Articles by "Aktiva Tetap"

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New
Showing posts with label Aktiva Tetap. Show all posts

Prosedur dan Analisa Pengadaan Aktiva Tetap, dan Analisa Pengadaan Aktiva Tetap, yang memang khusus membahas mengenai analisa menjelang pengadaan aktiva tetap bagi yang belum mengikuti, silahkan dibaca.


Rasanya kurang lengkap jikalau tidak disertai dengan pembahasan mengenai PERLAKUAN AKUNTANSI –nya.

Di artikel kali ini, akan dibahas khusus PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP.

Permasalahan Akuntansi aktiva tetap berada pada kisaran 3 fase berikut :

[Phase-1]. Perolehan Aktiva Tetap [-baca-]

Adalah fase di saat-saat aktiva tetap diperoleh sampai aktiva tetap tersebut sanggup beroperasi (berfungsi). Permasalahan yang timbul pada fase ini mencakup :

1. Perolehan Aktiva Tetap (Acquisition)
2. Pemasangan Aktiva Tetap (
Installation)

Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas perolehan aktiva tetap. Baca artikel lengkapnya [-baca-]

[Phase-2]. Penggunaan Aktiva Tetap [-baca]

Permasalahan yang timbul pada fase ini antara lain :

-baca-]
2. Penyusutan & Amortisasi [-baca-]

3. Penilaian Kembali (
Revaluation)
Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas penggunaan aktiva tetap.


[Phase-3]. Penarikan Aktiva Tetap (Retirement of Plant Asset)

Permasalahan disekitar penarikan aktiva tetap yakni :

1. Penjualan Aktiva Tetap [-baca-]
2. Penukaran Aktiva Tetap
3. Laba-Rugi Penarikan Aktiva Tetap [-baca-]

Beserta : Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure) atas penarikan aktiva tetap.

Jika tidak ada halangan, saya juga akan bahas mengenai; hal-hal terkait dengan aktiva tetap yakni :

(-). Audit dan Rasio Aktiva Tetap
(-). Penilaian Investasi atas Aktiva Tetap
(-). Sekilas mengenai Aktiva Tetap Sumber Alam


-baca-]
(-). Aktiva tetap yang terbakar [-baca-]
(-). Most Watched Plant Asset’s Expenses on Tax Investigation

Tapi mohon bersabar dahulu, semua topik dan pembahasan detail beserta pola kasus dari masing-masing yang di atas, akan saya turunkan satu persatu secara bertahap.


Please be patient…for a while :-)

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAPKonsep dasarnya :

Perolehan Aktiva tetap diakui sebesar HARGA PEROLEHAN –nya (the acquisition cost). Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran-pengeluaran yang timbul mulai dari peroses pembelian hingga aktiva tersebut siap beroperasi.


Maka harga perolehan sanggup dirumuskan dengan :

Nilai Beli + Pengeluaran yang timbul dari proses pembelian hingga aktiva tersebut siap operasi



Macam-macam Cara Perolehan Aktiva Tetap

Seperti sudah saya sampaikan pada artikel-artikel sebelumnya, aktiva tetap sanggup diperoleh dengan banyak sekali macam cara, diantaranya (yang paling sering terjadi) :

Dibeli tunai (kontan)
Dibeli dengan mencicil (kontrak jangka panjang)
Dibeli dengan saham
Dibangun Sendiri
Pertukaran


A. AKTIVA TETAP DIBELI TUNAI

Contoh masalah :

Pada tanggal 1 Desember 2007, PT. XYZ (PMA) yang berdomisili di Bekasi, membeli 10 unit mesin dari Jepang dengan harga (FOB) JPY 150,000,000.00 yang setara dengan Rp 12,779,711,574,- dengan biaya angkut dari Tokyo hingga Tanjung periok sebesar USD 1,800.00 yang setara dengan Rp 16,883,995,- Tariff bea masuk untuk mesin tersebut ialah 15%, lantaran PT. XYZ (PMA) menggunakan akomodasi penanaman modal asing, atas import barang modal dikenakan bea masuk hanya setengahnya. Untuk menjamin keselamatan barang dalam perjalanan, pengangkutan mesin tersebut dilindungi dengan asuransi ber premi USD 1,500.00 setara dengan Rp 14,069,995,- . Biaya angkut dari tanjung periok hingga ke bekasi sebesar Rp 1,500,000,-. Untuk instalasi pemasangan PT. XYZ membayar konsultan sebesar Rp 15,000,000,-

Permasalahan : Bagaimanakah perlakuan Akuntansi atas pembelian 10 unit mesin tersebut ?.

