Articles by "Tip n Tricks"

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New
Showing posts with label Tip n Tricks. Show all posts

Di dalam dunia pendidikan, sering kita temui pembedaan perlakuan antara jurusan Accounting dan Finance. Accounting menggunakan isu (data) keuangan dan mencatat transaksi mengenai kejadian ekonomi yang telah terjadi, bersumber pada masa lampau. Sedangkan Finance lebih banyak mengambil data keuangan di masa kini dan masa yang akan datang .

Accounting menghasilkan laporan keuangan yang penggunannya lebih ditujukan kepada pihak luar perusahaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, Laporan Laba Rugi dan Neraca.

Finance menghasilkan laporan yang berwujud, analisa, prediksi-prediksi terhadap kemungkinan di masa yang akan datang yang mana laporannya cendrung ditujukan kepada pihak internal perusahaan. Adapun laporan yang dihasilkan antara lain Planning, Budgeting, Cost analysis, Forecast/projection dan Evaluasi Kinerja (Performance Review).

Pada kenyataannya di dunia kerja, kedua bidang ini berkaitan bersahabat dan saling menopang satu dengan yang lainnya. Sebagai pola seorang calon pekerja finance mau tidak mau harus memiliki dasar pengetahuan accounting.

Kedua jurusan tersebut hendaknya membuka dan memperluas peluang untuk berkarir di bidang accounting dan finance. Hal ini cukup beralasan mengingat semakin dikembangkannya jabatan/posisi finance dan accounting, sejalan dengan dinamisnya perkembangan dunia usaha, perilaku ekonomi, dan perubahan regulasi pemerintah.

Sedangkan perpajakan didalam kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia lebih banyak disertakan pada jurusan Accounting, tidak menjadi jurusan yang terpisah. Kecuali yang berjenjang diploma, lembaga pendidikan professi atau lembaga kursus.

Didalam dunia kerja, perpajakan biasanya di lakukan oleh staff khusus yang menangani perpajakan saja, mulai dari perhitungan hingga dengan pelaporannya. Hal ini berlaku pada perusahaan-perusahaan yang bersekala menengah dan besar. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan bersekala kecil atau lokal, umumnya pekerjaan yang terkait dengan perpajakan dirangkap oleh pegawai accounting, yang mana secara tidak pribadi pegawai tersebut disamping dituntut bisa melakukan tugas-tugas accounting sehari-hari juga bisa membuat laporan pajak bulanan (SSP PPh Pasal 25 dan SPT PPh Pasal 21 & 23 ) dan sekaligus mempostingnya ke dalam jurnal umum. SPT Tahunan biasanya ditangani oleh pihak luar (Consultant).

Di dalam dunia pendidikan, sering kita temui pembedaan perlakuan antara jurusan Accounting dan Finance. Accounting memakai info (data) keuangan dan mencatat transaksi mengenai kejadian ekonomi yang telah terjadi, bersumber pada masa lampau. Sedangkan Finance lebih banyak mengambil data keuangan di masa sekarang dan masa yang akan tiba .

Accounting menghasilkan laporan keuangan yang penggunannya lebih ditujukan kepada pihak luar perusahaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, Laporan Laba Rugi dan Neraca.

Finance menghasilkan laporan yang berwujud, analisa, prediksi-prediksi terhadap kemungkinan di masa yang akan tiba yang mana laporannya cendrung ditujukan kepada pihak internal perusahaan. Adapun laporan yang dihasilkan antara lain Planning, Budgeting, Cost analysis, Forecast/projection dan Evaluasi Kinerja (Performance Review).

Pada kenyataannya di dunia kerja, kedua bidang ini berkaitan dekat dan saling menopang satu dengan yang lainnya. Sebagai rujukan seorang calon pekerja finance mau tidak mau harus mempunyai dasar pengetahuan accounting.

Kedua jurusan tersebut hendaknya membuka dan memperluas peluang untuk berkarir di bidang accounting dan finance. Hal ini cukup beralasan mengingat semakin dikembangkannya jabatan/posisi finance dan accounting, sejalan dengan dinamisnya perkembangan dunia usaha, sikap ekonomi, dan perubahan regulasi pemerintah.

Sedangkan perpajakan didalam kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia lebih banyak disertakan pada jurusan Accounting, tidak menjadi jurusan yang terpisah. Kecuali yang berjenjang diploma, forum pendidikan professi atau forum kursus.

Didalam dunia kerja, perpajakan biasanya di lakukan oleh staff khusus yang menangani perpajakan saja, mulai dari perhitungan hingga dengan pelaporannya. Hal ini berlaku pada perusahaan-perusahaan yang bersekala menengah dan besar. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan bersekala kecil atau lokal, umumnya pekerjaan yang terkait dengan perpajakan dirangkap oleh pegawai accounting, yang mana secara tidak pribadi pegawai tersebut disamping dituntut bisa melakukan tugas-tugas accounting sehari-hari juga bisa menciptakan laporan pajak bulanan (SSP PPh Pasal 25 dan SPT PPh Pasal 21 & 23 ) dan sekaligus mempostingnya ke dalam jurnal umum. SPT Tahunan biasanya ditangani oleh pihak luar (Consultant).

