cost-cutter leader, dan….

Dan ujung dari itu semua, akan menciptakan accounting/finance dept:

[-]. Menjadi salah satu department yang paling disegani (if not scaring).

[-]. Tidak lagi menjadi materi cibiran bahwa Accounting/Finance Dept tak lebih dari sebuah “Support Center” dan “Cost Center”.

[-]. Tidak lagi hanya dibaik-baikin kalau mereka (read:pegawai lain) akan minta cash advance (=cash bon?).

[-]. Tidak lagi dianggap departemen yang hanya (excuse my french) “makan honor buta” alasannya setiap hari kerjanya hanya di belakang computer memindahkan mouse pointer dari ujung screen atas kebawah - keatas lagi - kebawah lagi dari jam 9 am hingga jam 5 pm.

[-]. Tidak lagi menjadi prioritas terakhir dalam planning kenaikan honor pegawai.


So you wanna questioning me “How?”

Kunci dari semua itu yaitu bagaimana kita sanggup mengubah image “accounting—hanyalah—support-cost center” menjadi “Accounting—sebagai—Lead Center”. Information center that other department can’t life without, sumber data yang menciptakan department lain bahkan the whole organization tidak sanggup bekerja tanpa accounting & finance dept.

That sounds daunting eh?, or too good to be true?, but lets talk about this a bit more and go to the details later.

Sebelum saya lanjut ke bab “what?”, “why?”, dan “How?” –nya, saya akan bercerita sedikit mengenai pengalaman langsung saya terkait dengan topic ini.

I don’t mean to insult anybody (party) for whatsoever. Tidak bermaksud menyinggung, no, tolong jangan di salah artikan. Samasekali di luar context itu. Ini yaitu topic ilmiah, dan saya hanya ingin menyebarkan pengalaman, sharing opini, yang sukur-sukur kalau sanggup menambah wawasan berpikir, membesarkan hati, memberi semangat, atau memberi inspirasi? Amin!

Suatu sore-petang, few years ago (kalau tidak salah di awal tahun 2003-an), selepas jam kantor ada program makan bersama, termasuk semua manager dan assistant dari bab lain tentunya.

Selesai makan, tentu masih ada sisa waktu santai untuk berbincang-bincang sambil menghabiskan minuman, Hingga kami terlibat dialog seru (yang bagi saya yaitu mengasik-kan) alasannya topic-nya tergolong ilmiah.

Berikut yaitu dialog kami waktu itu. Pembicara saya singkat menjadi intial karakter dari sebuah jabatan (karena saya belum minta ijin beliau-beliau untuk memuat namanya di sini).

MM = Marketing Manager
PM = Production Manager
WSM = Warehousing & Shipping Manager
HRM = HRD Manager
RDM = Research & Development Manager
FC = Financial Controller

(Yang terlibat dialog waktu itu hanya: HRM, PM, WSM & MM dan FC, sedangkan RDM sudah pamit pulang duluan, dialog dimulai oleh HRM….)

[HRM]: Pak FC, thanks sudah men-treat kita-kita, sekaligus congratulation untuk honor pertamanya, semoga betah bergabung dengan kita-kita.

[FC]: You’re welcomed, thanks for supporting.

[PM]: Dan mudah-mudahan ini bukan honor pertama sekaligus honor terakhir ya pak…:P

(Sulit ditangkap apa maksudnya, tapi “a weird statement indeed”, sambutan yang hangat saya pikir :-) ).

[FC]: Wah kenapa begitu?, maksudnya bagaimana?

[PM]: Begini pak FC, Accounting Manager yang dahulu, hanya bertahan 1 bulan, nah saya berharap accounting manager yang kini lebih baik dari itu.

[FC]: Mengapa sanggup begitu?

[PM]: Mungkin dia (Accounting manager yang dahulu) menyadari posisinya?

(Lagi-lagi statement pak PM sulit untuk dipahami)

[FC]: menyadari posisinya?, maksudnya?

[PM]: Yah…. bab keuangan (Accounting/Finance), kan hanya support center yang cenderung ke cost center lah ya….

(Wah mulai hangat suasananya. Tetapi menarik, topic beralih ke “Performance Audit”, salah satu topic favourite saya).

[FC]: I see…… so….?

[PM]: Nah kalau kita-kita kan targetnya jelas, prestasi terang sanggup diukur

[FC]: I see… wah bagaimana tuh cara mengukurnya?

[PM]: Makin banyak volume produksi, makin berprestasi…

[FC]: Quality?

[PM]: Kalau problem quality, mengacu ke AQL saja

(AQL= Accepted Quality Level, nama standarisasi untuk mutu product, dimana jumlah barang tidak lolos Quality Control dihentikan melebihi percentage tertentu yang telah ditentukan oleh Quality Assurance Association).

[FC]. Kalau PLT? how good do you improve that?

