AKTIVA TETAP RUSAK, TERBAKAR & HILANG
Aktiva Tetap Hilang Tercuri (Theft Asset)
Sangat mungkin salah satu atau lebih dari aktiva tetap yang telah dibukukan hilang (tercuri). Dalam hal ini aktiva yang hilang tentunya harus dihapus dari buku (catatan) perusahaan. Pengahapusan buku dilakukan atas dasar bukti “Surat Lapor Kehilangan” kepada pihak kepolisian.
Kasus:
Pada tanggal 19 April 2008, PT. XYZ kehilangan Handycam merk SONY™ yang dahulu dibeli pada tanggal 01 Maret 2008 dengan harga perolehan Rp 16,000,000. atas kehilangan tersebut pihak PT. XYZ telah melaporkannya kepada pihak kepolisian dengan surat lapor no. 120/IV/SLK/POLRI/2008 tertanggal 19 April 2008.
Catatan: Dalam menghitung penyusutannya, PT. XYZ menggunakan metode garis lurus. Umur ekonomis handycam diperkirakan 4 Tahun, PT. XYZ tidak memperhitungkan salvage value (nilai residu).
Prosedur penghapusannya sederhana saja:
Upadate buku dengan menghitung penyusutan handycam dari tanggal perolehan hingga tanggal hilangnya handycam.
Penyusutan 01 Maret – 19 April 2008:
Penyusutan = 2/12 x (16,000,000/4) = Rp 666,667
(catatan: handycam telah dipergunakan 2 bulan)
Akui penyusutan tersebut dengan jurnal:
[Debit]. Depreciation = Rp 666,667
[Credit]. Accum Deprec = Rp 666,667
Jurnal diatas untuk:
- Mengakui “Biaya Penyusutan” sebesar Rp 666,667
- Mengakui “Accum Deprec” dengan nilai yang sama.
Dengan demikian, maka Nilai Buku Handycam per 19 April 2008:
Perolehan Handycam = Rp 16,000,000
Accum Deprec = (Rp 666,667)
------------------------------------------------
* Nilai Buku = Rp 15,333,333
Aktiva tetap yang hilang dihapuskan dengan jurnal:
[Debit]. Accum Deprec = Rp 666,667
[Debit]. Rugi Kehilangan Aktiva = Rp 15,333,333
[Credit]. Aktiva Tetap (Handycam) = Rp 16,000,000
Kesimpulan : Kerugian diakui sebesar “Nilai Buku” Aktiva Tetap yang hilang.
Aktiva Tetap Rusak (Fatal Damaged) & Terbakar (Fire Loss)
Kerusakan aktiva tetap mampu disebabkan oleh:
[a]. Kelalaian pihak perusahaan sendiri (oleh pemilik, atau pegawainya)
Kelalaian itu ada banyak sekali macam kemungkinanya, yang paling sering terjadi adalah:
[-]. Salah mengoperasikan, kalau ini yang terjadi biasanya yang bertanggung jawab ialah operator (yang menggunakan mesin/peralatan) dan supervisornya, tentunya juga tergantung policy perusahaan. Tanggung jawab diwujudkan dalam bentuk penggantian kerugian.
[-]. Salah instalasi, kalau ini yang terjadi maka yang bertanggung jawab ialah technician atau electrician, kalau menggunakan jasa tehnisi dari luar perusahaan (out-sourcing) tentu yang bertanggung jawab (ganti rugi) ialah pihak yang menyediakan jasa.
[b]. Force Majeur (kerusakan akhir bencana alam)
Bentuknya mampu bermacam-macam: Kebakaran (Fire), Banjir (Flood), Gempa Bumi (Earthquake), bahkan badai, atau yang paling popular belakangan ini ialah Tsunami. Untuk melindungi asset dari kemungkinan kerugian atas force majeur biasanya perusahaan menggunakan asuransi (insurance) untuk loss coverage.
Catatan: saya belum tahu, apakah “Huru-hara dan penjarahan” mampu dimasukkan ke dalam kategori force majeur? Rasanya sangat beralasan, mengingat kerusakan terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan dar pihak perusahaan atau pihak pegawai. Tetapi yang saya tahu belakangan ini semakin banyak insurance company yang sudah menyediakan option untuk category “All Risk Coverage” termasuk huru-hara dan penjarahan. Tentu ini kemajuan yang menggembirakan mengingat potensi resiko yang semakin complex belakangan ini. Sudah barang tentu premium untuk jenis ini menjadi lebih tinggi. Tetapi melihat potensi resiko yang begitu besar, seharunya masih option terbaik.