Di dalam dunia pendidikan, sering kita temui pembedaan perlakuan antara jurusan Accounting dan Finance. Accounting menggunakan isu (data) keuangan dan mencatat transaksi mengenai kejadian ekonomi yang telah terjadi, bersumber pada masa lampau. Sedangkan Finance lebih banyak mengambil data keuangan di masa kini dan masa yang akan datang .

Accounting menghasilkan laporan keuangan yang penggunannya lebih ditujukan kepada pihak luar perusahaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, Laporan Laba Rugi dan Neraca.

Finance menghasilkan laporan yang berwujud, analisa, prediksi-prediksi terhadap kemungkinan di masa yang akan datang yang mana laporannya cendrung ditujukan kepada pihak internal perusahaan. Adapun laporan yang dihasilkan antara lain Planning, Budgeting, Cost analysis, Forecast/projection dan Evaluasi Kinerja (Performance Review).

Pada kenyataannya di dunia kerja, kedua bidang ini berkaitan bersahabat dan saling menopang satu dengan yang lainnya. Sebagai pola seorang calon pekerja finance mau tidak mau harus memiliki dasar pengetahuan accounting.

Kedua jurusan tersebut hendaknya membuka dan memperluas peluang untuk berkarir di bidang accounting dan finance. Hal ini cukup beralasan mengingat semakin dikembangkannya jabatan/posisi finance dan accounting, sejalan dengan dinamisnya perkembangan dunia usaha, perilaku ekonomi, dan perubahan regulasi pemerintah.

Sedangkan perpajakan didalam kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia lebih banyak disertakan pada jurusan Accounting, tidak menjadi jurusan yang terpisah. Kecuali yang berjenjang diploma, lembaga pendidikan professi atau lembaga kursus.

Didalam dunia kerja, perpajakan biasanya di lakukan oleh staff khusus yang menangani perpajakan saja, mulai dari perhitungan hingga dengan pelaporannya. Hal ini berlaku pada perusahaan-perusahaan yang bersekala menengah dan besar. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan bersekala kecil atau lokal, umumnya pekerjaan yang terkait dengan perpajakan dirangkap oleh pegawai accounting, yang mana secara tidak pribadi pegawai tersebut disamping dituntut bisa melakukan tugas-tugas accounting sehari-hari juga bisa membuat laporan pajak bulanan (SSP PPh Pasal 25 dan SPT PPh Pasal 21 & 23 ) dan sekaligus mempostingnya ke dalam jurnal umum. SPT Tahunan biasanya ditangani oleh pihak luar (Consultant).

Dalam setiap operasional perusahaan, selalu kita temukan perlatan-peralatan kecil yang memang diharapkan untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Untuk perusahaan-perusahaan jenis manufaktur yang acara utamanya menggunakan mesin, sudah barang tentu menggunakan peralatan-peralatan kecil sebagai penunjang kelancaran operasional perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang tidak menggunakan mesinpun juga menggunakan peralatan kecil untuk kelancaran pekerjaan kantor.


Karakteristik Peralatan Kecil

Jenis peralatan kecil banyak macam dan jenisnya, tergantung dari jenis dan bidang usahanya. Jika kita sebutkan mungkin akan menghasilkan daftar yang panjang, bahkan sangat mungkin ada jenis peralatan yang tidak kita ketahui namanya atau bahkan tidak pernah kita lihat sebelumnya.

Tetapi “Peralatan Kecil (Small Tools)”, dapat kita kenali karakternya. Karakter small tools ini termasuk unik, yaitu :

Fungsinya : tidak mampu menghasilkan barang/jasa secara langsung, melainkan memerlukan mesin/equipment lain, karena memang fungsinya hanya sebagai penunjang kelancaran operasional mesin utama.

Nilainya : tidak material

Umur Ekonomis : sering kali umur ekonomisnya lebih dari satu tahun buku

Misalnya : Tang, Kunci pas, Obeng, Stapler, Punch hole, Penggaris, Meteran (mistar), Gunting, Cutter, Helmet, Safety belt, dongkrak, dan lain-lain.

Karakter unik ini terkadang membuat kita ragu untuk menerapkan perlakuan akuntansinya.

Melihat nilai unit-nya yang relative tidak material, rasanya peralatan kecil pas jikalau dikelompokkan ke dalam biaya, itulah sebabnya mengapa banyak pihak (orang/perusahaan) menglompokkannya ke dalam biaya saja. Misalnya : Biaya pemeliharaan, ada juga yang mengelompokkannya ke dalam office supplies, bahkan tidak sedikit yang mencatatnya sebagai “biaya peralatan”. Apakah itu sudah sempurna ?. Akan tetapi faktor umur ekonomis atau time service-nya menjadi terabaikan. Small tools seringkali memiliki umur ekonomis yang lebih dari satu tahun buku. Bahkan ada beberapa peralatan kecil yang jikalau disimpan dan dirawat dengan baik, umurnya mampu bertahun-tahun. Memperlakukannya sebagai biaya terang tidak sesuai dengan “matching principle”.