(PLT = Production Lead Time = Lamanya waktu penyelesaian pesanan)

[PM]: zzzz….. (mengisap rokok tanpa menjawab)

[FC]: Kalau MM, bagaimana mengukur prestasi Marketing Dept?

[MM]: Kami Revenue Center, ya terang dari SUM OF SALES lah

(Sum Of Sales = Total Penjualan dalam USD/IDR)

[FC]: Customer Satisfaction?, Conversion Rate? Rasio antara new order dengan repeat order? Bagaimana?

(Conversion Rate dalam marketing = rasio calon pelanggan dan pelanggan musiman yang sanggup di-convert/diubah menjadi pelanggan tetap)

[MM]: :-) (Cuma nyengir)

[FC]: Kalau HRM & WSM bagaimana mengukurnya?

[HRM]: ;-) (Cuma nyengir)

[WSM]: Kalau saya sih, makin banyak barang yang sanggup selesai di-packing dan di berangkatkan makin bagus.

[FC]: Fungi? Moulding? Ground handling?, L/C discrepancies? custom clearance?

(Sepi sesaat…….sampai ketika….ini bab yang penting diperhatikan)

[PM]: Kalau FC gimana caranya mengukur prestasi bab keuangan?, bukannya nanti ujung-ujungnya toh mengeluarkan uang, dan mustahil menghasilkan uang, bukan?

(wah tidak mengecewakan pedas…)

[FC]: Mengukur prestasi bab keuangan… sebagai support center yang cenderung cost center……(dengan nada menyindir) makin sering saya dan belum dewasa accounting/keuangan menemukan anda-anda itu melaksanakan fraudulence (korupsi dan penyelwengan) atau melaksanakan acara yang tidak effisien dan merugikan, ya makin berpretasi.

[PM]: pak FC bercanda, yang pegang uang kan anda, bukan saya, bagaimana saya sanggup korupsi?

[FC]: pak, corruption & fraudulence itu bentuknya sanggup macam-macam, korupsi waktu, memakai akomodasi kantor untuk kepentingan pribadi, insider trading (perusahaan dalam perusahaan), me-redirect customer keluar rantai penjualan kita, data theft, information theft, supplier brabe, dan 1001 bentuk lainnya.

[PM]: Apakah itu suatu prestasi?, apakah itu menghasilkan pendapatan?

[FC]: Yang dibutuhkan oleh perusahaan bukan pendapatan, bukan jumlah (volume) produksi, bukan juga penjualan (sales), bukan jumlah container yang sanggup di shipped-out. Yang dibutuhkan perusahaan yaitu “PROFIT”, “VALUE ADDED”.

[MM]: Hubungannya dengan korupsi, penyelewengan & effisiensi?

[FC]: Profit & value added tidak hanya sanggup diperoleh dengan meningkatkan volume produksi dan nilai penjualan, tetapi juga sanggup diperoleh dengan menekan cost, meningkatkan effisiensi, mencegah kebocoran. Tanpa itu, semua product yang dihasilkan maupun dijual yaitu kesia-siaan.

[PM]: Tetapi waktu kita kuliah, rasanya yang menjadi tolak ukur prestasi production dept hanya jumlah (volume) product yang dihasilkan, makin banyak makin bagus. Apakah pak FC sudah lupa itu?

[FC]: Benar sekali, tetapi approach menyerupai itu berlaku dahulu waktu industry dan perjuangan masih “Product oriented” dimana sources (sumber daya) masih melimpah, rasio supply-demand masih kecil, jumlah permintaan masih lebih besar dibandingkan jumlah product yang tersedia dan competition masih sangat rendah. Tetapi di masa kini ini, di abad kompetisi yang begini ketat, dan sources yang semakin berkurang, perjuangan sudah harus “Market Oriented & Profit oriented.


Nah hingga di sini saya penggal bentuk percakapannya. Berangkat dari mini serie derama tadi, kita akan ulas dan bahas “How to broaden and maximize the accounting/finance function” atau bahasa politic kita di Indonesia “Bagaimana memberdayaken bab accounting & keuangan”, yang sebetulnya juga saya intisarikan dari klarifikasi panjang lebar saya terhadap colleagues saya waktu itu.

Maximizing (baca:memberdayakan) fungsi accounting dan keuangan kuncinya yaitu MELIHAT GAMBARAN OPERASIONAL PERUSAHAAN SECARA KESELURUHAN, see the big picture, the whole process, dari awal siklus hingga tamat dan kembali ke awal lagi. Dari gambar besar, gres kita masuk ke bagian-bagian kecilnya yang lebih detail.

Misalnya:

[-]. Untuk perusahaan jasa : dimulai dari kegiatan perancangan dan perencanaan penjualan jasa, marketingnya, proses pembuatan contract jasa, proses penyerahan jasa beserta follow-up-nya, proses pembayaran beserta follow-up-nya, hingga client meminta jasa kembali untuk yang kedua kalinya, kontrak gres ditandatangani dan seterusnya.

