Articles by "Export - Import"

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New
Showing posts with label Export - Import. Show all posts

Pengenalan, Peranan, Jenis-jenis, Elemen-elemen, Alur Proses, Amendment, hingga Karakteristik Letter of Credit telah dibahas di artikel sebelumnya :
(-). Instrument Pembayaran : Letter of Credit (L/C) [-baca-]
(-). Letter of Credit – Serie 2 [-baca-]
Bagi yang belum mengikuti, silahkan dibaca

Pada Letter of Credit – Serie 3 ini, akan khusus diberikan tips bagi EXPORTER maupun IMPORTER yang menggunakan Letter of Credit sebagai instrument pembayaran. Tentu saja tips ini tidak dimaksudkan untuk over-riding, cheating, corrupting atau yang sejenisnya atas sebuah Letter of Credit. Melainkan untuk kelancaran dan objective’s achievement yang efektif berdasarkan fairness bagi semua pihak (bagi : Buyer, Seller, Issuing Bank maupun Advising Bank).


Tips menangani Letter of Credit

1). Menjelang Pembukaan L/C (bagi Seller maupun Buyer)

Sesungguhnya, kunci sukses penanganan sebuah L/C ialah diawal-awal, dimulai menjelang L/C dibuka, yaitu :

(a). Purchase Order Draft

Untuk jenis pesan yang segera (rush order), Draft order akan dijadikan sebagai dasar pembukaan sebuah L/C, menjadi lampiran dalam permohonan pembukaan L/C. Untuk itu pemeriksaan draft order dengan hati-hati dan seksama ialah kunci awal dari penanganan sebuah Letter of Credit. Sebelum penandatanganan Draft Order, perhatikan hal-hal berikut ini :

(-). Jenis dan nama barang yang dipesan
Pastikan jenis barang yang dipesan tekah tertulis dengan terperinci dan benar, tidak menimbulkan salah pengertian. Pencantuman nama barang beserta description-nya ialah critical. Perlu diketahui bahwa jenis/nama barang akan dicantumkan di dalam L/C, dan shipping document.

(-) Bahan baku barang yang dipesan.
Sama pentingnya dengan Jenis dan nama barang. Bahan baku yang dipesan hendaknya dicantumkan dengan persis, dan jelas.

(-). Spesifikasi barang yang dipesan
Spesifikasi barang yang dimaksudkan di sini meliputi : ukuran, warna, kwalitas, Pastikan spesifikasi barang telah tercantum (tertulis/tergambar) dengan jelas. Hal ini penting, semoga barang yang dikirim nantinya sesuai dengan apa yang dipesan. Kesalahan spesifikasi barang akan berakibat pada ditolaknya barang pada ketika proses inspeksi, sehingga Certificate of Inspection tidak bisa dikeluarkan. Certificate of Inspection biasanya disyaratkan dalam sebuah L/C.

(-). Contoh/sample/Proto-type barang yang dipesan
Contoh/sample/proto-type memiliki peranan yang sama dengan specifikasi barang, hanya saja bersifat visual sehingga lebih mudah untuk diikuti.

(-). Jumlah/volume barang yang dipesan
Pastikan jumlah/volume barang yang dipesan tekah tercantum dengan benar dan jelas.

(-). Nilai barang yang dipesan
Periksalah Unit price dan Total Amount yang tercantum didalam Draft Order, hal ini penting, alasannya ialah total amount yang tercantum di dalam L/C nantinya akan berpatokan pada Draft Order ini.

(-). Kondisi penyerahan barang
Kondisi penyerahan barang bisa bermacam-macam : Free on Board (FOB), Cost and Freight (C&F) atau Cost, Insurance & Freight (CIF). Pastikan kondisi penyerahan barang telah sesuai dengan yang disepakati.

(-). Batas selesai penyerahan barang
Batas selesai penyerahan barang (Latest Delivery Time) ialah critical. Latest Delivery Time akan menjadi salah satu yang disyaratkan di dalam L/C. Latest Delivery Time hendaknya memperhatikan kondisi penyerahan, lamanya produksi (Production Lead Time), Jadwal keberangkatan kapal (Shipping Schedule). Kesalahan dalam penentuan dan pencantuman Latest Delivery Time sudah pasti akan menimbulkan discrepancies.

(-). Packing Instruction
Packing Instruction biasanya berupa lampiran yang menyertai Draft Order, berisi aba-aba mengenai bagaimana barang seharusnya dikemas, mulai dari cara pembungkusan (oleh kertas/plastic), penyimpananya di dalam kemasan (dus/kotak), jumlah /volume barang per satu kemasan, dan lain sebagainya. Packing instruction juga harus diperhatikan dengan seksama, packaging barang ayang akan dikirimkan akan tercermin di dalam Packing List, dan packing list ialah salah satu jenis dokumen yang disyaratkan di dalam sebuah L/C. Penyimpangan dalam Packing List bisa menngakibatkan terjadinya discrepancies.

(-). Shipping Instruction
Shipping Instruction juga berupa lampiran, hanya saja isinya khusus mengenai bagaimana barang seharusnya dikirimkan. Hal-hal yang diatur dalam shipping instruction biasanya : pencantuman nama shipper, cara pengiriman (by Sea atau by Air), Nominated Forwarding Company (Jika nominated forwarder), Port of Departure (nama pelabuhan dari mana barang diberangkatkan), Port of Destination (pelabuhan tujuan dimana barang yang dispesan akan di un-load), Notify Party (pihak yang harus dihubungi oleh shipping agent ketika nanti barang tiba di pelabuhan tujuan), serta Consignee Name (pihak yang berhak atas barang tersebut setelah tiba dipelabuhan tujuan). Semua itu juga akan tercantum didalam Letter of Credit. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan.

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak bisa dipenuhi, atau tidak disepakati, hendaknya Draft Order jangan ditandatangani dahulu. Mintalah untuk direvisi. Jika ada hal-hal yang tidak terperinci atau meragukan, mintalah penejelasan.

(b). Purchase Order Contract

Purchase Order Contract ialah perwujudan dari Draft Order yang dituangkan di dalam sebuah kontrak resmi, dicetak dan ditandatangani dengan resmi oleh pihak yang authorized. Karena isinya ialah sama, maka yang perlu dilakukan ketika penanandatanganan contract ialah membandingkan isi contract dengan isi draft order. Seharusnya isinya sama persis dengan draft order yang telah ditandatangani. Jika ditemukan perbedaan-perbedaan, mintalah revisi atas kontrak tersebut.


2). Permintaan Pembukaan L/C

Tips bagi Seller/Exporter :

Begitu Draft Order atau Contract ditandatangani, segera lah minta pembukaan L/C kepada pihak buyer, bila ditunda maka pembukaan L/C akan semakin lambat, sementara Latest Delivery Time telah di set, keterlambatan pembukaan L/C bisa menimbulkan keterlambatan penyerahan barang, dan akan membuat discrepancies pada Ltest Delivery Time. Permintaan pembukaan L/C oleh seller, dilakukan dengan mengirimkan PROFORMA INVOICE, dalam proforma invoice dicantumkan mengenai hal-hal esensial yang tercantum di dalam contract, hanya saja dibuat dalam bentuk ringkas. Di dalam proforma invoice, Cantumkanlah :

(-). Jenis L/C yang diinginkan :
Sebaiknya minatalah On Sight Commercial Letter of Credit, Back To Back L/C samasekali tidak baik, terlalu berbahaya, jadi jangan pernah mau menerimanya. Selalu minta On Sight Commercial Letter of Credit.

(-). Term and Condition :
Sebaiknya mintalah irrevocable L/C, transferable and available at any bank in Indonesia.

Selain kedua hal tersebut diatas, ikutilah apa yang telah disepakati di dalam contract. Jangan lupa meminta semoga buyer mengirimkan copy L/C yang dibuka. Hal ini penting, alasannya ialah menunggu L/C tersebut tiba di Advising Bank mungkin memakan waktu. Semakin segera mendapatkan copy letter of credit semakin bagus, sehingga bila ditemukan ketidak sesuaian di dalam kondisi L/C, bisa meminta amendment (perubahan L/C) kepada pihak buyer dengan lebih cepat.

Tips bagi buyer/importer :

Begitu undangan pembukaan L/C (Proforma Invoice) diterima, periksalah secara seksama isinya, apakah jenis L/C dan Term & Condition yang diminta oleh pihak seller bisa dipenuhi atau tidak, apakah isinya sam adengan draft order / contract yang telah ditandatangani. Jika tidak ada masalah, segeralah meminta pembukaan L/C kepada bank devisa (yang nantinya akan beryindak sebagai Issuing Bank). Pastikan anda memiliki Flapond Credit yang cukup untuk menutup nilai transaksi yang akan dibayar dengan Letter of Credit. Jangan lupa sertakan draft order atau contract yang telah ditandatangani oleh pihak seller.

Tentu saja pihak bank akan melaksanakan analisa, survey atau pemeriksaan terhadap buyer, untuk mem-verifikasi mengenai kemampuan dan kesanggupan buyer untuk membayar. Jika undangan pembukaan L/C telah disetujui dan telah dibuka oleh bank, kirimkanlah copy L/C tersebut kepada pihak seller.


3). Setelah Pembukaan L/C

Tips bagi seller/exporter :

(a). Saat L/C Diterima
Begitu copy L/C diterima, periksalah isinya dan perhatikanlah hal-hal berikut ini ::
(-). Jenis L/C yang telah dibuka
(-). Term and Condition yang dicantumkan di dalam L/C
(-). Karakteristik L/C yang dibuka
(-). Latest Delivery Time
(-). Jenis penyerahan
(-). Nilai (amount) minimal dan maksimal yang dapat ditoleransi
(-). Batas selesai penyerahan dokumen (dari advising Bank ke Issuing Bank).
(-). Packing Instruction
(-). Shipping Instruction
(-). Shipping Document required

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati, maka segeralah minta amendment kepada pihak buyer.