Semua category force majeur harus dilengkapi oleh bukti lapor ke pihak kepolisian.
Prosedur penghapusannya:
Sama saja dengan kasus kehilangan, hanya saja menjadi sedikit berbeda apabila setelah kerusakan ada ganti rugi maupun insurance coverage.
Kasus:
Pada tanggal 18 April 2008 Gedung PT. DEF yang diperoleh tanggal 15 Oktober 2004 senilai Rp 500,000,000 mengalami kebakaran, beruntung gedung telah dilindungi oleh asuransi dan memperoleh uang pertanggungan pada tanggal 19 April 2008 sebesar Rp 400,000,000
Catatan:
- PT. DEF menggunakan metode garis lurus dalam menghitung penyustan gedungnya.
- Gedung diperkirakan memiliki umur ekonomis 30 tahun.
- Posisi Aktiva Tetap Gedung per tanggal 31 December 2007 ialah sebagai berikut: Perolehan Gedung = Rp 500,000,000 dan Accum Deprec Rp 52,777,778.
Step-1: Up-date Buku Aktiva Tetap Bangunan
Penyusutan 01 Jan – 18 April 2008:
Penyusutan = 4/12 x (Rp 500,000,000/30) = Rp 5,555,556
Akui penyusutan dengan jurnal:
[Debit]. Depreciation = Rp 5,555,556
[Credit]. Accum. Deprec = Rp 5,555,556
Dengan jurnal diatas, maka Accum. Deprec per 18 April 2008 menjadi:
Accum Deprec per 31 Dec 2007 = Rp 52,777,778
Accum Deprec 01 Jan- 18 Apr 2008 = Rp 5,555,556
-------------------------------------------------------------- (+)
* Accum Deprec 18 April 2008 = Rp 58,333,333
Sehingga Nilai buku gedung per 18 April 2008 menjadi:
Perolehan = Rp 500,000,000
Accum Deprec = (Rp 58,333,333)
-----------------------------------------
* Nilai Buku = Rp 441,666,667
Step-2: Hapus Aktiva Tetap Gedung
Pada tanggal 18 April 2008, Aktiva Tetap Gedung yang terbakar dihapus dengan jurnal:
[Debit]. Accum. Deprec = Rp 58,333,333
[Debit]. Fire Lost = Rp 441,666,667
[Credit]. Aktiva Tetap Gedung = Rp 500,000,000
Step-3: Pengakuan Claim Asuransi
Pada tanggal 19 April 2008, penerimaan pembayaran atas claim asuransi sebesar Rp 400,000,000 dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Cash = Rp 400,000,000
[Credit]. Fire Lost = Rp 400,000,000
Dengan jurnal diatas, maka Saldo Fire Lost per tanggal 19 April 2008 tinggal Rp 41,667,000 saja.
Pelaporan Pengahapusan Aktiva Tetap Rusak, Terbakar, Hilangan
Di selesai periode nanti, Aktiva Tetapnya tentu sudah tidak kelihatan di neraca karena saldo-nya sudah 0 (nol), sedangkan kerugiannya di masukkan ke dalam kelompok “POS-POS LUAR BIASA” atau “EXTRA ORDINARY ITEMS”. Dan didalam catatan laporan keuangan sudah pasti harus diberikan penjelasan mengenai terjadinya Extraordinary Items.
Catatan: Mengenai perlakuan pajaknya, hingga dikala ini saya belum menemukan undang-undang/surat edaran/Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai hal ini, apakah kerugian tersebut dapat dibebankan?. Jika ada diantara rekan-rekan mengetahui perihal hal ini, mohon biar dapat dibagi disini. Saya akan sangat mengehargainya.
Dari kasus Aktiva Tetap (Bangunan) terbakar tadi, logika-nya kalau bangunan perusahaan terbakar hingga habis (=ludes?), pastinya habis berikut isi-isinya bukan? Mesin, peralatan kantor, bahkan inventory-nya. Mesin dan Peralatan kantor tentu mampu dihapuskan dengan cara yang sama menyerupai menghapuskan bangunan, Bagaimana dengan Inventory-nya? Apakah caranya sama?, sebagai clue saja: peniadaan inventory berbeda dengan aktiva tetap, mengapa?, karena itu terkait dengan harga pokok penjualan. akan saya bahas di posting saya yang lainnya, mudah-mudahan tidak ada halangan, Semoga bermanfaat, Amin!.