[-]. Untuk perusahaan dagang: dimulai dari kegiatan promosi, pemesanan barang ke vendor (supplier), mendapatkan pesanan barang, hingga barang diserahkan….dan seterusnya hingga proses promosi kembali.

[-]. Untuk perusahaan manufaktur (industry): mulai dari proses research & development (penelitian dan rancang—bangun), promosi dan marketing, proses penjualan, perencanaan produksi, proses produksi, barang di serahkan (dikirimkan), proses pembayaran (penagihan), repeat order (back order), hingga proses research development kembali.

Dengan memahami keseluruhan proses operasional dari awal hingga ke awal lagi, akan menciptakan kita lebih waspada dan peka (aware) terhadap semua aktifitas operasional perusahaan.

Dan pemahaman alur operasional perusahaan diintegrasikankan (integrating) dan disinergikan (combining), dan laverage dengan:

[-]. Aktifitas pengendalian

direalisasikan dengan;

[-]. Audit keuangan dan audit kinerja

adalah kunci dari pemberdayaan accounting/finance department. Kedua hal tersebut berdasarkan saya yaitu pilar untuk sanggup memberdayakan accounting/finance department, yang artinya; accounting/finance dept hanya sanggup disegani dan dihargai dengan semestinya apabila sanggup melaksanakan “minimal” kedua fungsi tersebut secara maksimal.


Pengendalian (Controlling) - Sekilas

Membandingkan antara apa yang dipahami dalam proses operasional dengan realisasi transaksi mungkin akan menciptakan kita terkejut dan terkaget-kaget, menemukan banyaknya perbedaan, penyimpangan dan ketaknormalan yang terjadi. Berangkat dari data itulah proses “cost-cutting (pemangkasan cost/biaya) approach" dan bentuk pengendalian lainnya dirancang dan diterapkan tentunya.

Essence dari pengendalian adalah memastikan semua sumberdaya perusahaan (keuangan & manusia) dipergunakan secara effisien guna sanggup mencapai tujuan perusahaan (Company’s objective), yang secara umum tentunya menghasilkan GAIN (keuntungan dalam banyak sekali bentuk) yang maksimal.

Contoh: (dari percakapan di atas)

Dikatakan oleh production manager [PM] bahwa prestasinya diukur dari jumlah (volume) product yang dihasilkan. Tahun kemaren berhasil memproduksi 10,000 unit, tahun ini sanggup memproduksi 15,000 unit.

Apakah itu sudah prestasi?, kalau iya, berapa besar prestasinya jikalau di convert ke rupiah/dollar?. Sudahkah semua fasilitas, peralatan, mesin, tenaga kerja dan raw material dipergunakan dengan tingkat efficiency yang maksimal?. Berapa nilai tambah (value added) yang telah diberikan kepada perusahaan dari setiap unit product yang dihasilkan?

Tingkat effisiensi tentunya sanggup diukur dengan cara membandingkan antara cost/expense yang timbul dengan nilai product yang dihasilkan. Sedangkan nilai tambah-nya (value added) diukur dengan membandingkan antara Gross Margin (GM) periode sebelumnya dengan Gross Margin saat ini. Selisih itulah merupakan realisasi value added yang berhasil dibentuk (sebuah prestasi) untuk periode ini. Penilaian tingkat effisiensi dilakukan dengan jalan melaksanakan “Audit Keuangan”, disinilah accounting/finance department mengambil peranan, MENJADI LEADER.

Kesimpulan:

Menjadikan volume (jumlah) product yang dihasilkan sebagai ukuran prestasi yaitu sebuah tanda tanya, “a premature contribution recognition”, mengakuan bantuan yang terlalu dini, masih perlu diukur lebih jauh lagi.


Audit Kinerja (Performance Audit) – Sekilas

Salah satu perwujudan dari aktifitas pengendalian yaitu audit kinerja, yaitu mengukur dan menilai kinerja semua element (personal) perusahaan, mulai dari level yang paling bawah hingga ke level yang paling atas.

Tujuan utama dari audit kinerja (audit performance) adalah:

[1]. Memastikan setiap rupiah/cent yang dibayarkan ke setiap personal (pegawai) perusahaan yaitu rupiah/cent yang memang benar-benar PANTAS untuk dibayarkan tidak under-paid ataupun over-paid). Kata “pantas” disini bermakna 2, yaitu:

(a). Pegawai/pekerja memang telah mendapatkan angka yang masuk akal diterima sebagai hak atas bantuan yang diberikannya kepada perusahaan.

(b). Jasa kerja yang diserahkan oleh pegawai (pekerja) memang sudah setimpal dengan kompensasi (gaji/upah, incentive, uang lembur, uang makan, dan bentuk reward lainnya) yang diterimanya.

Intinya yaitu membandingkan setiap rupiah/cent yang dibayarkan untuk tenaga kerja & pegawai dengan setiap jenis bantuan yang diterima oleh perusahaan.