(b). Meminta Letter of Credit Amendment

(-). Sampaikanlah undangan amendment dengan terperinci dan tegas pribadi kepada pihak buyer.
(-). Mintalah semoga copy amendment dikirimkan lewat faximile atau by e-mail. Hal ini penting, alasannya ialah bila menunggu amendment diterima oleh advising bank akan memakan waktu dan sangat mungkin akan mengganggu waktu penyelesaian barang.
(-). Jika copy amendment telah diterima, sampaikanlah copy tersebut kepada pihak advising bank, semoga bank bisa men-trace-nya pribadi ke issuing bank.
(-). Selama amendment belum diterima, janganlah melaksanakan pembelian materi baku. Jika amendment tidak difollow up oleh buyer lebih dari 2 hari, mintalah semoga Latest Delivery Time di amend sekalian.
(-). Melakukan persiapan-persiapan produksi (production set-up) tidak ada salahnya sambil menunggu L/C amendment. (mengenai amendment juga telah dibahas di Letter of Credit -serie 2).

(c). Penanganan Proses Produksi

(-). Selama proses produksi berlangsung, selalu berpatokan pada kontrak yang telah ditandatangani (mengenai materi baku, warna, ukuran dan spesifikasi lainnya).
(-). Selalu mengawasi update status proses produksi, dan selalu bandingkan dengan latest delivery time yang tercantum di dalam L/C.
(-). Pada ketika proses produksi telah mencapai 70%, lakukanlah evaluasi terperinci mengenai, kwalitas barang dan waktu penyelesaian barang dibandingkan dengan kontrak dan L/C. Jika hasil evaluasi menawarkan kemungkinan delayed dalam penyelesaian barang, segeralah bernegosiasi dengan pihak buyer, untuk membicarakan kemungkinan second amendment on L/C. Jika disetujui, maka mintalah amendment untuk kedua kalinya.

(d). Penanganan Pengemasan (Packing)

(-). Dalam proses packing, hendaknya selalu berpatokan pada packing instruction yang terlampir di dalam contract.
(-). Jika ada aba-aba yang tidak jelas, mintalah pnejelsan kepada buyer.
(-). Jika ada aba-aba yang tidak bisa dilaksanakan, konsultasikanlah dengan buyer, sampaikan ganjal an mengapa tidak bisa diikuti, hingga memperoleh persetujuan.

(e). Inspection

(-). Dalam hal L/C mensyaratkan adanya “Certificate of Inspection”, maka proses inspection akan menjadi crucial, tidak boleh disepelekan. Bagaimanapun juga barang tersebut boleh dikirimkan atau tidak, tergantung dari hasil inspeksi.
(-). Jika inspector menemukan kwalitas barang dibawah standar mutu yang telah disepakati, sehingga inspector tidak mengeluarkan certificate of inspection, pertimbangkanlah kemungkinan melaksanakan repair atau re-placement, pertimbangkan cost and time yang akan dikonsumsi.
(-). Jika kwalitas barang masih below tolerance (below AQL), maka pertimbangkanlah anjuran letter of guarantee, semoga inspector bersedia mengeluarkan certificate of inspection.


4). Penanganan Dokumen

Proses pembuatan dokumen ialah kunci penting berikutnya. Kesalahan dalam proses dokumen maupun kesalahan pada elemen dokumen yang disiapkan akan pribadi berakibat discrepancies terhadap L/C.
Adapun dokumen yang biasa diminta dalam sebuah L/C ialah :
(-). Commercial Invoice
(-). Packing List
(-). Export License (untuk export yang memerlukan quota)
(-). Country of Origin
(-). GSP Form A (untuk negara-negara EEC). GSP form G (untuk negara-negara tertentu)
(-). Full Set of Air Way Bill (untuk air shipment) atau Full set of B/L (untuk sea shipment). Dikatakan full set, alasannya ialah terkadang AWB maupun B/L dikeluarkan dalam pasangan, yaitu : Master AWB/BL yang biasanya dikeluarkan oleh pihak airline/Shipping line + haus AWB/BL yang dikeluarkan oleh Broker (Shipping agent).

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
(-).Peroses dokumen harus selalu memperhatikan aba-aba yang ada pada Letter of Credit dan Shipping Instruction.
(-). Shipper Name, Port Of Departure, Port of Destination, Notify Party dan Consignee Name, harus dicantumkan persis menyerupai yang diminta di dalam L/C.
(-). Jenis dan nama document harus persis sama menyerupai yang tercantum di dalam L/C.
(-). Pada dokumen manapun, pencantuman : nama barang, deskripsi barang, materi baku yang dipakai, unit price, measurement unit, quantity, serta total amount, termasuk Harmonized System Code yang dipakai, HARUS PERSIS SEPERTI YANG TERCANTUM DI DALAM L/C. Perbedaan satu hurup saja, ialah merupakan discrepancies.


5). Pengiriman Dokumen

Dokumen yang benar dan persis saja belumlah selesai, proses yang tidak kalah pentingnya ialah proses pengiriman dokumen. Di dalam sebuag L/C biasanya diatur mengenai pengiriman dokumen tersebut, antara lain :
(-). Kapan dokumen tersebut harus diterima paling lambat oleh Issuing Bank
(-). Dokumen Harus dikirimkan memakai courier tertentu.
Memang pengiriman dokumen ini ialah peran pihak Advising Bank, akan tetapi mengawasi (meminta up-date) status dokumen ialah penting. Keterlambatan penerimaan dokumen oleh Issuing Bank, dapat berakibat pada ditolaknya pencairan L/C.

Proses selanjunya, tinggal menunggu pembayaran L/C dari Issuing Bank melalui Advising Bank. Seharusnya Seller sudah bisa lega………………………

………………………. TETAPI…….

Bagaimana Jika dokumen ditolak oleh advising Bank alasannya ialah ditemukan penyimpangan (discrepancies) ?, apakah yang harus dilakukan ?, bagaimana cara menanganinya ?.

Scenario terburuk apakah yang mungkin terjadi atas sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, dan apa yang harus dilakukan oleh seller ?.

Silahkan ikuti di posting berikutnya :

Letter Of Credit – Serie 4 [-baca-]


Juga akan hadir :

Letter of Credit – Serie 5, mengenai :

(-). Mekanisme diskonto Letter of Credit Untuk Modal Kerja
(-). Skandal kasus pembobolan bank menggunakan modus Letter of Credit terjadi ?

Di posting sebelumnya (Letter of Credit – Serie 3) telah kita bahas cara menangani letter of credit, mulai dari persiapan menjelang pembukaan L/C hingga dengan pengiriman dokumen pencairan, yang kalau kita tarik kesimpulan maka dapat dikatakan bahwa kunci sukses penanganan Letter of Credit ialah kehati-hatian, ketelitian dan kedisiplinan semua pihak yang terlibat dalam menangani setiap proses yang dilalui.

Akan tetapi, toh tetap saja ada kemungkinan discrepancies (penyimpangan). Dari pengalaman saya langsung (sekitar tahun 1997-2000), kalau saya sampling, saya menemukan hanya ada 1 Letter of Credit yang benar-benar dapat berjalan mulus tanpa discrepancies samasekali, dari 10 Letter of Credit (1 :10).

Keberhasilan membuat L/C mulus tanpa discrepancies, sungguh menyenangkan. Tetapi ketika pengajuan dokumen pencairan L/C ditolak ?, terbayanglah kerugian perusahaan sudah didepan mata, barang sudah diberangkatkan, tetapi L/C tidak dapat dicairkan !. Pahit rasanya…. Berhadapan dengan birokrasi bank yang memang super ketat (subject to zero tolerance).

Harus mencari cara semoga L/C tersebut mampu dicairkan, atau setidaknya pembayaran mampu diperoleh. Memang pekerjaan fixing selalu tidak enak. Tetapi ketika usaha-usaha itu berhasil, tidak hanya sekedar rasa senang yang kita peroleh, tetapi rasa senang, puas dan mungkin mampu dibilang rasa bangga. Feel like a hero.. ! :-)

Sebagian besar discrepancies tidak mampu dikoreksi, namun Ada beberapa jenis discrepancies yang masih memungkinkan untuk dilakukan revisi dan dikirim ulang.

Di Letter of Credit – Serie 4 ini, kita bahas semua.


Discrepancies Dalam Letter of Credit dan Cara Mengatasinya

Penyimpangan (discrepancies) mampu terjadi disemua adegan L/C, akan tetapi secara garis besar, berada di 2 (dua) area berikut :

1). Penyimpangan Dalam Dokumen (Document Discrepancies)

Perbedaan antara dokumen dengan L/C merupakan jenis discrepancies yang paling sering dan mudah terjadi, hal ini disebabkan oleh sifat L/C yang begitu strictly terhadap kesesuaian. Samasekali tidak boleh ada perbedaan antara yang dinyatakan di dalam dokumen dengan yang dinyatakan di dalam L/C. Terlebih-lebih dokumen export yang blankonya disediakan oleh Institusi pemerintah maupun bank yang masih harus diketik secara manual (misalnya PEB, Export Licence, Commercial Invoice, GSP Form A). Untungnya, jenis discrepancy ini termasuk yang mampu direvisi. Berikut ialah hal-hal yang biasa membuat suatu dokumen ditolak oleh bank dan cara mengatasinya :

a). Pencantuman nama dokumen tidak sesuai dengan L/C. Ketidak sesuaian mampu karena kurang lengkap disebutkan, salah eja, bahkan hanya karena salah ketik satu abjad saja.
Misalnya : Di dalam L/C disebut “Commercial Invoice”, tetapi dalam dokumen export disebut “Invoice” saja, atau diketik “Invoice Comercial” (kurang abjad m), atau diketik “Commercial Invoices” (lebih abjad s).
b). Perbedaan : kode, nama, deskripsi, warna, ukuran barang antara yang disebutkan di dalam dokumen dengan yang disebutkan di dalam L/C.
c). Perbedaan : nama materi baku barang
d). Perbedaan : jumlah barang dan satuan ukuran
e). Perbedaan : unit price dan total amount
f). Perbedaan : HS code
g). Pencanutuman keterangan beneficiary (name & full address), bank account (name & full address), dan account number
h). Salah menyebutkan quota category number
i). Tulisan atau angka yang diperbaiki (di type-x)
j). Tulisan atau angka yang dicoret
k). Salah mencantumkan : Nama Shipper dan atau Port of Departure, dan atau Port of Destination, dan atau Notify Party, dan atau Consignee Name.