Jika dikelompokkan ke dalam aktiva tetap (fixed asset), lalu bagaimana cara membebankannya, mengingat nilainya yang relative kecil ?. Jika dibebankan bertahap dengan cara menyusutkannya, terang merupakan pekerjaan yang rumit. Bisa dibayangkan ratusan atau bahkan ribuan items (untuk perusahaan-perusahaan besar) harus dihitung penyusutannya satu persatu. Sungguh merepotkan bukan ?.


Bagaimana Mendeterminasi dan Memperlakukannya ?

Untuk menjawab abjad dilematis ini, ada 2 tahapan determinasi yang dapat kita lakukan, yaitu :

1. Lihat dari Umur Ekonomisnya (The Economical Life Time)

Pertama-tama, pertimbangkanlah umur ekonomisnya, jikalau umurnya jelas-jelas kurang dari satu tahun buku, maka tidak ada keraguan lagi untuk mengelompokkan dan memperlakukannya sebagai biaya (dibebankan diperiode yang sama). Jika memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun buku, maka alat ini berpotensi untuk di kelompokkan ke dalam asset (Tools & Equipment), akan tetapi masih perlu pertimbangan yang kedua.

2. Lihat dari Nilai Gabungannya (The Bulk Value)

Pertimbangan kedua, jikalau alat tersebut digabungkan dengan alat lain (yang umurnya lebih dari satu tahun buku juga) nilai gabungannya menjadi material, maka tidak diragukan lagi alat tersebut dapat kita kelompokkan ke dalam Asset (Peralatan & Perlengkapannya/Tools & Equipment). Untuk perusahaan yang beru beroperasi, mungkin memang belum ada banyak peralatan, maka yang dijadikan pertimbangan yaitu potensi penggunaan peralatan di masa yang akan datang, karena sangat mungkin ketika ini peralatannya masih sedikit, sehingga jikalau digabungkanpun nilainya tidak akan material, akan tetapi di masa yang akan datang alat-alat kecil tersebut akan signifikan nilai gabungannya.


Membebankan Peralatan Gabungan (Bulk Tools)

Seperti telah disampaikan di atas bahwa; membebankan peralatan kecil secara gabungan dengan cara menyusutkannya satu persatu menggunakan metode penyusutan garis lurus maupun saldo menurun, tidaklah efektif.

Pembebanan peralatan gabungan dilakukan menjelang penutupan buku, dengan cara melaksanakan penghitungan fisik (Physical count) atas peralatan gabungan tersebut.

Total pembelian peralatan tersebut merupakan saldo awal, sedangkan hasil penghitungan fisik merupakan saldo simpulan dari peralatan tersebut. Dengan demikian, maka peralatan yang terpakai dapat ditentukan nilainya, menyerupai pada rujukan tabel dibawah ini :

peralatan kecil yang memang diharapkan untuk menunjang kelancaran pekerjaan PERALATAN KECIL  &  PERLAKUAN AKUNTANSINYADengan table di atas, maka jurnal pembebanan atas penggunaan peralatan kecil dapat dibuat, sebagai berikut :

[-Debit-]. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500
[-Kredit-]. Akum. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500

Artikel ini akan membahas mengenai : Penentuan Harga Pokok Penjualan ( COGS ), hubungannya dengan PPn Import, PPh Pasal 22 Import, beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut. Diangkat dari kasus yang disampaikan oleh saudara Ydy di Jakarta. Akan dibahas step by step dengan screen shoot – screen shoot dan konstruksi: Proses Penjurnalan, Buku Besar, Inventory Card, hingga Profit & Lost Statement. Saya mengusahakannya sesederhana dan sesingkat mungkin biar mudah dipahami dan diikuti oleh siapapun (yang tidak pernah menangani kasus import sekalipun), tentu saja tanpa mengabaikan detail dan konsep dasar dan logika-logikanya. Dan ibarat biasa aku akan sertai catatan-catatan yang aku anggap penting.

Artikel kasus ini aku dedikasikan untuk semua rekan-rekan dibagian accounting, keuangan dan perpajakan yang sedang mengejar deadline SPT Tahun Takwim 2007 yang sudah harus disetor paling lambat tanggal 20 Maret, dan laporan paling lambat tanggal 25 Maret ini, tinggal beberapa hari saja. Saya ada tips khusus diakhir artikel nanti :-)

Kita pribadi ke kasusnya:


Data Import

Pada tanggal 01 February 2008, PT. Royal Bali Cemerlang mengimport barang dagangan dari Canada sebanyak 4700 unit dengan data-data (setelah di-convert ke Rupiah) sebagai berikut:
 beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut COGS, PPn & PPh Pasal 22 ImportHarga Pokok Penjualan), dipecah lagi menjadi : Inventory, Raw Material, Direct Labor Cost, Overhead Cost. Tetapi pada kasus ini, Direct Labor Cost dan Raw Metrial tidak tersedia, sebagai gantinya hanya muncul muncul semua element expenditure sehubungan dengan Import yang bergotong-royong merupakan “Overhead Cost” yang aku munculkan ibarat aslinya, biar mudah dipahami.

Gross Profit, didapat dengan formula : Revenue [minus] COGS.