[2]. Mengidentifikasi dan mencari pemecahan masalah terkait dengan pemberdayaan setiap pegawai, section, department dan perusahaan secara keseluruhan semoga sanggup menunjukkan bantuan yang maksimal ke arah pencapian goal perusahaan.


Kedua fungsi itu sudah merupakan TICKET yang cukup untuk sanggup memberdayakan accounting/finance department. Dan itu semua hanya akan sanggup terealisasi apabila kita:

[-]. Betul-betul memahami alur proses operasional perusahaan dengan baik (the more detail, the better it is).

[-]. Memiliki data keuangan yang akurat, sanggup mendapatkan amanah dan dihandalkan. Sehingga sanggup dijadikan data analysis yang akurat, dijadikan navigasi oleh setiap department di perusahaan untuk operasional berikutnya.

[-]. Melakukan analisa dan pengendalian yang ketat atas setiap aktifitas yang ada.

Tentu saja itu bukan pekerjaan yang gampang dan cepat sanggup dilaksanakan, diperlukan:

[-]. Kesungguhan
[-]. Consistency dan persistency

Di posting saya yang lainnya nanti, mungkin kita akan bahas mengenai : BASIC ANALISA LAPORAN KEUANGAN, yang mudah-mudahan sanggup dijadikan bekal dasar untuk sanggup memberdayakan accounting/finance department ditempat kerja masing-masing dimasa-masa yang akan datang.

Apakah benar accounting/finance departement hanya merupakan SUPPORT CENTER dan COST CENTER? Well tergantung, apakah accounting/finance sudah sanggup melaksanakan fungsi-fungsinya atau belum.


Sinergi dan Sumber Sinergi

Salah  satu  motivasi  atau  alasan  utama  perusahaan  melakukan merger  dan  akuisisi  adalah  menciptakan  sinergi.  Sinergi  merupakan nilai  keseluruhan  perusahaan  setelah  merger  dan  akuisisi  yang  lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger  dan  akuisisi.  Sinergi  dihasilkan  melalui  kombinasi  aktivitas secara  simultan  dari  kekuatan  atau  lebih  elemen-elemen  perusahaan yang bergabung.

Pengaruh  sinergi  dapat  timbul  dari  empat  sumber,  yaitu:  (1) Penghematan  operasi,  yang  dihasilkan  dari  skala  ekonomis  dalam manajemen,  pemasaran,  produksi  atau  distribusi;  (2)  Penghematan keuangan,  yang  meliputi  biaya  transaksi  yang  lebih  rendah  dan evaluasi  yang  lebih  baik  oleh  para  analisis  sekuritas;  (3)  Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa administrasi salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger  dan  (4)  Peningkatan  penguasaaan  pasar  akibat  berkurangnya persaingan (Brigham dan Houston, 2001)

Sinergi muncul dalam penggabungan 2 perusahaan apabila nilai- dari gabungan kedua perusahaan tersebut lebih tinggi dari pada nilai perusahaan masing-masing apabila mereka beroperasi sendiri. Formula dari sinergi adalah:

Synergy = VAB - (VA + VB)

VAB : ialah nilai dari perusahaan A dan B setelah bergabung menjadi perusahaan
VA : ialah nilai perusahaan A kalau beroperasi secara independen.
VB : ialah nilai perusahaan B kalau beroperasi secara independen.

Kenaikan arus kas akan meningkatkan nilai perusahaan. Perubahan arus kas ialah selisih antara arus kas pada tanggai penggabungan perusahaan dengan penjumlahan arus kas dari perusahaan-perusahaan yang bergabung.

Sumber Sinergi
1. Peningkatan pendapatan
Perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri mungkin akan memperoleh pendapatan yang lebih besar alasannya ialah adanya posisi pasar yang baik dan manfaat stratejik lainnya.

2. Pengurangan biaya
a. Penggantian manajer-manajer yang tidak pernah mencapai target dengan manajer gres yang dianggap bisa mencapai target yang dibebankan perusahaan.
b. Perolehan skala ekonomis dan lingkung ekonomis (Economy ofscale or scope). Skala ekonomis terjadi dikala jumlah produknya meningkat dengan biaya tetap yang sama. Biaya tetap menyebar ke lebih banyak produk sehingga biaya tetap per unitnya turun. Turunnya biaya tetap per unit akan menurunkan total biaya per unit.
c. Efisiensi dari integrasi vertikal.
Integrasi vertikal membuat perusahaan mengakuisisi pemasok dan pengecer sehingga menghasilkan koordinasi antara sektor hulu dan hilir yang dapat meningkatkan efisiensi.
d. Transfer teknologi
Transfer teknologi dari satu perusahaan ke perusahaan lain dapat membuat sistem operasi perusahaan lebih efisien.