Jika discrepancies terjadi di wilayah ini, maka segeralah tarik dokumen dari bank untuk direvisi.

Untuk menyingkat waktu, dokumen-dokumen yang dikeluarkan, ditandatangani atau dilegalisir oleh institusi luar (Kantor Deperindag, Bea Cukai atau Bank) sebaiknya jangan dibuat ulang, tetapi lakukanlah koreksi. Koreksi atas dokumen-dokumen tersebut dapat diterima oleh bank sepanjang koreksi tersebut dilegalisir (di stempel dan ditandatangan oleh pejabat yang berwenang di institusi tersebut.

Jika revisi dokumen telah selesai dikerjakan, kirimkan (serahkan) kembali kepada pihak advising bank. Melihat keterbatasan waktu, lakukanlah dalam hari yang sama untuk menarik dokumen, melaksanakan revisi dan pengiriman kembali.


2). Batas Waktu (Latest Delivery Time, L/C Expiration Date & Latest Presentation Date)

a). Latest Delivery Date

Adalah tanggal batas selesai penyerahan barang. Apabila kondisi penyerahan barang Free on Board (FOB) maka yang dijadikan patokan ialah tanggal yang tercantum pada Air Way Bill (AWB) untuk air shipment, atau Bill of Lading (BL) untuk sea shipment. Sedangkan kalau kondisi penyerahan barang ialah C&F atau CIF, yang dijadikan patokan tanggal ialah tanggal tibanya barang di pelabuhan tujuan.

Dikatakan menyimpang (discrep) apabila tanggal yang tercantum di AWB/BL atau tanggal tibanya barang di pelabuhan tujuan, sesudah Latest Delivery Time yang tercantum di dalam L/C.

b). L/C Expiration Date

Adalah tanggal masa berlaku nya L/C, meliputi dari L/C dikeluarkan hingga batas selesai penerimaan dokumen oleh Issuing Bank.

c). Latest Presentation Date

Adalah tanggal batas selesai penerimaan dokumen pencairan L/C oleh Issuing Bank.

Dikatakan menyimpang apabila, dokumen yang dikirim oleh advising bank diterima setelah Latest Presentation Date yang tercantum di dalam L/C.

Penyimpangan jenis manapun yang terjadi diantara ketiga batas waktu di atas, ialah merupakan discrepancies yang tidak mampu direvisi. Artinya L/C sudah pasti gagal. Proses pencairan L/C sudah tidak mungkin dapat diselamatkan.

Ini ialah skenario terburuk yang mungkin terjadi atas transaksi yang menggunakan Letter of Credit sebagai instrument pembayaran.

Apakah pembayaran masih mungkin mampu diperoleh ?.

Apa yang harus dilakukan ?

Ada beberapa jalan yang mungkin mampu dilakukan :

1). Discrepancies terhadap Latest Delivery Time

Keterlambatan beberapa hari dari Latest Delivery Time, masih mungkin dimintakan “back date” atas Air Way Bill atau Bill of Lading kepada Airline atau shipping Line. Yang dimaksud dengan “back date” disini adalah, mencantumkan tanggal Air Way Bill atau Bill of Lading maju beberapa hari dibandingkan tanggal yang sebenarnya.

Pertanyaannya ialah : apakah Shipping Lines/Airlines akan bersedia melakukannya ?.

Biasanya (tidak mampu dijadikan ajaran pasti) :

(-) Jika pengiriman lewat udara dengan “direct flight” (tanpa connecting), biasanya airline tidak akan bersedia melaksanakan back date walaupun cuma untuk satu haripun.
(-) Jika pengiriman lewat udara dengan connecting flight (berganti pesawat di negara tertentu), mungkin airlines mau melaksanakan back date untuk 1(satu) hari saja.
(-) Jika pengiriman lewat laut, biasanya shipping line bersedia melaksanakan back date untuk 1 (satu) hari hingga dengan 7 hari.
Sekali lagi yang di atas tidak mampu dijadikan ajaran pasti, tetapi peluang sekecil apapun sebaiknya dicoba saja, kita tidak akan pernah tahu kalau tidak mencobanya bukan ?.


2). Discrepancies terhadap L/C Expiration Date atau Latest Presentation Date.

Discrepancies jenis ini samasekali tidak mampu diselamatkan. Harus terima kenyataan bahwa L/C telah gagal.

Apakah berarti pembayaran atas transaksi ini sudah TIDAK mungkin mampu diperoleh ?.

Jangan putus asa dahulu, masih ada beberapa jalan lagi yang mungkin mampu menyelamatkan perusahaan dari kerugian, yaitu :

Cobalah bernegosiasi dengan pihak buyer, kalau hanya keterlambatan beberapa hari sangat mungkin buyer masih mampu mendapatkan pengiriman barang tersebut, dan tentu saja juga masih bersedia melaksanakan pembayaran.

Bukankah L/C sudah gagal ?.

Jika buyer masih bersedia mendapatkan keterlambatan tersebut, mintalah buyer supaya memerintahkan Issuing Bank untuk meng-“accept”, dokumen tersebut dan mencairkan pembayaran. Tentu saja mekanisme pembayaran sudah tidak menggunakan letter of credit lagi, tetapi melalui Telex Transfer. Agar buyer mampu melaksanakan perintah accept kepada Issuing Bank, mintalah swift code kepada Advising Bank. Lalu sampaikan swift code tersebut kepada pihak buyer, untuk kemudian buyer menginformasikan swift code tersebut kepada Issuing Bank, bersamaan dengan perintah accept.


Semoga Tips ini bermanfaat.


Masih ada satu topik menarik lagi dari serie Letter of Credit : Letter of Credit – Serie 5 , yaitu mengenai :

(-). Bagaimana mekanisme diskonto atas Letter of Credit untuk modal kerja.
(-). Pembobolan Bank dengan menggunakan modus L/C fiktif.

Tanpa dijelaskanpun, kita sebagai orang accounting tahu persis bahwa “Harga Jual” tidak sama dengan “Harga Pokok Penjualan”. No doubt. Yang hendak dibahas dalam artikel ini yakni “Harga Jual” yang di set (dirancang) sedemikian rupa sehingga menjadi sama dengan “Harga Pokok Penjualan”, yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan UNDER VALUE. Mengapa under value dilakukan ?, bagaimana under value dirancang ?, bagaimana kajian perpajakannya?, apakah ini legal ?.


Harga Jual

Secara sederhana harga jual yang dimaksudkan disini yakni harga atas penyerahan produk/jasa yang dihasilkan. Atau nilai setara uang tertentu atas penyerahan suatu barang/jasa.

Struktur Harga Jual Normal

Harga Jual dari suatu produk/jasa terdiri dari :

* Cost Of Good Sold (Harga Pokok Penjualan)
Segala bentuk pengeluaran yang terkait dengan harga pokok dari barang/jasa tersebut, yang masing-masing bidang usaha berbeda strukturnya. Secara umum terdiri dari : Penggunaan Bahan Baku (untuk industri), Biaya Tenaga Kerja Langsung (semua bidang usaha), Overhead (Semua bidang usaha). Penggunaan Persediaan Barang Kaprikornus (untuk industri & Dagang). Masing-masing elemen Cost ini terpilah-pilah lagi menjadi elemen yang lebih kecil lagi. Disini tidak akan dibahas lebih jauh lagi mengenai pemilihan unsure-unsur yang lebih kecil lagi, sebab artikel ini tidak dimaksudkan untuk itu. Akan kita bahas dilain kesempatan khusus mengenai Struktur Cost.

* Expenses (Biaya Operasional)
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak mampu dihubungkan dengan produk/jasa yang dihasilkan. Artinya, pengeluaran-pengeluaran ini tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah/volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : Biaya Gaji Pegawai Tetap, Biaya Telepon, Office Supplies, Biaya Sewa Gedung, Biaya Asuransi, dan lain sebagainya.

* Interest (Biaya Bunga)
Jika modal yang dipergunakana bersumber dari perlindungan (bank, institusi pembiayaan lainnya), maka bunga atas perlindungan tersebut diperhitungkan dalam struktur harga jual.

* Tax (Pajak)
Pajak yang diperhitungkan dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) dan PPn atas pembelian materi baku atau lainnya. Sedangkan retribusi, bea meterai, bea masuk (untuk importer), PPn atas pembelian materi baku, dan pajak-pajak lainnya sudah termasuk dalam perhitungan cost & expense. Sedangkan PPh Pasal 23, Pph Pasal 4 (2), PPh Pasal 21 yakni withholding tax yang dalam hal ini perusahaan hanya bertindak selaku pemungut (bukan episode dari cost maupun expense dari entity).

* Profit Margin (Laba)
Setiap usaha tentunya dibuat untuk menghasilkan laba, dan untuk maksud tersebut perusahaan memasukkan unsur profit margin dalam perhitungan harga jual atas produk/jasa yang akan diserahkan. Mengenai besaran profit margin yang di set tentunya tergantung dari goal yang diset.