Expenses, ialah biaya-biaya yang muncul sehubungan operasional perusahaan yang tidak dipengaruhi oleh output (produktifitas) perusahaan. Seharusnya ada elemen depreciation/amortization expenses, akan tetapi pada kasus ini aku tidak munculkan biar lebih sederhana.

Earning Before Tax, diperoleh dengan formula: Gross Profit [minus] Expenses
Setelah semua elemen diatas seharusnya ada : Corporate Income Tax (PPh Badan), Earning After Tax (Profit Earning). Tetapi alasannya ialah kasus ini focus pada penentuan “COGS” saja, maka aku tidak akan bahas di posting ini (kita bahas di postingan yang lain).

Setelah aku construct, semua angka aku masukkan, maka Profit & Lost statement menjadi ibarat dibawah ini:
 beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut COGS, PPn & PPh Pasal 22 ImportHarga Pokok Penjualan & Harga Pokok Produksi atau Harga Pokok Penjualan (Cost Of Good Sold) - Basic atau Harga Pokok Penjualan Usaha Dagang (Trading)

Dalam setiap operasional perusahaan, selalu kita temukan perlatan-peralatan kecil yang memang diperlukan untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Untuk perusahaan-perusahaan jenis manufaktur yang kegiatan utamanya memakai mesin, sudah barang tentu memakai peralatan-peralatan kecil sebagai penunjang kelancaran operasional perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang tidak memakai mesinpun juga memakai peralatan kecil untuk kelancaran pekerjaan kantor.

Karakteristik Peralatan Kecil
Jenis peralatan kecil banyak macam dan jenisnya, tergantung dari jenis dan bidang usahanya. Jika kita sebutkan mungkin akan menghasilkan daftar yang panjang, bahkan sangat mungkin ada jenis peralatan yang tidak kita ketahui namanya atau bahkan tidak pernah kita lihat sebelumnya.

Tetapi “Peralatan Kecil (Small Tools)”, sanggup kita kenali karakternya. Karakter small tools ini termasuk unik, yaitu :

Fungsinya : tidak sanggup menghasilkan barang/jasa secara langsung, melainkan memerlukan mesin/equipment lain, lantaran memang fungsinya hanya sebagai penunjang kelancaran operasional mesin utama.

Nilainya : tidak material

Umur Ekonomis : sering kali umur ekonomisnya lebih dari satu tahun buku

Misalnya : Tang, Kunci pas, Obeng, Stapler, Punch hole, Penggaris, Meteran (mistar), Gunting, Cutter, Helmet, Safety belt, dongkrak, dan lain-lain.

Karakter unik ini terkadang menciptakan kita ragu untuk menerapkan perlakuan akuntansinya.

Melihat nilai unit-nya yang relative tidak material, rasanya peralatan kecil pas jikalau dikelompokkan ke dalam biaya, itulah sebabnya mengapa banyak pihak (orang/perusahaan) menglompokkannya ke dalam biaya saja. Misalnya : Biaya pemeliharaan, ada juga yang mengelompokkannya ke dalam office supplies, bahkan tidak sedikit yang mencatatnya sebagai “biaya peralatan”. Apakah itu sudah sempurna ?. Akan tetapi faktor umur hemat atau time service-nya menjadi terabaikan. Small tools seringkali mempunyai umur hemat yang lebih dari satu tahun buku. Bahkan ada beberapa peralatan kecil yang jikalau disimpan dan dirawat dengan baik, umurnya sanggup bertahun-tahun. Memperlakukannya sebagai biaya terperinci tidak sesuai dengan “matching principle”.

Jika dikelompokkan ke dalam aktiva tetap (fixed asset), kemudian bagaimana cara membebankannya, mengingat nilainya yang relative kecil ?. Jika dibebankan sedikit demi sedikit dengan cara menyusutkannya, terperinci merupakan pekerjaan yang rumit. Bisa dibayangkan ratusan atau bahkan ribuan items (untuk perusahaan-perusahaan besar) harus dihitung penyusutannya satu persatu. Sungguh merepotkan bukan ?.
Peralatan Kecil  &  Perlakuan Akuntansinya

Bagaimana Mendeterminasi dan Memperlakukannya ?

Untuk menjawab abjad dilematis ini, ada 2 tahapan determinasi yang sanggup kita lakukan, yaitu :

1. Lihat dari Umur Ekonomisnya (The Economical Life Time)

Pertama-tama, pertimbangkanlah umur ekonomisnya, jikalau umurnya jelas-jelas kurang dari satu tahun buku, maka tidak ada keraguan lagi untuk mengelompokkan dan memperlakukannya sebagai biaya (dibebankan diperiode yang sama). Jika mempunyai umur hemat lebih dari satu tahun buku, maka alat ini berpotensi untuk di kelompokkan ke dalam asset (Tools & Equipment), akan tetapi masih perlu pertimbangan yang kedua.

2. Lihat dari Nilai Gabungannya (The Bulk Value)

Pertimbangan kedua, jikalau alat tersebut digabungkan dengan alat lain (yang umurnya lebih dari satu tahun buku juga) nilai gabungannya menjadi material, maka tidak diragukan lagi alat tersebut sanggup kita kelompokkan ke dalam Asset (Peralatan & Perlengkapannya/Tools & Equipment). Untuk perusahaan yang beru beroperasi, mungkin memang belum ada banyak peralatan, maka yang dijadikan pertimbangan ialah potensi penggunaan peralatan di masa yang akan datang, lantaran sangat mungkin dikala ini peralatannya masih sedikit, sehingga jikalau digabungkanpun nilainya tidak akan material, akan tetapi di masa yang akan tiba alat-alat kecil tersebut akan signifikan nilai gabungannya.