(a). Penilaian (pengukuran)
Jika kita uraikan, maka pengeluan-pengeluaran PT. XYZ (PMA) atas pembelian mesin tersebut ialah sebagai berikut :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP
(b). Pengakuan (pencatatan)

Pencatatan-1 : Wajar
 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Pencatatan-2 : Tidak wajar
 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP

Mengapa pencatatan yang pertama dikatakan masuk akal dan pencatatan yang dibawahnya dikatakan tidak masuk akal ?.

Jawabannya ialah Matching Principles, yaitu : Pengeluaran hendaknya diakui pada periode kapan potensi pendapatan akan diperoleh atas pengeluaran tersebut.

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAPDalam masalah di atas, kalau yang dilakukan ialah pencatatan menyerupai pada pencatatan yang kedua, maka : pada ketika penutupan buku (31 Desember 2007), akan nampak beban yang begitu tinggi, bahkan sangat mungkin PT. XYZ kelihatan seperti mengalami kerugian yang besar akhir pembebanan : Shipping Cost, Insurance Cost, Import Duty, Import Tax, Trucking & Installation Cost dengan SEKALIGUS. Sementara mesin belum berproduksi, belum menghasilkan outpun samasekali. Diperiode-periode berikutnya (2008, 2009, 2010 hingga mesin tersebut ditarik dari penggunaan) akan nampak keuntungan yang tinggi, akhir semua pengeluaran tersebut telah dibebankan sekaligus ketika pembelian.

Akan menjadi masuk akal apabila, semua pengeluaran-pengeluaran tersebut dikapitalisasi ( diakui sebagai perolehan) untuk kemudian dibebankan secara gradual selaras dengan penggunaan mesin tersebut (utilization), yaitu dengan cara menyusutkannya (depreciating).


B. AKTIVA TETAP DIBELI DENGAN MENCICIL

Perolehan aktiva dengan pembayaran dicicil, tentu pengeluaran kas tidak akan terjadi sekaligus, melainkan sedikit demi sedikit sesuai dengan janji dengan kreditur (Bank). Lain daripada itu, tentu akan ada bunga yang harus ditanggung.

Contoh Kasus :

PT. XYZ membeli sebidang tanah untuk daerah perjuangan seluas 1 Ha seharga Rp 1,900,000,000,-, dengan sistem pembayaran sebagai berikut :
Pembayaran pertama ialah sebesar Rp 900,000,000,- sedangkan sisanya dicicil sebanyak 10 kali selama 10 Tahun. Atas Pokok cicilan dikenakan BUNGA TETAP 18% pertahun.

Maka Transaksi ini, dicatat (dijurnal) sebagai berikut :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Bagaimana kalau dengan bunga menurun ?.

Maka transaksinya dicatat sebagai berikut :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAPUntuk jurnal pembayaran pada cicilan yang ke-3 dan seterusnya tentu sudah sanggup dihitung bukan ?.


C. AKTIVA DIBELI DENGAN SAHAM/OBLIGASI

Konsep dasarnya :

(-). Perolehan aktiva tetap diakui sebesar HARGA PASAR saham yang dikeluarkan pada ketika pembelian aktiva terjadi.

(-). Jika harga pasar lebih tinggi dari harga nominal saham, maka harus diakui adanya AGIO SAHAM (premium) sebesar selisihnya.

(-). Jika harga pasar lebih rendah dari harga nominal nya, maka diakui adanya DISAGIO SAHAM (discount).