Penjualan dan Harga Jual

Harga jual besar lengan berkuasa eksklusif terhadap penjualan, untuk volume/jumlah penjualan yang sama, semakin tinggi harga jual makin tinggi pula penjualan yang akan dihasilkan.


Kaitan Harga Jual dengan Harga Pokok Penjualan

Dalam struktur harga normal, menyerupai telah dijelaskan di depan, Harga Pokok Penjualan yakni komponen utama dalam struktur harga suatu produk/jasa, dimana Harga Pokok Penjualan memiliki kontribusi terbesar terhadap harga jual.


Kaitan Harga Jual dengan Laba

Laba secara eksklusif dipengaruhi oleh harga jual, tepatnya struktur harga secara eksklusif besar lengan berkuasa terhadap laba yang akan dihasilkan. Jika “Profit Margin” tidak diperhitungkan dalam struktur harga, maka tidak akan ada laba. Jika dalam struktur harga profit margin dihitung hanya 10% maka laba yang akan dihasilkan oleh produk/jasa tersebut tentunya juga 10%.


Bagaimana Praktek Ini Dirancang ?

Jika perusahaan memakai system yang sudah terintegrasi, maka hal ini sangat mudah untuk dilakukan. Apalagi system sudah dirancang sedemikian rupa.
Sederhananya dilakukan dengan cara :
(-) Mula-mula dicari consumption dari produk/jasa yang sedang dihitung harga jualnya, yang meliputi : Raw Material beserta PPn-nya, component beserta PPn-nya (jika ada), labour cost, dan serta estimate overheadnya. Maka Harga Pokok Atas produk tersebut sudah mampu diketahui.
(-) Pada dikala product development, benar-benar dibandingkan antara estimasi dengan real cost yang terjadi, kalau consumption tidak berubah, maka Harga Pokok Penjualan sudah mampu ditentukan. Jika masih berubah-ubah, berarti estimasi dan kalkulasi cost belum akurat. Disempurnakan lagi sampai karenanya benar-benar stabil.
(-) Jika sudah stabil, maka harga pokok tersebut dijadikan standard cost untuk produk tersebut, dimasukkan ke dalam system sebagai harga jual.

Setiap perubahan harga terjadi pada salah satu komponen harga, maka struktur harga direvisi, dan standard cost diupdate, maka harga jual juga ter-upadte. Demikian lah terus terjadi setiap kali ada update, sehingga posisi Harga Jual = Harga Pokok Penjualan tersebut tetap mampu dipertahankan.


Siapa dan Dimana Praktek Under Value Berpotensi Terjadi ?

Praktek menyerupai ini berpotensi dilakukan oleh corpoarate gila yang memiliki anak perusahaan di Indonesia (mungkin juga dinegara lain) yang merupakan subyek PPh Badan. Harga jual yang equal dengan Harga Pokok Penjualan biasanya diterapkan pada perusahaan anaknya yang berada di Indonesia. Perusahaan induk bertindak selaku pembeli.


Mengapa Under Value Dilakukan ?

Dari penjelasan-penjelasan di atas, obviously mampu kita lihat mengapa ada perusahaan yang membuat harga produk/jasanya sedemikian rupa sehingga menjadi sama (equal) dengan Harga Pokok Penjualannya (Under Value). Dengan under value ada dua kemungkinan benefit yang dipetik :

(-) Under value, dimaksudkan semoga si peserta barang (perusahaan induk) mampu menekan bea masuk dan pajak import. Seperti pernah saya bahas di artikel saya yang lain. Dasar Pengenaan Bea Masuk maupun Pajak Import, yakni Cost Insurance & Freight (CIF). Artinya nilai barang besar lengan berkuasa eksklusif terhadap bea masuk maupun pajak import.

(-) Jelas supaya mengahsilkan “zero (0) profit”, ya, laba nihil. Laba nihil tentunya akan membuat Pajak Penghasilan Nihil juga.

Benarkah praktek menyerupai demikian, akan membuat perusahaan benar-benar terbebas dari kewajiban pajak ?.


Kajian Perpajakannya

Tidak ada penghasilan yang mampu benar-benar terbebas dari pajak. Dalam kasus under value, memang benar anak perusahaan di Indonesia yang bertindak selaku exporter tidak akan kena Pajak Penghasilan Badan, sebab besarnya “Penjualan” tidak lebih besar dari “Harga Pokok Penjualannya”, sehingga labanya nihil, bahkan rugi.
Akan tetapi bagi perusahaan induknya di luar negeri, sebab harga beli barang yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang seharusnya (under value), maka setelah terjadi realisasi penjualan dan laba rugi dihitung, Laba perusahan induk akan nampak di laporan keuangan perusahaan menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Dengan demikian, maka perusahaan induk sebetulnya akan membayar pajak penghasilan yang lebih besar dari yang seharusnya bukan ?.
Pembengkakan corporate income tax perusahaan induk ini akan mengkompensasi bebas pajaknya yang di Indonesia. Kalau dikonsolidasikan, antara laporan keuangan perusahaan induk dengan perusahaan anak, maka beban pajaknya sebetulnya sama saja, antara harga jual biasa dengan under value.

Jika tariff pajak di negara perusahaan induk memang lebih rendah dengan negara dimana anak perusahaan berada, mampu jadi akan ada benefit dari praktek under value ditinjau dari segi perpajakannya.

Gejala apakah ini ?, apakah pengusaha gila yang melaksanakan praktek penerapan akuntansi menyerupai ini tidak mempertimbangkan hal tersebut ?. Bukankah karenanya sama saja ? apakah sebab faktor nasionalisme ?.

Tidak juga, perusahaan membayar lebih pada pajak penghasilan di perusahaan induknya, telah terkompensasi oleh bebas pajak penghasilannya di Indonesia, PLUS bea masuk dan import tax-nya yang rendah akhir under value ini.


Kajian Legal
Apakah praktek menyerupai ini mampu dibenarkan ?. Jelas tidak mampu dibenarkan. Negara tujuanpun tidak akan membenarkan praktek menyerupai itu. Karena akan mengurangi bea masuk dan pajak import. Akan tetapi apabila under value dirancang demikian rupa, sehingga harga jual kelihatan masih dalam range yang wajar, maka praktek itu tidak akan mudah untuk dibuktikan oleh pemeriksa, sepanjang perusahaan tidak mengatakan itu sebagai praktek under value.

Author’s Note :

Tak sedikit yang bertanya, “Apakah Bea Masuk sanggup dikreditkan ? bagaimana cara mengkreditkannya ?”. Dari pertanyaan ini, saya pikir masih banyak salah pengertian dan salah pemahaman mengenai : BEA MASUK

Saya merasa bersalah dikarenakan telah memposting mengenai : Import Duty Calculation (Perhitungan Bea Masuk) tanpa menunjukkan pemahaman yang cukup mengenai “Apa itu Bea Masuk ?”. Sebagai seruan maaf, pengantar mengenai Bea Masuk saya berikan di sini.


Pengertian Bea Masuk (Import Duty)

Dasar Hukumnya :
Tentang Kepabeanan : Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612).
Tentang Cukai : Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613).

Pengertian Bea Masuk (BM) atau dalam bahasa inggrisnya “IMPORT DUTY”
Bea masuk yaitu bea yang dikenakan atas barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean dan diperlakukan sebagai barang import, oleh balasannya terutang Bea Masuk.

Yang Bertanggung Jawab Untuk Membayar Bea Masuk
Importir bertanggung jawab atas Bea Masuk barang yang diimpornya melalui sistim menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment).

Cara Penetapan dan Tujuan Penetapan
Bea Masuk ditetapkan dengan menggunakan “Dasar Penghitungan Bea Masuk (DPBM)” yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Keuangan, dan tujuannya yaitu untuk kepastian penghitungan dan memperlancar pengajuan Pemberitahuan Pabean oleh importir.

Saat Pembayaran (Pelunasan)
Bea masuk dilunasi selambat-lambatnya pada dikala barang akan dikeluarkan dari daerah pabean (kecuali import yang biayanya ditangguhkan atau dibebaskan)


Besaran Bea Masuk

Kutipan Keputusan Menteri Keuangan No. 491/KMK.05/1996, Tgl. 31-07-1996 :
“Bea Masuk dihitung berdasarkan tarif Bea Masuk dikalikan dengan Nilai Pabean barang impor yang bersangkutan”.


Tarif :
Untuk penghitungan Bea Masuk didasarkan pada ketentuan perihal pembagian terstruktur mengenai barang dan besarnya tarif Bea Masuk atas barang impor.

Nilai Pabean :
Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yaitu Nilai pabean dengan kondisi Cost, Insurance, dan Freight (CIF).

Cost (FOB Cost) :
Harga Barang dimport hingga pada dek Kapal/pesawat pengangkut, atau biasa disebut Free On Board (FOB)

Insurance (Asuransi) :
Besarnya asuransi untuk menghitung Nilai Pabean ditetapkan sebagai berikut :
Dalam hal asuransi ditutup di luar negeri, didasarkan pada premi asuransi yang tertera pada polis asuransi.
Dalam hal asuransi ditutup di dalam negeri, besarnya premi asuransi untuk penghitungan Nilai Pabean dianggap nihil.
Dalam hal tidak ada polis asuransi, besarnya premi asuransi ditetapkan berdasarkan tata cara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Freight (Biaya Angkut) :
Biaya angkut (freight) untuk menghitung Nilai Pabean bagi barang impor didasarkan atas biaya angkut yang bahwasanya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Jika menggunakan angkutan udara (Air Shipment) yang diberlakukan yaitu rate IATA.


Catatan : Mengenai cara menghitung Bea Masuk, silahkan baca Tips : Import Duty Calculation (Perhitungan Bea Masuk) [-baca-]


Besarnya Nilai Pabean Dalam Rupiah
Diperoleh dari perkalian antara Nilai Pabean dalam valuta abnormal dengan Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tempat Pembayaran Bea Masuk
Untuk pelaksanaan pembayaran Bea Masuk dan pungutan negara lainnya dalam rangka impor dibayar melalui Bank Devisa atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Bea Masuk Tidak Dapat Dikreditkan
Bea Masuk tidak sanggup dikreditkan. Akan tetapi sanggup "ditangguhkan" atau "dibebaskan".