Membebankan Peralatan Gabungan (Bulk Tools)
Seperti telah disampaikan di atas bahwa; membebankan peralatan kecil secara adonan dengan cara menyusutkannya satu persatu memakai metode penyusutan garis lurus maupun saldo menurun, tidaklah efektif.

Pembebanan peralatan adonan dilakukan menjelang penutupan buku, dengan cara melaksanakan penghitungan fisik (Physical count) atas peralatan adonan tersebut.

Total pembelian peralatan tersebut merupakan saldo awal, sedangkan hasil penghitungan fisik merupakan saldo final dari peralatan tersebut. Dengan demikian, maka peralatan yang terpakai sanggup ditentukan nilainya, ibarat pada pola tabel dibawah ini :

Dengan table di atas, maka jurnal pembebanan atas penggunaan peralatan kecil sanggup dibuat, sebagai berikut :

[-Debit-]. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500
[-Kredit-]. Akum. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500

Artikel ini akan membahas mengenai : Penentuan Harga Pokok Penjualan ( COGS ), hubungannya dengan PPn Import, PPh Pasal 22 Import, beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut. Diangkat dari masalah yang disampaikan oleh saudara Ydy di Jakarta. Akan dibahas step by step dengan screen shoot – screen shoot dan konstruksi: Proses Penjurnalan, Buku Besar, Inventory Card, hingga Profit & Lost Statement. Saya mengusahakannya sesederhana dan sesingkat mungkin supaya gampang dipahami dan diikuti oleh siapapun (yang tidak pernah menangani masalah import sekalipun), tentu saja tanpa mengabaikan detail dan konsep dasar dan logika-logikanya. Dan menyerupai biasa saya akan sertai catatan-catatan yang saya anggap penting.

Artikel masalah ini saya dedikasikan untuk semua rekan-rekan dibagian accounting, keuangan dan perpajakan yang sedang mengejar deadline SPT Tahun Takwim 2007 yang sudah harus disetor paling lambat tanggal 20 Maret, dan laporan paling lambat tanggal 25 Maret ini, tinggal beberapa hari saja. Saya ada tips khusus diakhir artikel nanti :-)

Kita pribadi ke kasusnya:


Data Import

Pada tanggal 01 February 2008, PT. Royal Bali Cemerlang mengimport barang dagangan dari Canada sebanyak 4700 unit dengan data-data (setelah di-convert ke Rupiah) sebagai berikut:
 beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut COGS, PPn & PPh Pasal 22 ImportHarga Pokok Penjualan), dipecah lagi menjadi : Inventory, Raw Material, Direct Labor Cost, Overhead Cost. Tetapi pada masalah ini, Direct Labor Cost dan Raw Metrial tidak tersedia, sebagai gantinya hanya muncul muncul semua element expenditure sehubungan dengan Import yang sebenarnya merupakan “Overhead Cost” yang saya munculkan menyerupai aslinya, supaya gampang dipahami.

Gross Profit, didapat dengan formula : Revenue [minus] COGS.

Expenses, yaitu biaya-biaya yang muncul sehubungan operasional perusahaan yang tidak dipengaruhi oleh output (produktifitas) perusahaan. Seharusnya ada elemen depreciation/amortization expenses, akan tetapi pada masalah ini saya tidak munculkan supaya lebih sederhana.

Earning Before Tax, diperoleh dengan formula: Gross Profit [minus] Expenses
Setelah semua elemen diatas seharusnya ada : Corporate Income Tax (PPh Badan), Earning After Tax (Profit Earning). Tetapi alasannya yaitu masalah ini focus pada penentuan “COGS” saja, maka saya tidak akan bahas di posting ini (kita bahas di postingan yang lain).

Setelah saya construct, semua angka saya masukkan, maka Profit & Lost statement menjadi menyerupai dibawah ini:
 beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut COGS, PPn & PPh Pasal 22 ImportHarga Pokok Penjualan & Harga Pokok Produksi atau Harga Pokok Penjualan (Cost Of Good Sold) - Basic atau Harga Pokok Penjualan Usaha Dagang (Trading)

Mengambil keputusan untuk untuk repair atau beli baru sungguh sering kita hadapi. Bagaimana mengambil keputusan yang sempurna in term dengan Controlling? Let’s talk about this now. Sekalian untuk membahas soal yang saya jadikan quiz di “Spreadsheet Cash Flow Statement” kemarin.

Tidak di rumah tidak di kantor kita sangat sering dihadapkan dengan pilihan itu. Gampang-gampang susah.

Ketika notebook atau desktop top kita rumah mulai rewel, kita harus mengambil keputsan apakah perbaiki saja atau beli gres sekalian. Apabila itu untuk keputusan untuk barang yang nilainya relatif kecil, mungkin dengan mudah kita bisa mengambil keputusan (beli gres saja, daripada repot). Begitu juga jikalau barang itu tidak terlalu kita butuhkan, maka dengan mudah juga kita bisa memutuskan untuk tidak usah membeli dan tidak usah repair.