3. Keuntungan dari sisi pajak
a. Net operating losses
Misalnya PT A memiliki laba bersih yang besar sehingga harus membayar pajak yang lebih besar. Di pihak lain, PT B memperoleh rugi bersih yang besar. Jika PT A mengakuisi PT B maka laba bersih PT A akan berkurang alasannya ialah kerugian yang diperoleh PT B sehingga pajak yang dibayarkan oleh perusahaan gabungan AB akan menjadi lebih kecil.

b. Adanya kapasitas utang yang belum terpakai
Penambahan utang dapat menyebabkan turunnya pajak yang harus dibayarkan perusahaan alasannya ialah beban bunga mengurangi pajak.

c. Kenaikan kapasitas berutang
Penggabungan perusahaan dapat menjadikan turunnya rasio utang terhadap aset yang membuat perusahaan dapat meminjam uang lebih banyak untuk mendanai proyek-proyek potensial yang dimiliki. Penggunaan uta'ng akan menurunkan biaya modal dan pajak perusahaan.

4. Berkurangnya persyaratan modal
Ketika dua perusahaan bergabung maka akan dapat ditemukan terjadinya duplikasi dalam hal akomodasi misalnya memiliki dua kantor pusat. Merjer memungkinkan perusahaan yang bergabung hanya menggunakan satu kantor sentra saja dan kantor sentra yang tidak digunakan dapat dijual atau disewakan.

COST OF GOODS SOLD (COGS) sanggup saya lanjutkan lagi sesudah sempat diselingi oleh topic-topic yang lain, kali ini yaitu HARGA POKOK PRODUKSI – COST OF GOODS SOLD untuk perusahaan manufaktur.

Perlu diketahui, mengenai Harga Pokok Penjualan untuk perusahaan manufaktur, scoop-nya sangat luas, meng-cover semua cost accounting (Akuntansi Biaya) mulai dari awal siklus sampai terbentuknya harga pokok penjualan. Obviously saya akan post di sini secara sedikit demi sedikit (baca: serial), jikalau tidak maka satu artikel mengenai harga pokok penjualan saja sanggup menjadi giga article, yang page loadnya mungkin akan sangat lama. Tetapi jangan khawatir, kita akan lewati itu semua pelan-pelan, kita bahas satu persatu, sedikit demi sedikit tentunya.

Pada kesempatan kali ini kita akan bahas basicnya dahulu. Jangan under-estimate dahulu, basic is always the heart of the whole knowledge. Tanpa penguasaan dasar-dasarnya, saya khawatir akan menciptakan kebingungan (bahkan tersesat) ditengah jalan nanti.

Bagi rekan-rekan yang kebetulan dikala ini sedang bekerja di perusahaan yang tanpa aktifitas produksi (non-manufacturer), mungkin perusahaan dagang, jasa, atau bahkan di koperasi, yayasan, LSM (NGO) atau bentuk organisasi nir-laba (non-profit organization), saya sanggup mengerti jikalau anda tidak terlalu tertarik dengan topic ini. Tetapi saya ingin argue anda untuk tetap mengikutinya, kenapa?

Sebagai orang accounting (apalagi sarjana akuntansi), sungguh lucu jikalau anda tidak menguasai cost accounting (akuntansi biaya). Akuntansi biaya hampir mendominasi seluruh problem di dalam akuntansi. Lagipula puncak career dari accounting yaitu menjadi seorang CFO (Chief Financial Officer), atau mungkin menjadi partner di accounting firm (KAP), dan untuk mencapai jenjang itu harus menguasai semua problem accounting (the whole circumstances and its all miscellaneous). Hanya alasannya yaitu dikala ini anda tidak bekerja di perusahaan manufaktur (mungkin anda tidak akan pernah ingin bekerja di pabrik) trus anda jadi tidak menguasai cost accounting? “a-a, that is not cool”.

“Saya cuma pengen jadi konsultan pajak, asal saya menguasai akuntansi in general plus rajin-rajin mengikuti update peraturan/UU perpajakan, beres sudah”

Oh ya?, tahukah anda bahwa belum dewasa STAN yang nota bena-nya calon pegawai pajak-pun mendalami cost accounting. Bagaimana sanggup melakukaan assessment (pemeriksaan) pajak jikalau tidak menguasai cost accounting which is bab terpenting dari acara perjuangan manufaktur.

Sedikit mengenai perkembangan dunia konsultasi pajak (walaupun saya bukan konsultan pajak), dahulu, di abad tahun 2000 ke bawah, iya konsultan pajak cukup menguasai undang-undang dan tehnis pelaksanaan perpajakan, sanggup setting pajak menjadi lebih kecil. Iya sudah cukup ampuh, bahkan tidak sedikit yang berhasil creating wealth dari sana. Tetapi di tahun 2001 kebelakang ini, hmmm… tampaknya sudah tidak semudah itu lagi. Perpajakan semakin transparent, ruang menyerupai dulu makin sempit. So, konsultan yang dibutuhkan di abad kini dan seterusnya yaitu konsultan yang sanggup menciptakan perjuangan menjadi effisien lebih profitable dan menguasai perpajakan in the same time. Masalah pajak bagaimana?, itu sudah ada aturannya, tidak perlu trick untuk itu, anda tidak perlu jadi jago pajak untuk sanggup mengikuti aturan perpajakan. Jikapun mengelami proses investigasi pajak yang berliku-liku proposed or un-proposed), toh pada alhasil yang berlaku yaitu substansi aturan pajaknya. Bukan trick-trick-nya, bukan brabe-nya, bukan juga black mailing-nya. Setidaknya itulah point view saya.