Catatan :

Mengenai “Penangguhan dan Pembebasan Bea Masuk”, segera akan di posting di sini.

Juga akan diposting sini mengenai “Perlakuan Akuntansi Atas Bea Masuk dan Pajak Import”, secara terpisah.

Silahkan bookmark blog ini dengan mengklik tombol book mark di ujung bawah halaman ini, biar sanggup dengan gampang kembali ke sini tanpa perlu menghabiskan waktu untuk surfing kemana-mana :-)

Pernah tahu ihwal Sample Of Non-commercial Value ?. Bagi yang sudah di perdagangan export-import pasti sudah tidak absurd lagi, terutama yang pernah di posisi merchandiser, that's good. Tapi di artikel ini saya akan melihatnya dari sudut accounting dan perpajakannya. Apa itu Sample Of Non-Commercial Value ?, Mengapa Sample Of Non-commercial Value?, Bagaimana memposting-nya?. Bagaimana dampak perpajakannya ?. Kita bahas satu persatu di sesi berikutnya.


Apa itu Sample of Non-commercial Value ?

Dalam perdagangan export-import, sebelum pemesanan (placing order) biasanya pembeli (buyer/Importer) akan meminta penjual (seller/exporter) untuk mengirimkan pola barang (samples). Begitu juga sebelum produksi dimulai, buyer akan meminta dikirimkan pre-production sample. Kesemua contoh-contoh barang tersebut biasanya tidak berbayar.

Pada ketika akan dikirimkan, sample tersebut harus dibuat supaya tidak dalam kondisi yang sempurna, dengan kata lain; sengaja dibuat cacad, dalam istilah merchandising-nya disebut dengan "multilated", lalu diberi goresan pena "Sample Of Non-commercial Value". Multilated mampu dilakukan dengan menggunting, mencoret dengan spidol anti air, atau mempoton/mematahkan salah satu bab yang tidak vital.

Pengiriman barang keluar negeri, meskipun hanya berupa contoh, tetap harus disertai dengan dokumen pengiriman, minimal invoice dan packing list. Di dalam invoice harus disebutkan "Sample Of Non-commercial Value". Dan yang paling penting.... perhatikan baik-baik... Harga yang dicantumkan di dalam invoice di buat sangat kecil (UNDER VALUE), biasanya tak lebih dari USD 1.00/unit.

Mengapa Sample Of Non-Commercial Value ?

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa sample-sample tersebut dimaksudkan hanya untuk tujuan pemeriksaan kwalitas saja (bentuk, ukuran, warna dan spesifikasi lainnya), bukan untuk diperjual belikan. Seller pun tidak akan mendapatkan pembayaran atas pengiriman sample tersebut. Dengan demikian, maka Sample Of Non-Commercial Value Statement dimaksudkan supaya :

(-). Tidak dibutuhkan dokumen export yang lengkap (termasuk tanpa export licence/quota), melainkan cukup dengan Invoice dan Packing list saja.

(-). Agar Buyer (importir) tidak dikeneakan Bea Masuk maupun Pajak Import.



Bagaimana Perlakuan Akuntansinya ?


Karena sample ini memang dibuat dan dikirimkan bukan untuk dimaksudkan untuk diperdagangkan, dengan bahasa akuntansi mampu dikatakan bahwa pengeluaran untuk sample tersebut tidak akan berpotensi untuk menghasilkan return (cash). Oleh alasannya itu, maka pengeluaran atas sample ini BUKAN BAGIAN DARI HARGA POKOK PRODUKSI (Production Cost) dan juga tidak dimasukkan ke dalam HARGA POKOK PENJUALAN (Cost of Good Sold). Dengan demikian, perlakuan akuntansinya dapat kita rumuskan sebagai berikut :


* Penggunaan Bahan Baku / Bahan Penolong :

Jika untuk pembuatan sample tersebut memerlukan materi baku dan materi penolong, maka atas pembelian materi baku tersebut tidak dicantumkan sebagai pembelian materi baku atau materi penolong, melainkan pribadi dibebankan sebagai biaya di periode yang sama dengan mencatatnya sebagai Biaya Sample (Research & Development), mampu juga dibebankan sebagai Biaya Marketing dan Promosi (Marketing & Promotion). Maka jurnalnya :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

Jika untuk pembuatan sample tersebut memakai materi baku dan materi penolong yang telah ada di gudang, maka atas pengeluaran materi baku/bahan penolong tersebut tidak dicatat sebagai Barang dalam Proses (Work in Process), melainkan pribadi dicatat sebagai Biaya Sample (Research & Development) atau Biaya Marketing & Promosi, sedangkan persediaan materi baku yang diambil tetap dicatat di sisi kreditnya. Jurnalnya menjadi sebagai berikut :


[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx


* Penggunaan Tenaga Kerja :

Jika dalam pembuatan sample tersebut dipergunakan tenaga kerja pribadi (buruh, tukang, pegawai harian, pegawai borongan), maka pembayarannya tidak dicatat sebagai Biaya Tenaga Kerja Langsung, melainkan dicatat :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx


* Pada ketika sample tamat dikerjakan :


Jika barang hasil produksi (bulk production) dicatat sebagai inventory untuk meng-convert Persediaan Barang Dalam Proses, sedangkan untuk sample ini tidak dilakukan pencatatan.


* Packing & Shipping :

Segala pengeluaran terkait dengan pengemasan (Packing) dan pengiriman (Shipping / Courrier), tidak dicatat sebagai Packing atau Shipping Cost, melainkan pribadi dicatat sebagai Reasearch & Development expense. Jurnalnya sama aja dengan jurnal sebelumnya.


* Pelaporannya :

Research & Development atau Marketing & Promotion dikelompokkan ke dalam kelompok Biaya Operasional (expenses).



Tinjauan Perpajakannya


* Pembebanan :

Seperti biasa hukum dasar perpajakan, untuk melegitimasi suatu beban, yang menjadi dasar pertimbangan utama ialah bukti transaksi dan alur transaksi. Sepanjang atas pengeluaran tersebut tersedia bukti transaksi dan didukung oleh alur transaksi yang memadai, maka itu legitimate (syah?) untuk dibebankan. Perkara itu dikelompokkan sebagai Harga Pokok Penjualan atau ke dalam biaya operasional tidaklah penting, karena pada dasarnya akan tetap menjadi faktor pengurang potensi laba, yang artinya juga pengurang potensi pajak.


* Penjualan atas Sample Of Non-commercial Value :

Sekali lagi, yang menjadi materi pertimbangan ialah bukti transaksi dan alur transaksi. kaitannya dengan penjualan export, yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan ialah :

(-) Dokumen export : Pada invoice pengiriman sudah dinyatakan sebagai "Sample Of Non-commercial Value".

(-) Penerimaan Kas : Tidak ada kas masuk (wire/cash payment) yang spesifik terkait dengan pengiriman sample tersebut.


Atas kedua pertimbangan tersebut, maka under value didalam commercial invoice tersebut adalah legitimate (diakui?).

Sebelum masuk ke topik utama, yaitu Pembebasan Bea Masuk, Pengkreditan PPn Import dan PPh Import, saya merasa perlu meluruskan beberapa BIG CONFUSSION yang mungkin selama ini masih simpang siur.

Kesimpangsiuran antara istilah BEA MASUK dan PAJAK IMPORT

Biaya yang dikenakan oleh pemerintah terhadap importer atas suatu import barang ada 2 jenis besar :

BEA MASUK (Import Duty) : Adalah merupakan cukai, atau istilah dulunya mungkin upeti atas barang dagangan yang jaman dahulu dipungut oleh syahbandar. Bea Masuk (Import Duty) dihitungan dengan mengalikan CIF (Cost + Insurance + Freight) X Tariff, dimana pentarifan-nya didasarkan atas pembagian terstruktur mengenai barang yang diimport (Harmonized System Codes). Untuk cara dan tumpuan penghitungan silahkan baca : Import Duty Calculation [-baca-], dan untuk Harmonized System Codes, silahkan baca : Memahami Harmonized System Codes [-baca-].

PAJAK IMPORT (Import Tax) : Adalah jenis pajak atas import barang, ada 2 jenis pajak yang dikenakan, yaitu : Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh). Untuk cara dan tumpuan penghitungan Pajak Import, silahkan baca : Import Tax Calculation [-baca-].

Total Keseluruhan biaya yang dikenakan atas import, ialah adonan kedua elemen biaya diatas, yang diistilahkan dengan : DUTY & TAX.

Masih gundah dengan kedua istilah di atas ?, bila masih bingung, berarti KETERLALAUAN :-P hAhAhAhA……(just kidding). Saya rasa sudah cukup jelas. Kalau belum terang juga silahkan tanya, tidak apa-apa :-).


Kesimpangsiuran istilah PEMBEBASAN dan PENGKREDITAN

BEA MASUK : tidak sanggup dikreditkan, tetapi sanggup minta Pengembalian, Keringanan, atau Pembebasan bea masuk.

PAJAK IMPORT : tidak sanggup diringankan atau dibebaskan, tetapi sanggup dikreditkan dengan kewajiban pajak lainnya yaitu ( PPn Masa & PPh Tahunan ).

Saya berharap tidak ada lagi pertanyaan terbalik : “ Apakah Bea Masuk sanggup dikreditkan ?”, atau “apakah Pajak Import Dapat dibebaskan ?”.