Di kantor, meskipun itu bukan harta langsung kita, sebagai orang accounting tidak jarang dilibatkan untuk urusan ibarat itu. Terlebih-lebih jikalau anda seorang decision maker di adegan Accounting & Finance. Anda dituntut bisa mengambil keputusan yang tepat.

Mengapa di quiz saya memakai mesin photo copy sebagai contoh? Karena memang mesin photocopy kedudukannya di kantor termasuk unique:

[-]. Nilainya tergolong material.
Tidak diragukan lagi, mesin photocopy tidak lah murah. Dan keputusan belanja untuk barang yang nailianya material memang tidak mudah (tidak boleh sembarang beli).

[-]. Disisi lain, fungsi nya hanya sebagai pendukung kelancaran operasional perusahaan. Sangat berbeda dengan mesin atau peralatan produksi (yang berfungsi sebagai mesin/pelaralatan utama penghasil product/jasa).

[-]. Disi lainnya lagi, bagi perusahaan yang skalanya menengah atau besar (dengan tingkat aktifitas admin yang tinggi) akan sangat terganggu jikalau harus tanpa mesin photocopy, apalagi jikalau selama ini sudah biasa menggunakan inhouse copier machine. Sehari saja mesin photocopy mogok, dijamin kantor pasti sudah gaduh, banyak complain. Bahkan mogoknya mesin photo copy bisa dijadikan alasan atas keterlambatan suatu proses tertentu.

Terlambat antisipasi bisa mengakibatkan duduk perkara yang serius. Bagi rekan-rekan diluar adegan accounting dan keuangan, tentu tidak mau tahu ”pokoknya saya tidak mau terhambat gara-gara mesin photocopy mogok, itu konyol!”.

Memang konyol. Itulah sebabnya sering-sering saya katakan; kita sebagai orang accounting dan keuangan tidak cukup hanya bisa mennghitung dan menjurnal saja. Tidak cukup hanya bisa membuat buku menjadi balance saja. Perlu meningkatkan kemampuan dalam analytical roles, dan yang tak kalah pentingnya yaitu menempa dan mengasah diri untuk terampil dalam pengambilan keputusan. Jangan hingga S1 akuntansi kita diragukan.

Di sinilah kompetensi dan capability kita sebagai orang accounting dan keuangan diuji.

Dari tanggapan quiz yang disampaikan, saya bisa melihat teman-teman disini sudah tahu musti bagaimana kalau menghadapi kasus serupa itu.

Tetapi saya merasa perlu untuk menyajikannya dalam bentuk get—it—done:

Apa perlu melihat nilai bukunya? Tidak untuk ketika ini. Nilai buku perlu dilihat nanti pada waktu mencatatnya. Sekarang kita akan mengambil keputusan repair atau beli baru.

Hal-hal yang perlu dilakukan, yaitu:

Dapatkan perbandingan estimasi perkiraan pengeluaran antara memperbaiki dengan membeli baru, dengan nilai yang sudah paling rendah yang bisa di dapat.

Ini hanya bisa dipastikan, jikalau telah menggunakan minimal 3 supplier berbeda.

Misalnya: Mesin baru
Dealer (Toko) A, Xerox = Rp 15,000,000,
Dealer (Toko) B, Canon = Rp 14,000,000
Delaer (Toko) C, Sharp = Rp 14,500,000

Bagaimana membandingkannya?, cukup dari harga per unit saja? Tidak. Rasanya saya sudah pernah bahas di artikel lain. Tapi in term dengan copier machine mungkin ada perlunya saya bahas lagi.

Basic-nya yaitu depreciation. Tetapi hati-hati, menganalisis usage cost mesin photo copy tidak ibarat menyutkan bangunan. Penyusutan mesin photo copy yaitu a combination:
[-]. Ada adegan mesin yang usianya relative panjang (hampir tidak terpengaruh oleh banyaknya output yang dihasilkan), so bisa alokasikan (disusutkan) dengan metode garis lurus.
[-]. Dan ada bagian-bagian mesin yang justru sangat vital dan cepat haus (lampu blits, Top & Bottom Roller, Header) yang harganya lumayan tinggi. Bagian-bagian ini harus dialokasikan berdasarkan output yang dihasilkan, artinya umur ekonomis diukur dengan jumlah lembar photo copy yang dihasilkan.

Bagaimana caranya membagi porsi yang menggunakan gari slurus dengan production output?

Caranya mudah: pada ketika meminta penawaran harga unit mesin baru, sekaligus minta penawaran spare-part lengkap dengan specifikasi dan kapaisatnya (1 part harganya berapa, bisa menghasilkan berapa lembar copy). Jumlahkan semua nilai spare-part-nya dibagi dengan kapasitas (jumlah lembar yang bisa dihasilkan). Maka sudah mendapat cost yang harus dialokasikan.

Bagaimana dengan yang disusutkan dengan metode garis lurus?