Ok, saya rasa cukup preamble -nya, kini kita ke topic-nya.


Harga Pokok Produksi (Manufacturing/Production Cost)

Ada 3 (tiga) hal yang obviously membedakan HPP (COGS) manufaktur dengan bentuk-bentuk perjuangan lainnya, antara lain:

[-]. Adanya “Bahan Baku” (Raw Material) yang di dalamnya termasuk juga materi penolong atau materi pembantu atau apalah istilahnya lagi.

[-]. Adanya “Barang Dalam Proses” (Work In Process).

[-]. "Tenaga Kerja Langsung" (Direct Labor) biasanya sanggup dibebankan dengan sempurna

[-]. Adanya Depreciation Cost atas penggunaan mesin dan peralatan produksi lainnya yang masuk dalam kelompok Overhead Cost/Indirect Cost.

Akumulasi dari ke-empat elemen cost tadi disebut dengan harga pokok produksi (Manufacturing Cost/Production Cost).

A question: “Mengapa Inventory tidak termasuk ke dalam harga pokok produksi?

Inventory atau persediaan barang jadi (merchandize) yaitu persediaan yang sudah tidak melalui proses produksi lagi, tidak melalui pengolahan lagi. Artinya, pada dikala persediaan diakui sebagai persediaan barang jadi (inventory), maka sudah tidak diharapkan penglohan lagi Jikapun barang masih harus melalui proses pengemasan (packaging), proses tersebut tidaklah menciptakan barang jadi menjadi bertambah (meningkat) fungsionalnya. Artinya, tanpa dikemaspun bahwasanya barang tersebut sudah sanggup berfungsi sebagaimana yang seharusnya.

Misalnya: Barang jadi sepatu, tanpa di masukkan ke delam carton box, sepatu sudah befungsi sebagmana layaknya fungsi sepatu.

Bagaimana dengan bottling & pengalengan?

Bottling ataupun pengelengan dan proses-proses pengemasan lain untuk barang yang tidak masuk akal dijual dalam keadaan tidak terbungkus, maka proses packaging maupun materi packing-nya digolongankan kedalam materi baku.

Misalnya: Beer.

Botol maupun proses memasukkan cairan beer ke dalam botolnya sampai botolnya di tutup, yaitu direct cost bukan indirect cost. Sedangkan carton box dan proses memasukkan botol beer ke dalam carton box sampai carton box di seal-tape, yaitu indirect cost.

Dari klarifikasi di atas maka production cost sanggup dihitung dengan menjumlahkan ke-empat unsur cost diatas:

Harga Pokok Produksi (Production/Manufacturing Cost):

Raw Material Usage+Work In Process Usage+ Direct Labour Cost+Overhead Cost

dimana :

* Raw Material Usage dihitung dengan :
Opening Balance + Purchase – Closing Balance

* Work In Process dihitung dengan:
Opening Balance – Closing Balance

* Direct Labor Cost = Upah buruh dan tenaga kerja harian di produksi

*Over Head Cost : Indirect cost yang terkait dengan production activity.


Kaitan Harga Pokok Produksi dengan Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok Penjualan :

Inventory Usage + Production Cost

So, production cost yaitu salah satu elemen dari Harga Pokok Penjualan perjuangan manufaktur.

Catatan :

Proses pembentukan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan pada perusahaan manufactur mengalami transformasi seiring dengan proses pembentukan barang (product), ada siklusnya. Disinilah biasanya cost accounting menjadi bab yang sulit untuk dipahami. Nanti akan kita bahas di posting-posting berikutnya.



Up-coming topic : Standard Cost & Variance

Standard Cost memainkan peranan yang penting di dalam cost accounting, mengingat sebagian besar pabrik (manufacturer) menerapkan standard cost dalam penghitungan production cost maupun cost of goods sold-nya. Apa perlu-nya mengetahui standard cost?, bagaimana model penerapan standard cost?, apa itu variance?, mengapa timbul variance? Bagaimana perlakuan akuntansi untuk variance dalam harga pokok produksi?, akan ada di topic yang akan kita bahas di posting saya berikutnya.