Sudah siap ke hidangan utama ?, bila sudah silahkan lanjutkan baca (pilih salah satu) :

Pengembalian, Keringanan dan Pembebasan Bea Masuk [-baca-]

Mengkreditkan PPn Import [-baca-]

Mengkreditkan PPh Import (PPh Pasal 22) [-baca-]

Pengembalian, pembebasan atau dispensasi sanggup diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :


1). Kelebihan pembayaran bea masuk tanggapan :

a). Kesalahan penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai atas barang impor.

b). Perbedaan penetapan tarif dan nilai pabean, dengan penetapan kembali tarif dan nilai pabean oleh dirjen bea dan cukai.

c). Kesalahan tata usaha, antara lain yaitu kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif.
2). Impor barang yang mendapat akomodasi pembebasan atau dispensasi bea masuk.
3). Impor barang yang oleh lantaran tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
4). Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk digunakan kedapatan jumlah yang bergotong-royong lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah
5). Kelebihan pembayaran bea masuk sebagai tanggapan putusan forum banding.

Caranya :

Importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Jika permohonan pembebasan atau dispensasi bea masuk disetujui, eksekutif jenderal bea dan cukai a.n. Menteri keuangan menerbitkan keputusan pembebasan atau dispensasi bea masuk.


Syarat (embel-embel :-P ) Pengembalian, Keringanan & Pembebasan Bea Masuk

Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi indonesia

Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun pada kawasan usahanya semua dokumen, catatan dan pembukuan yang berkaitan dengan pembebasan atau dispensasi bea masuk atas import.


Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan kepabeanan, direktorat jenderal bea dan cukai melaksanakan pengawasan fungsional dan post audit atas pembukuan, catatan dan dokumen pengusaha/importir yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan barang.

Berdasarkan hasil audit, pengusaha/importir bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk, cukai, ppn, dan pph pasal 22 impor yang terutang, dan hukuman manajemen berupa DENDA.

Artikel Export-Import lain yang terkait :

Pengantar Bea Masuk [-baca-]
Import Duty Calculation - Menghitung Bea Masuk [-baca-]
Memahami Harmonized System (HS) [-baca-]
Pembebasan Bea Masuk, Kredit PPn & PPh Import [-baca-]
Import Tax Calculation (Perhitungan Pajak Import) [-baca-]
Mengkreditkan PPn Import [-baca-]
Mengkreditkan PPh Import (Pasal 22) [-baca-]

PPn Import sanggup dikreditkan terhadap kewajiban PPn, yaitu dengan memasukkan unsur PPn Import ini pada Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPn.
(Mengenai cara menghitung PPn Import silahkan baca : Import Tax Calculation - Menghitung Pajak Import [-baca-] ). Yang dibawah ini ialah CARA MENGKREDITKAN PPn IMPORT.


Contoh perkara :

Atas Import materi penolong dari china, dikenakan PPn Import sebesar Rp 1,500,000,- dan telah dilunasi, pada kala (bulan) yang sama, terjadi :

Penjualan Lokal sebesar : Rp 345,761,500,
sehingga Faktur Pajak Keluarannya : Rp 34,576,150,-

Pembelian Bahan Baku sebesar : Rp 128,035,710,
sehingga Faktur Pajak Masukannya : Rp 12,803,571,-

PPn Import sebesar Rp 1,500,000

Maka PPn terhutangnya = 34,576,150 – 12,803,571 – 1,500,000 = Rp 20,272,579,- dibulatkan menjadi Rp 20,272,500,-


Cara memasukkan PPn Import ke SPM PPn :

PPn Import yang sebesar Rp 1,500,000 diatas dimasukkan ke dalam Formulir 1195 SPM PPn abjad 1.3.1, kolomPada Bulan Ini”, sedangkan akumulasinya dimasukkan pada kolom “s.d. Bulan Ini” perhatikan screen shoot di bawah :


 sanggup dikreditkan terhadap kewajiban PPn MENGKREDITKAN  PPn IMPORT-baca-]
Mengkreditkan PPh Import (Pasal 22) [-baca-]
Pengantar Bea Masuk [-baca-]
Import Duty Calculation - Menghitung Bea Masuk
[
-baca-]
Memahami Harmonized System (HS)
[
-baca-]
Pembebasan Bea Masuk, Kredit PPn & PPh Import
[
-baca-]

Apa itu Letter of Credit dan Mengapa Penting Untuk Diketahui ?

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memperlihatkan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melaksanakan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) mempunyai kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jikalau pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jikalau bank telah mendapatkan dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bab accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar prosedur kerja letter of credit yakni penting, sehingga sanggup diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai prosedur "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" yakni sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang memakai instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap aba-aba (instruction) maupun seruan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini yakni tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bab Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang memakai Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran yakni Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut akad seller dengan buyer, yakni diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan akad antara buyer dengan seller atau tidak.


Selanjutnya…………….
Letter of Credit - Serie 2 [-baca-]
Short Description :
(-). Ada berapa macam Letter of Credit ?
(-). Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses Letter of Credit ?
(-). Bagaimana alur proses Letter of Credit ?
(-). Apa saja isi (elemen) dari sebuah Letter of Credit ?
(-). Bagaimana karakteristik sebuah Letter of Credit ?

Letter of Credit - Serie 3 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Bagaimana menghindari discrepancies (penyimpangan) atas sebuah Letter of Credit ?

Letter of Credit - Serie 4 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Apa yang harus dilakukan jikalau terlanjur terjadi discrepancies ?
(-). Apa skenario terburuk yang mungkin terjadi atas sebuah transaksi yang memakai Letter of Credit ?.
Letter of Credit - Serie 5 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Bagaimana sebuah Letter of Credit bisa dipergunakan sebagai materi pengajuan kredit export (untuk modal kerja), dan bagaimana prosedur diskonto atas sebuah Letter of Credit ?
(-). Bagaiaman skandal kasus pembobolan bank memakai modus Letter of Credit terjadi ?

Jenis - Jenis Letter of Credit

Ada 3 (tiga) macam Letter of Credit, yaitu :

(a). Commercial Letter of Credit
Commercial Letter of Credit merupakan instrument pembayaran utama, dimana proses pembayaran dilakukan oleh bank begitu dokumen diterima.

(b). Standby Letter Of Credit
Standby Letter of Credit merupakan instrument pembayaran kedua sesudah instrument pembayaran yang lain (Telex Transfer, Cash on Delivery, dll). Artinya : Standby Letter Of Credit hanya akan dicairkan apabila buyer tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar dengan memakai instrument utamanya. Dengan kata lain Standaby L/C hanya merupakan instrument pembayaran cadangan. Standby Letter of Credit hanya merupakan alat yang menawarkan kemampuan bayar buyer (pembeli) bukan L/C yang serta merta sanggup dicairkan. Standby Letter of Credit dicairkan dengan cara menawarkan draft instrument pembayaran yang utama dan menawarkan bukti-bukti bahwa buyer tidak melakukan kewajibannya membayar.

c). Back to Back Letter of Credit
Adalah sebuah L/C yang dibuka untuk pihak seller, dimana L/C yang gres dibuka tersebut menunjuk L/C lain yang diterima dari pihak lain, yang artinya : “Term and Condition” L/C tersebut sepenuhnya bergantung pada L/C yang ditunjukknya. Dengan kalimat sederhana : L/C tersebut hanya akan bisa dicairkan apabila pihak pembuka telah mencairkan L/C yang ditunjuknya (L/C yang diterimnya dari pihak lain).

Pada umumnya Standby Letter Of Credit jarang bisa diterima oleh pihak penjual (seller), seller akan lebih menentukan Commercial Letter of Credit. Terlebih-lebih jenis Back to Back Letter of Credit. Sangat jarang bisa diterima. Terlalu berbahaya bagi seller.

Catatan :
Dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya yang akan kita bicarakan yakni COMMERCIAL LETTER OF CREDIT.


Elemen dan Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Letter Of Credit

Berikut yakni elemen dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses sebuah Letter of Credit :


Pembeli (Buyer)

Adalah pihak pembeli yang berinisiatif untuk membuka sebuah Letter of Credit untuk transaksi pembelian yang dilakukannya dengan pihak seller.


Draft of Purchase Order

Adalah sebuah dokumen awal atau draft sebagai bukti atas pemesanan suatu barang dan atau jasa. Draft PO biasanya merupakan bukti pemesanan awal yang sudah 99% final hanya saja pembuat draft (buyer) belum sempat untuk mengubahnya ke dalam bentuk kontrak resmi. Jenis barang, jumlah/volume, spesifikasi barang, standar kwalitas, cara pengemasan (packaging) sudah tersedia lengkap dan telah ditandatangani oleh pihak pembeli maupun penjual.


Purchase Order/Contract

Adalah draft order yang telah dituangkan kedalam lembaran resmi entah itu Official Purchase Order maupun Purchase Contract.


Letter of Credit’s Amount

Menyebutkan Nilai Nominal yang boleh dicairkan atas Letter of Credit tersebut. Nilainya seharusnya sama dengan nilai purchase order / contract. Namun demikian terkadang juga disebutkan batas nilai minimum dan maksimum, yang mana L/C akan ditolak apabila nilai yang akan dicairkan (tercantum) dalam dokumen export lebih kecil (short shipment) atau lebih besar (over shipment) dari melewati batas minimum/maksimium yang disebutkan di dalam L/C.


Issuing Bank

Adalah pihak yang memfasilitasi Letter of Credit, biasanya bank devisa dimana rekening buyer berada. Issuing Bank lah yang menerbitkan Letter Of Credit.


Advising Bank

Adalah Bank yang mendapatkan Letter of Credit sekaligus menyampaikannya kepada pihak akseptor Letter of Credit (seller). Jika advising bank mempunyai kekerabatan correspondent, maka selanjutnya Advising Bank akan menjadi pihak yang menjembatani (correspondent) peresentasi dokumen maupun pencairan dana antara Issuing Bank dengan pihak akseptor pembayaran (seller).