Misalnya:

Toko A, Xerox = Rp 15,000,000,
Total nilai sparepart Rp 3,500,000 (kapasitas 25,000 lembar)

Maka:

Porsi yang menggunakan metode garis lurus adalah=
Rp15,000,000-3,500,000=Rp11,500,000, umur ekonomis 5 tahun
Maka depreciation expense perbulannya yaitu 1/12 (11,500,000/5) = Rp 191,667/bulan

Sedangkan spare-partnya dihitung dengan cara:
Rp 3,500,000/25,000 = Rp 140/lembar

Bagaimana menyatukan kedua metode yang berbeda tadi?

Metode garis lurus di-convert ke Unit production output, dengan cara:
Lakukan estimasi; berapa lembar kebutuhan photo copy selama satu bulan?, katakanlah 15,000 lembar.
Maka : Cost per lembarnya = Rp 191,667/15,000= Rp 13

So total usage cost per lembar untuk Xerox dari took A =Rp140+13 = Rp153/lembar
Ditambah toner usage (dihitung dengan cara yang sama ibarat sparepart).

Dengan menjumlahkan semuanya, maka sudah mendapat usage cost per lembar untuk mesin xerox dari Toko A.

Lakukan hal yang sama terhadap penawaran dari toko B dan C. Dari sana akan diperoleh mesin merk apa (dari toko mana) yang usage cost per lembarnya paling rendah. Let say toko C.

Selanjutnya tinggal mencari perbandingan perkiraan pengeluaran jikalau mesin di repair (minimal dari 3 technician juga), perkiraan biaya untuk repair dibagi dengan kapasitas sparepar.

Barulah terakhir dibandingkan antara ”jika diperbaiki” dengan ”jika beli baru”. Jika ternyata perbaikan (repair) lebih efisien berarti sudah tidak ada masalah, tinggal di repair saja. Tetapi jika ternyata membeli gres jauh lebih effisien, maka ukur persediaan cash terlebih dahulu, jangan hingga photocopy lancar, tetapi tidak bisa beli raw material karena dana dialokasikan untuk membeli copier baru. Mudah-mudahan, jikalau terjadi kasus yang sama di masa-masa yaang akan datang, anda sudah bisa menganalisis-nya dengan cermat mengenai perlakuan (pencatatan dan pelaporan silahkan baca Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap.

Mengambil keputusan untuk untuk repair atau beli baru sungguh sering kita hadapi. Bagaimana mengambil keputusan yang sempurna in term dengan Controlling? Let’s talk about this now. Sekalian untuk membahas soal yang saya jadikan quiz di “Spreadsheet Cash Flow Statement” kemarin.

Tidak di rumah tidak di kantor kita sangat sering dihadapkan dengan pilihan itu. Gampang-gampang susah.

Ketika notebook atau desktop top kita rumah mulai rewel, kita harus mengambil keputsan apakah perbaiki saja atau beli gres sekalian. Apabila itu untuk keputusan untuk barang yang nilainya relatif kecil, mungkin dengan simpel kita bisa mengambil keputusan (beli gres saja, daripada repot). Begitu juga bila barang itu tidak terlalu kita butuhkan, maka dengan simpel juga kita bisa tetapkan untuk tidak usah membeli dan tidak usah repair.

Di kantor, meskipun itu bukan harta langsung kita, sebagai orang accounting tidak jarang dilibatkan untuk urusan menyerupai itu. Terlebih-lebih bila anda seorang decision maker di serpihan Accounting & Finance. Anda dituntut bisa mengambil keputusan yang tepat.

Mengapa di quiz saya menggunakan mesin photo copy sebagai contoh? Karena memang mesin photocopy kedudukannya di kantor termasuk unique:

[-]. Nilainya tergolong material.
Tidak diragukan lagi, mesin photocopy tidak lah murah. Dan keputusan belanja untuk barang yang nailianya material memang tidak simpel (tidak boleh sembarang beli).

[-]. Disisi lain, fungsi nya hanya sebagai pendukung kelancaran operasional perusahaan. Sangat berbeda dengan mesin atau peralatan produksi (yang berfungsi sebagai mesin/pelaralatan utama penghasil product/jasa).

[-]. Disi lainnya lagi, bagi perusahaan yang skalanya menengah atau besar (dengan tingkat aktifitas admin yang tinggi) akan sangat terganggu bila harus tanpa mesin photocopy, apalagi bila selama ini sudah biasa menggunakan inhouse copier machine. Sehari saja mesin photocopy mogok, dijamin kantor niscaya sudah gaduh, banyak complain. Bahkan mogoknya mesin photo copy bisa dijadikan alasan atas keterlambatan suatu proses tertentu.

Terlambat antisipasi bisa menimbulkan duduk kasus yang serius. Bagi rekan-rekan diluar serpihan accounting dan keuangan, tentu tidak mau tahu ”pokoknya saya tidak mau terhambat gara-gara mesin photocopy mogok, itu konyol!”.

Memang konyol. Itulah sebabnya sering-sering saya katakan; kita sebagai orang accounting dan keuangan tidak cukup hanya bisa mennghitung dan menjurnal saja. Tidak cukup hanya bisa menciptakan buku menjadi balance saja. Perlu meningkatkan kemampuan dalam analytical roles, dan yang tak kalah pentingnya yaitu menempa dan mengasah diri untuk terampil dalam pengambilan keputusan. Jangan hingga S1 akuntansi kita diragukan.