Sampai ketemu di COST OF GOODS SOLD – Standard Cost & Variance

Saya akan publish CALCULATOR PENYUSUTAN AKTIVA TETAP nanti jam 3 sore. Calculator ini mampu menghitung penyusutan aktiva tetap dalam hitungan detik, untuk 4 jenis methode penyusutan terpopuler sekaligus. Anda tinggal memasukkan harga perolehan, nilai residu dan umur ekonomis. Bam!!!.... jadinya eksklusif anda peroleh, untuk 5 (lima) macam methode penyusutan. Sangat membantu mempercepat proses penghitungan penyusutan aktiva tetap.

Calculator penyusutan aktiva tetap ini berupa spreadsheet, so tidak perlu instalasi, tidak perlu plug-in apapun. Tinggal Buka file-nya yang mungil, masukkan harga perolehan, nilai residu, dan umur ekonomis, dapatkan nilai penyusutannya.

Sekali lagi, ini yaitu calculator, small, handy, and smart. Calculating asset depreciation never been this easy.

Yang berminat dengan "Calculator Penyusutan Aktiva Tetap" ini, silahkan stay tunned sekitar jam 3 sore hari ini. Don't go round, grab your copy before the basket is empty!.


Divestasi

Terdapat beberapa pengertian divestasi yang dikemukakan oleh para ahli,diantaranya Benson et al. (1984) mengkategorikan divestasi sebagai sell-off dan spin-off. Sell-off yaitu menjual sebagian aset dari perusahaan induk, menyerupai anak perusahaan, divisi, atau lini produk kepada perusahaan lain. Sedangkan spin-off terjadi dikala sebuah perusahaan mendistribusikan seluruh saham biasa yang dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk shareholder aslinya. Rosenfeld (1984) mendefinisikan divestasi sebagai sebuah langkah perubahan portofolio aset perusahaan dengan cara melaksanakan sell-offs ataupun spin-offs aset yang tidak diinginkan (bermanfaat lagi). Linn & Rozeft (1984) mendefinisikan sell-off sebagai penjualan sub bagian, divisi, atau lini bisnis oleh suatu perusahaan ke perusahaan lain. Sell-off merupakan bentuk sederhana dari divestiture, proses yang merupakan kontraksi bagi perusahaan yang menjual namun menjadi alat untuk ekspansi bagi perusahaan yang membelinya. Sudarsanam (1995) menyatakan bahwa divestasi merupakan kebalikan dari pertumbuhan sebagai akhir akuisisi dengan cara menjual sebagian bisnisnya untuk alasan yang berbeda-beda. Sedangkan Moin (2004) menyatakan bahwa divestasi yaitu menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain untuk menerima dana segar dalam rangka menyehatkan perusahaan secara keseluruhan.

Alasan yang melatarbelakangi suatu perusahaan melaksanakan divestasi dapat dibedakan dalam dua kelompok (Moin, 2004), yaitu:
    1.    Alasan internal perusahaan
a.       Kembali ke kompetensi inti (core business)
b.      Menghindari sinergi yang negative
c.       Melepas bisnis usaha yang non-profitable
d.      Kesulitan keuangan (financial distress)
e.       Perubahan seni administrasi atau prioritas perusahaan
f.       Perusahaan mencari komplemen dana segar untuk keperluan tertentu
g.      Melepas unit bisnis untuk bangun sendiri
    2.    Alasan eksternal perusahaan
a.       Paksaan pemerintah
b.      Permintaan kreditur


Divestasi terjadi dengan banyak sekali cara, yaitu:
1. Penjualan
Tipe paling umum dari aktivitas divestasi yaitu penjualan sebuah divisi, unit bisnis, segmen atau sekelompok aset ke perusahaan lain. Pembeli umumnya, namun tidak selalu, membayar tunai. Beberapa alasan kenapa metode penjualan yang dipilih dikala melaksanakan divestasi.

a) Penjualan aset yaitu pertahanan terhadap pengambilalihan yang tidak bersahabat.
b) Penjualan aset menunjukkan dana tunai untuk perusahaan yang dilikuidasi.

2. Spin-off

Dalam spin-off perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah dan membagikan saham entitas tersebut kepada pemegang saham perusahaan induk.

Spin-off berbeda dengan penjualan alasannya dua alasan.
a) Perusahaan induk tidak memperoleh dana tunai dari spin-off
b) Pemegang saham awal dari divisi yang dipisahkan yaitu sama dengan pemegang saham induk.

3. Carve-Out
Dengan carve-out, perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah dan kemudian menjual saham entitas tersebut kepada masyarakat. Umumnya pemegang saham perusahaan induk mempertahankan kepemilikan mayoritasnya di entitas gres tersebut.

4. Tracking stock
Perusahaan induk menerbitkan tracking stock untuk “menelusuri” kinerja divisi tertentu dalam perusahaan. Misalnya, jikalau tracking stock membagikan dividen maka jumlah dividennya akan bergantung pada kinerja divisi. Divisi yang memiliki tracking stock tetap menjadi bab dari perusahaan induk meskipun sahamnya diperdagangkan secara terpisah dengan perusahaan induk.