Correspondent/Confirming Bank

Adalah Bank yang menghubungkan Issuink Bank dengan Advising Bank. Correspondent Bank/Confirming Bank dibutuhkan apabila Issuing Bank tidak mempunyai kekerabatan correspondent dengan Advising Bank yang ditunjuk oleh pihak seller. Mengapa kekerabatan correspondent dibutuhkan ?, alasannya untuk lalulintas pembayaran, bank yang berafiliasi harus mempunyai catatan speciment pejabat bank-nya masing-masing. Jika antara Issuing Bank dengan Advising Bank tidak ad ahubungan correspondent, maka tidak mungkin prosedur proses sebuah L/C sanggup dilaksanakan, untuk itulah diharapkan correspondent bank. Correspondent bank sudah niscaya sebuah bank yang mempunyai correspondent dengan advising bank.


Beneficiary (seller)

Adalah pihak yang akan berhak mendapatkan pembayaran atas sebuah Letter of Credit, dalam hal ini yakni penjual (seller).


Export Document

Adalah satu (atau lebih) set document export, termasuk Bill of Lading (BL) atau Air Way Bill (AWB). Akan kita bahas di sub pokok bahasan lain.

Time Set

Dalam sebuah L/C juga ditentukan mengenai batas-batas waktu tertentu atas sebuah proses dalam transaksi tersebut, yaitu :
(-). Latest Delivery Time : yakni batas penyerahan tamat dari barang/jasa yang dipesan oleh buyer. Buyer menentukan kapan barang tersebut harus diserahkan. Apabila kondisi penyerahan yakni FOB, maka yang dijadikan patokan yakni tanggal Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (Awb). Apabila kondisi penyerahan yakni C&F atau CIF maka yang dijadikan patokan yakni tanggal kapan barang di-realease oleh custom pelabuhan tujuan (port of destination).
(-). Latest Presentation Document Date : yakni batas tanggal penerimaan tamat dokumen oleh pihak Issuing Bank. Issuing Bank menentukan batas tamat kapan dokumen export harus diterima oleh Issuing Bank.


Certificate of Inspection

Adalah sebuah dokumen yang berupa sertifikat, yang menyatakan barang/jasa telah diperiksa (inspected) secara seksama, dimana barang/jasa telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pembeli (buyer) sehingga diberikan sertifikat. Certificate of Inspection biasanya dikeluarkan oleh institusi yang ditunjuk sebagai inspector (pemeriksa) oleh pihak pembeli (inspector).


Alur Proses Letter of Credit

Alur proses sebuah Letter of Credit sanggup digambarkan sebagai berikut :
Commercial Letter of Credit merupakan instrument pembayaran utama LETTER OF CREDIT – Serie 2-baca-]

Short Description :

Letter of Credit - Serie 3 (Tips) [-baca-], berisi Tips-tips menganai Bagaimana menangani Letter Of Credit, diantaranya :

(-). Bagaimana mencegah discrepancies (penyimpangan) atas sebuah Letter of Credit ?

Letter of Credit - Serie 4 [-baca-], mengenai :

(-). Apa yang harus dilakukan jikalau terlanjur terjadi discrepancies ?

(-). Apa scenario terburuk yang mungkin terjadi atas sebuah transaksi yang memakai Letter of Credit ?. Dan Apa yang harus dilakukan oleh seller ?.

Letter of Credit - Serie 5, mengenai :

(-).Bagaimana prosedur dikonto sebuah Letter of Credit untuk modal kerja ?

(-). Bagaiaman skandal perkara pembobolan bank memakai modus Letter of Credit terjadi ?

Pengenalan, Peranan, Jenis-jenis, Elemen-elemen, Alur Proses, Amendment, hingga Karakteristik Letter of Credit telah dibahas di artikel sebelumnya :
(-). Instrument Pembayaran : Letter of Credit (L/C) [-baca-]
(-). Letter of Credit – Serie 2 [-baca-]
Bagi yang belum mengikuti, silahkan dibaca

Pada Letter of Credit – Serie 3 ini, akan khusus diberikan tips bagi EXPORTER maupun IMPORTER yang menggunakan Letter of Credit sebagai instrument pembayaran. Tentu saja tips ini tidak dimaksudkan untuk over-riding, cheating, corrupting atau yang sejenisnya atas sebuah Letter of Credit. Melainkan untuk kelancaran dan objective’s achievement yang efektif menurut fairness bagi semua pihak (bagi : Buyer, Seller, Issuing Bank maupun Advising Bank).


Tips menangani Letter of Credit

1). Menjelang Pembukaan L/C (bagi Seller maupun Buyer)

Sesungguhnya, kunci sukses penanganan sebuah L/C yakni diawal-awal, dimulai menjelang L/C dibuka, yaitu :

(a). Purchase Order Draft

Untuk jenis pesan yang segera (rush order), Draft order akan dijadikan sebagai dasar pembukaan sebuah L/C, menjadi lampiran dalam permohonan pembukaan L/C. Untuk itu investigasi draft order dengan hati-hati dan seksama yakni kunci awal dari penanganan sebuah Letter of Credit. Sebelum penandatanganan Draft Order, perhatikan hal-hal berikut ini :

(-). Jenis dan nama barang yang dipesan
Pastikan jenis barang yang dipesan tekah tertulis dengan terang dan benar, tidak mengakibatkan salah pengertian. Pencantuman nama barang beserta description-nya yakni critical. Perlu diketahui bahwa jenis/nama barang akan dicantumkan di dalam L/C, dan shipping document.

(-) Bahan baku barang yang dipesan.
Sama pentingnya dengan Jenis dan nama barang. Bahan baku yang dipesan hendaknya dicantumkan dengan persis, dan jelas.

(-). Spesifikasi barang yang dipesan
Spesifikasi barang yang dimaksudkan di sini mencakup : ukuran, warna, kwalitas, Pastikan spesifikasi barang telah tercantum (tertulis/tergambar) dengan jelas. Hal ini penting, biar barang yang dikirim nantinya sesuai dengan apa yang dipesan. Kesalahan spesifikasi barang akan berakibat pada ditolaknya barang pada ketika proses inspeksi, sehingga Certificate of Inspection tidak bisa dikeluarkan. Certificate of Inspection biasanya disyaratkan dalam sebuah L/C.

(-). Contoh/sample/Proto-type barang yang dipesan
Contoh/sample/proto-type mempunyai peranan yang sama dengan specifikasi barang, hanya saja bersifat visual sehingga lebih gampang untuk diikuti.

(-). Jumlah/volume barang yang dipesan
Pastikan jumlah/volume barang yang dipesan tekah tercantum dengan benar dan jelas.

(-). Nilai barang yang dipesan
Periksalah Unit price dan Total Amount yang tercantum didalam Draft Order, hal ini penting, alasannya yakni total amount yang tercantum di dalam L/C nantinya akan berpatokan pada Draft Order ini.

(-). Kondisi penyerahan barang
Kondisi penyerahan barang bisa majemuk : Free on Board (FOB), Cost and Freight (C&F) atau Cost, Insurance & Freight (CIF). Pastikan kondisi penyerahan barang telah sesuai dengan yang disepakati.

(-). Batas final penyerahan barang
Batas final penyerahan barang (Latest Delivery Time) yakni critical. Latest Delivery Time akan menjadi salah satu yang disyaratkan di dalam L/C. Latest Delivery Time hendaknya memperhatikan kondisi penyerahan, lamanya produksi (Production Lead Time), Jadwal keberangkatan kapal (Shipping Schedule). Kesalahan dalam penentuan dan pencantuman Latest Delivery Time sudah niscaya akan menjadikan discrepancies.

(-). Packing Instruction
Packing Instruction biasanya berupa lampiran yang menyertai Draft Order, berisi arahan mengenai bagaimana barang seharusnya dikemas, mulai dari cara pembungkusan (oleh kertas/plastic), penyimpananya di dalam kemasan (dus/kotak), jumlah /volume barang per satu kemasan, dan lain sebagainya. Packing instruction juga harus diperhatikan dengan seksama, packaging barang ayang akan dikirimkan akan tercermin di dalam Packing List, dan packing list yakni salah satu jenis dokumen yang disyaratkan di dalam sebuah L/C. Penyimpangan dalam Packing List bisa menngakibatkan terjadinya discrepancies.

(-). Shipping Instruction
Shipping Instruction juga berupa lampiran, hanya saja isinya khusus mengenai bagaimana barang seharusnya dikirimkan. Hal-hal yang diatur dalam shipping instruction biasanya : pencantuman nama shipper, cara pengiriman (by Sea atau by Air), Nominated Forwarding Company (Jika nominated forwarder), Port of Departure (nama pelabuhan dari mana barang diberangkatkan), Port of Destination (pelabuhan tujuan dimana barang yang dispesan akan di un-load), Notify Party (pihak yang harus dihubungi oleh shipping agent ketika nanti barang tiba di pelabuhan tujuan), serta Consignee Name (pihak yang berhak atas barang tersebut sehabis tiba dipelabuhan tujuan). Semua itu juga akan tercantum didalam Letter of Credit. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan.

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak bisa dipenuhi, atau tidak disepakati, hendaknya Draft Order jangan ditandatangani dahulu. Mintalah untuk direvisi. Jika ada hal-hal yang tidak terang atau meragukan, mintalah penejelasan.

(b). Purchase Order Contract

Purchase Order Contract yakni perwujudan dari Draft Order yang dituangkan di dalam sebuah kontrak resmi, dicetak dan ditandatangani dengan resmi oleh pihak yang authorized. Karena isinya yakni sama, maka yang perlu dilakukan ketika penanandatanganan contract yakni membandingkan isi contract dengan isi draft order. Seharusnya isinya sama persis dengan draft order yang telah ditandatangani. Jika ditemukan perbedaan-perbedaan, mintalah revisi atas kontrak tersebut.