Di sinilah kompetensi dan capability kita sebagai orang accounting dan keuangan diuji.

Dari balasan quiz yang disampaikan, saya bisa melihat teman-teman disini sudah tahu musti bagaimana kalau menghadapi masalah serupa itu.

Tetapi saya merasa perlu untuk menyajikannya dalam bentuk get—it—done:

Apa perlu melihat nilai bukunya? Tidak untuk dikala ini. Nilai buku perlu dilihat nanti pada waktu mencatatnya. Sekarang kita akan mengambil keputusan repair atau beli baru.

Hal-hal yang perlu dilakukan, yaitu:

Dapatkan perbandingan estimasi asumsi pengeluaran antara memperbaiki dengan membeli baru, dengan nilai yang sudah paling rendah yang bisa di dapat.

Ini hanya bisa dipastikan, bila telah menggunakan minimal 3 supplier berbeda.

Misalnya: Mesin baru
Dealer (Toko) A, Xerox = Rp 15,000,000,
Dealer (Toko) B, Canon = Rp 14,000,000
Delaer (Toko) C, Sharp = Rp 14,500,000

Bagaimana membandingkannya?, cukup dari harga per unit saja? Tidak. Rasanya saya sudah pernah bahas di artikel lain. Tapi in term dengan copier machine mungkin ada perlunya saya bahas lagi.

Basic-nya yaitu depreciation. Tetapi hati-hati, menganalisis usage cost mesin photo copy tidak menyerupai menyutkan bangunan. Penyusutan mesin photo copy yaitu a combination:
[-]. Ada serpihan mesin yang usianya relative panjang (hampir tidak terpengaruh oleh banyaknya output yang dihasilkan), so bisa alokasikan (disusutkan) dengan metode garis lurus.
[-]. Dan ada bagian-bagian mesin yang justru sangat vital dan cepat haus (lampu blits, Top & Bottom Roller, Header) yang harganya tidak mengecewakan tinggi. Bagian-bagian ini harus dialokasikan menurut output yang dihasilkan, artinya umur irit diukur dengan jumlah lembar photo copy yang dihasilkan.

Bagaimana caranya membagi porsi yang menggunakan gari slurus dengan production output?

Caranya mudah: pada dikala meminta penawaran harga unit mesin baru, sekaligus minta penawaran spare-part lengkap dengan specifikasi dan kapaisatnya (1 part harganya berapa, bisa menghasilkan berapa lembar copy). Jumlahkan semua nilai spare-part-nya dibagi dengan kapasitas (jumlah lembar yang bisa dihasilkan). Maka sudah menerima cost yang harus dialokasikan.

Bagaimana dengan yang disusutkan dengan metode garis lurus?

Misalnya:

Toko A, Xerox = Rp 15,000,000,
Total nilai suku cadang Rp 3,500,000 (kapasitas 25,000 lembar)

Maka:

Porsi yang menggunakan metode garis lurus adalah=
Rp15,000,000-3,500,000=Rp11,500,000, umur irit 5 tahun
Maka depreciation expense perbulannya yaitu 1/12 (11,500,000/5) = Rp 191,667/bulan

Sedangkan spare-partnya dihitung dengan cara:
Rp 3,500,000/25,000 = Rp 140/lembar

Bagaimana menyatukan kedua metode yang berbeda tadi?

Metode garis lurus di-convert ke Unit production output, dengan cara:
Lakukan estimasi; berapa lembar kebutuhan photo copy selama satu bulan?, katakanlah 15,000 lembar.
Maka : Cost per lembarnya = Rp 191,667/15,000= Rp 13

So total usage cost per lembar untuk Xerox dari took A =Rp140+13 = Rp153/lembar
Ditambah toner usage (dihitung dengan cara yang sama menyerupai sparepart).

Dengan menjumlahkan semuanya, maka sudah menerima usage cost per lembar untuk mesin xerox dari Toko A.

Lakukan hal yang sama terhadap penawaran dari toko B dan C. Dari sana akan diperoleh mesin brand apa (dari toko mana) yang usage cost per lembarnya paling rendah. Let say toko C.

Selanjutnya tinggal mencari perbandingan asumsi pengeluaran bila mesin di repair (minimal dari 3 technician juga), asumsi biaya untuk repair dibagi dengan kapasitas sparepar.

Barulah terakhir dibandingkan antara ”jika diperbaiki” dengan ”jika beli baru”. Jika ternyata perbaikan (repair) lebih efisien berarti sudah tidak ada masalah, tinggal di repair saja. Tetapi jika ternyata membeli gres jauh lebih effisien, maka ukur persediaan cash terlebih dahulu, jangan hingga photocopy lancar, tetapi tidak bisa beli raw material lantaran dana dialokasikan untuk membeli copier baru. Mudah-mudahan, bila terjadi masalah yang sama di masa-masa yaang akan datang, anda sudah bisa menganalisis-nya dengan cermat mengenai perlakuan (pencatatan dan pelaporan silahkan baca Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.