Seperti sudah saya sampaikan sebelumnya, sekarang Calculator Penyusutan Aktiva Tetap – Excel Sheet saya publish mulai sekarang.


Bentuk Caluclatornya
Seperti ini:
 mampu dilihat bahwa calculator ini terdiri dari  Calculator Penyusutan Aktiva – Excel Sheet


Jika screen shoot di atas diperhatikan, mampu dilihat bahwa calculator ini terdiri dari 5 kolom:

Kolom #1: Tahun periode penyusutan
Akan terisi sendiri (anda tidak perlu input apapun di sini).

Kolom #2: Double Cleaning Balance
Hasil perhitungan penyusutan untuk masing-masing periode berdasarkan Double Cleaning Balance Method. Akan terisi sendiri (anda tidak perlu input apapun di sini).

Kolom #3: Straight-Line Method
Hasil perhitungan penyusutan untuk masing-masing periode berdasarkan Straight-Line Method. Akan terisi sendiri (anda tidak perlu input apapun di sini).

Kolom #4: Sum Of Year Digits Method
Hasil perhitungan penyusutan untuk masing-masing periode berdasarkan Sum Of Year Digits Method. Akan terisi sendiri (anda tidak perlu input apapun di sini).

Kolom #5: 150% Declining Balance
Hasil perhitungan penyusutan untuk masing-masing periode berdasarkan 150% Declining Balance Method. Akan terisi sendiri (anda tidak perlu input apapun di sini).

Semua hasil perhitungan ke-5 metode penyusutan tersebut anda peroleh dalam satu tampilan. Tinggal anda pilih methode mana yang akan anda pakai.


Cara kerjanya

Saya demonstrasikan cara kerjanya dengan screen-shoot.

Misalnya:
Saya mencoba menghitung penyusutan Mobil dengan harga perolehan Rp 250,000,000. Saya mencadangkan salvage value sebesar Rp 1,500,000 saja. Sedangkan umur ekonomis saya perkirakan 8 Tahun.

Saya masukkan 3 data saja:
[-]. Harga Perolehan Aktiva sebesar Rp 250,000,000
[-]. Salvage value sebesar Rp 1,500,000
[-]. Umur Ekonomis 8 Tahun (saya masukkan angka 8 saja)


Ketiga data di atas saya masukkan di bab yang saya isi tanda panah & bulat berwarna biru (seperti dibawah ini):

 mampu dilihat bahwa calculator ini terdiri dari  Calculator Penyusutan Aktiva – Excel Sheet
Dan risikonya yaitu ibarat dibawah ini:


 mampu dilihat bahwa calculator ini terdiri dari  Calculator Penyusutan Aktiva – Excel Sheet
Hasil perhitungan 4 metode penyusutan dalam satu screen!

Bagaimana jikalau ketiga data di atas di ubah?

Okay, saya coba ubah datanya:

[-]. Harga Perolehan Aktiva tetap sebesar Rp 250,000,000 (tdk saya ubah)
[-]. Salvage value saya ubah menjadi Rp 7,000,000
[-]. Umur Ekonomis saya ubah menjadi 12 tahun

Hasilnya yaitu ibarat dibawah ini:

 mampu dilihat bahwa calculator ini terdiri dari  Calculator Penyusutan Aktiva – Excel Sheet


Semuanya berubah dengan sendirinya.

Sederhana, mudah dan cepat. Yet, risikonya akurat.

Dari penulis: Ingin mengikuti artikel-artikel mengenai tips dan trick menangani pekerjaan dikantor dengan lebig effisien, membina karir secara systematis, bersaing sehat ditempat kerja untuk mendapat promosi jabatan, mengelola keuangan langsung anda? Coba deh ikuti tulisan-tulisan saya di: Works Wealth Wisely. Sukses selalu!


Cara mendapatkannya

Tugas saya hanya membuat dan mempublishnya, mengnai cara mendapatkannya saya serahkan kepada rekan-rekan sekalian sajalah. Silahkan sampaikan pendapatnya dengan mengisi komentar, biar calculator ini mampu segera berfungsi.

Saya percaya Calculator Penyusutan Aktiva Tetap - Excel Sheet akan berkhasiat untuk mempercepat perhitungan penyusutan aktiva tetap. Depreciation calculation never been easy!.

Kita akan explore lebih jauh lagi mengenai STANDARD COST , VARIANCE dan EFFISIENSI. Di wilayah mana lagi standard cost diterapkan dan kemungkinan variance timbul akan timbul?, Bagaimana perlakuannya?.

Masih menggunakan pola product dasi yang kita pakai di Standard Cost, Variance & Effisiensi Part 1. Untuk mengingat kembali dan biar tidak bolak balik mencarinya, tabel standard cost-nya saya tampilkan lagi dibawah ini:

 Di wilayah mana lagi standard cost diterapkan dan kemungkinan variance timbul akan timbul STANDARD COST, VARIANCE - Part 2Standard Cost, Variance & Effisiensi – Part 3.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.