2). Permintaan Pembukaan L/C

Tips bagi Seller/Exporter :

Begitu Draft Order atau Contract ditandatangani, segera lah minta pembukaan L/C kepada pihak buyer, jikalau ditunda maka pembukaan L/C akan semakin lambat, sementara Latest Delivery Time telah di set, keterlambatan pembukaan L/C bisa menjadikan keterlambatan penyerahan barang, dan akan menciptakan discrepancies pada Ltest Delivery Time. Permintaan pembukaan L/C oleh seller, dilakukan dengan mengirimkan PROFORMA INVOICE, dalam proforma invoice dicantumkan mengenai hal-hal esensial yang tercantum di dalam contract, hanya saja dibentuk dalam bentuk ringkas. Di dalam proforma invoice, Cantumkanlah :

(-). Jenis L/C yang diinginkan :
Sebaiknya minatalah On Sight Commercial Letter of Credit, Back To Back L/C samasekali tidak baik, terlalu berbahaya, jadi jangan pernah mau menerimanya. Selalu minta On Sight Commercial Letter of Credit.

(-). Term and Condition :
Sebaiknya mintalah irrevocable L/C, transferable and available at any bank in Indonesia.

Selain kedua hal tersebut diatas, ikutilah apa yang telah disepakati di dalam contract. Jangan lupa meminta biar buyer mengirimkan copy L/C yang dibuka. Hal ini penting, alasannya yakni menunggu L/C tersebut tiba di Advising Bank mungkin memakan waktu. Semakin segera mendapatkan copy letter of credit semakin bagus, sehingga jikalau ditemukan ketidak sesuaian di dalam kondisi L/C, bisa meminta amendment (perubahan L/C) kepada pihak buyer dengan lebih cepat.

Tips bagi buyer/importer :

Begitu seruan pembukaan L/C (Proforma Invoice) diterima, periksalah secara seksama isinya, apakah jenis L/C dan Term & Condition yang diminta oleh pihak seller bisa dipenuhi atau tidak, apakah isinya sam adengan draft order / contract yang telah ditandatangani. Jika tidak ada masalah, segeralah meminta pembukaan L/C kepada bank devisa (yang nantinya akan beryindak sebagai Issuing Bank). Pastikan anda mempunyai Flapond Credit yang cukup untuk menutup nilai transaksi yang akan dibayar dengan Letter of Credit. Jangan lupa sertakan draft order atau contract yang telah ditandatangani oleh pihak seller.

Tentu saja pihak bank akan melaksanakan analisa, survey atau investigasi terhadap buyer, untuk mem-verifikasi mengenai kemampuan dan kesanggupan buyer untuk membayar. Jika seruan pembukaan L/C telah disetujui dan telah dibuka oleh bank, kirimkanlah copy L/C tersebut kepada pihak seller.


3). Setelah Pembukaan L/C

Tips bagi seller/exporter :

(a). Saat L/C Diterima
Begitu copy L/C diterima, periksalah isinya dan perhatikanlah hal-hal berikut ini ::
(-). Jenis L/C yang telah dibuka
(-). Term and Condition yang dicantumkan di dalam L/C
(-). Karakteristik L/C yang dibuka
(-). Latest Delivery Time
(-). Jenis penyerahan
(-). Nilai (amount) minimal dan maksimal yang sanggup ditoleransi
(-). Batas final penyerahan dokumen (dari advising Bank ke Issuing Bank).
(-). Packing Instruction
(-). Shipping Instruction
(-). Shipping Document required

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati, maka segeralah minta amendment kepada pihak buyer.

(b). Meminta Letter of Credit Amendment

(-). Sampaikanlah seruan amendment dengan terang dan tegas pribadi kepada pihak buyer.
(-). Mintalah biar copy amendment dikirimkan lewat faximile atau by e-mail. Hal ini penting, alasannya yakni jikalau menunggu amendment diterima oleh advising bank akan memakan waktu dan sangat mungkin akan mengganggu waktu penyelesaian barang.
(-). Jika copy amendment telah diterima, sampaikanlah copy tersebut kepada pihak advising bank, biar bank bisa men-trace-nya pribadi ke issuing bank.
(-). Selama amendment belum diterima, janganlah melaksanakan pembelian materi baku. Jika amendment tidak difollow up oleh buyer lebih dari 2 hari, mintalah biar Latest Delivery Time di amend sekalian.
(-). Melakukan persiapan-persiapan produksi (production set-up) tidak ada salahnya sambil menunggu L/C amendment. (mengenai amendment juga telah dibahas di Letter of Credit -serie 2).

(c). Penanganan Proses Produksi

(-). Selama proses produksi berlangsung, selalu berpatokan pada kontrak yang telah ditandatangani (mengenai materi baku, warna, ukuran dan spesifikasi lainnya).
(-). Selalu mengawasi update status proses produksi, dan selalu bandingkan dengan latest delivery time yang tercantum di dalam L/C.
(-). Pada ketika proses produksi telah mencapai 70%, lakukanlah penilaian terperinci mengenai, kwalitas barang dan waktu penyelesaian barang dibandingkan dengan kontrak dan L/C. Jika hasil penilaian menunjukkan kemungkinan delayed dalam penyelesaian barang, segeralah bernegosiasi dengan pihak buyer, untuk membicarakan kemungkinan second amendment on L/C. Jika disetujui, maka mintalah amendment untuk kedua kalinya.

(d). Penanganan Pengemasan (Packing)

(-). Dalam proses packing, hendaknya selalu berpatokan pada packing instruction yang terlampir di dalam contract.
(-). Jika ada arahan yang tidak jelas, mintalah pnejelsan kepada buyer.
(-). Jika ada arahan yang tidak bisa dilaksanakan, konsultasikanlah dengan buyer, sampaikan bantalan an mengapa tidak bisa diikuti, hingga memperoleh persetujuan.

(e). Inspection

(-). Dalam hal L/C mensyaratkan adanya “Certificate of Inspection”, maka proses inspection akan menjadi crucial, dihentikan disepelekan. Bagaimanapun juga barang tersebut boleh dikirimkan atau tidak, tergantung dari hasil inspeksi.
(-). Jika inspector menemukan kwalitas barang dibawah standar mutu yang telah disepakati, sehingga inspector tidak mengeluarkan certificate of inspection, pertimbangkanlah kemungkinan melaksanakan repair atau re-placement, pertimbangkan cost and time yang akan dikonsumsi.
(-). Jika kwalitas barang masih below tolerance (below AQL), maka pertimbangkanlah anjuran letter of guarantee, biar inspector bersedia mengeluarkan certificate of inspection.


4). Penanganan Dokumen

Proses pembuatan dokumen yakni kunci penting berikutnya. Kesalahan dalam proses dokumen maupun kesalahan pada elemen dokumen yang disiapkan akan pribadi berakibat discrepancies terhadap L/C.
Adapun dokumen yang biasa diminta dalam sebuah L/C yakni :
(-). Commercial Invoice
(-). Packing List
(-). Export License (untuk export yang memerlukan quota)
(-). Country of Origin
(-). GSP Form A (untuk negara-negara EEC). GSP form G (untuk negara-negara tertentu)
(-). Full Set of Air Way Bill (untuk air shipment) atau Full set of B/L (untuk sea shipment). Dikatakan full set, alasannya yakni terkadang AWB maupun B/L dikeluarkan dalam pasangan, yaitu : Master AWB/BL yang biasanya dikeluarkan oleh pihak airline/Shipping line + haus AWB/BL yang dikeluarkan oleh Broker (Shipping agent).

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
(-).Peroses dokumen harus selalu memperhatikan arahan yang ada pada Letter of Credit dan Shipping Instruction.
(-). Shipper Name, Port Of Departure, Port of Destination, Notify Party dan Consignee Name, harus dicantumkan persis ibarat yang diminta di dalam L/C.
(-). Jenis dan nama document harus persis sama ibarat yang tercantum di dalam L/C.
(-). Pada dokumen manapun, pencantuman : nama barang, deskripsi barang, materi baku yang dipakai, unit price, measurement unit, quantity, serta total amount, termasuk Harmonized System Code yang dipakai, HARUS PERSIS SEPERTI YANG TERCANTUM DI DALAM L/C. Perbedaan satu hurup saja, yakni merupakan discrepancies.


5). Pengiriman Dokumen

Dokumen yang benar dan persis saja belumlah selesai, proses yang tidak kalah pentingnya yakni proses pengiriman dokumen. Di dalam sebuag L/C biasanya diatur mengenai pengiriman dokumen tersebut, antara lain :
(-). Kapan dokumen tersebut harus diterima paling lambat oleh Issuing Bank
(-). Dokumen Harus dikirimkan menggunakan courier tertentu.
Memang pengiriman dokumen ini yakni kiprah pihak Advising Bank, akan tetapi mengawasi (meminta up-date) status dokumen yakni penting. Keterlambatan penerimaan dokumen oleh Issuing Bank, sanggup berakibat pada ditolaknya pencairan L/C.

Proses selanjunya, tinggal menunggu pembayaran L/C dari Issuing Bank melalui Advising Bank. Seharusnya Seller sudah bisa lega………………………

………………………. TETAPI…….

Bagaimana Jika dokumen ditolak oleh advising Bank alasannya yakni ditemukan penyimpangan (discrepancies) ?, apakah yang harus dilakukan ?, bagaimana cara menanganinya ?.

Scenario terburuk apakah yang mungkin terjadi atas sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, dan apa yang harus dilakukan oleh seller ?.

Silahkan ikuti di posting berikutnya :

Letter Of Credit – Serie 4 [-baca-]


Juga akan hadir :

Letter of Credit – Serie 5, mengenai :

(-). Mekanisme diskonto Letter of Credit Untuk Modal Kerja
(-). Skandal perkara pembobolan bank menggunakan modus Letter of Credit terjadi ?

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.