Contoh Kasus :

PT. XYZ, membeli sebuah truck dengan cara mengeluarkan saham sebanyak 1000 lembar @ Rp 100,000,-

Jika harga pasar saham PT. XYZ ketika itu ialah @ Rp 95,000, maka transaksi dicatat dengan jurnal :

[-debit-] Truck = Rp 95,000,000,-
[-debit-] Disagio Saham (discount) = Rp 5,000,000,-

[-credit-] Modal Saham = Rp 100,000,000,-


Jika harga pasar saham PT. XYZ ketika itu ialah @ Rp 110,000, maka transaksi dicatat dengan jurnal :

[-debit-] Truck = Rp 110,000,000

[-credit-] Modal Saham = Rp 100,000,000,-
[-credit-] Agio (premium) Saham = Rp 10,000,000,-


D. AKTIVA YANG DIBANGUN

Dalam banyak kejadian, untuk aktiva bangunan lebih sering diperoleh dengan dibangun terlebih dahulu (tidak membeli bangunan siap pakai).

Konsep dasarnya :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP(-) Jika menggunakan jasa kontraktor (diborongkan), maka harga perolehan aktiva bangunan diakui sebesar nilai kontraknya.

(-) Jika dibangun sendiri, maka harga perolehan aktiva diakui sebesar seluruh pengeluaran atas pembangunan gedung (property) tersebut.

Bagaimana kalau pembangunan terjadi di ketika perusahaan sudah beroperasi ?.

Sengaja saya tidak membahas masalah untuk 2 jenis pembangunan yang di atas, lantaran terlalu sederhana, biasa-biasa saja. Saya akan konsentrasikan pembahasan pada masalah pembangunan yang dilakukan pada ketika perusahaan telah beroperasi, akan lebih menarik :-)

Apa yang menarik dalam masalah ini ?

Okay…..

Dalam pembangunan tentu ada banyak pengeluaran…

In the same time …………

Perusahaan telah beroperasi, telah berproduksi, yang juga banyak terjadi pengeluaran. Sering terjadi beberapa pengeluaran mixed up, alias TERCAMPUR ADUK.

Jika kita kelompokkan, pengeluaran-pengeluaran yang terjadi untuk pembangunan (construction) sama saja dengan pengeluaran-pengeluaran proses produksi di perusahaan, yang terdiri dari 4 kelompok pengeluaran besar :

a. Bahan pribadi (material)
b. Upah pribadi (direct labour)
c. Biaya Tak pribadi (overhead)
d. Biaya operasional (expenses)

Pengeluaran kelompok a ? : Forget about this, ini gampang untuk dipisahkan.
Pengeluaran kelompok b? : Tidak sulit untuk dipisahkan. So, kita lupakan ini

Pengeluaran kelompok c & d ini yang rada susah untuk dipisahkan. Sudah niscaya perusahaan akan banyak menggunakan sources yang sama untuk post pengeluaran ini.

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAPMisalnya : Air, Listrik, telepon, peralatan tertentu, transportasi, honor satpam, bahkan tidak jarang perusahaan menugaskan staff atau karyawan tertentu yang disamping bekerja untuk perusahaan yang telah berjalan juga ditugaskan untuk mengawasi proyek pembangunan yang sedang berlangsung.

Termasuk staff accounting, disamping ngurusin keuangan dan pembukuan kantor yang telah beroperasi, juga harus mencatat (membukukan) segala transaksi yang timbul dari proses pembangunan juga :-). Well, tidak apa-apa, hitung-hitung sekalian berguru struktur pengeluaran dalam proses konstruksi… menarik kan ? sanggup ilmu kan ?.

Kembali ke pokok permasalahan…..Bagaimana memisahkannya ?.

Walaupun semenjak awal perusahaan sudah aware dan care untuk memisahkan setiap nota (bukti transaksi), akan tetapi ada certain pengeluaran yang memang sulit dan memang mustahil sanggup dipisahkan dengan mudah.

Untuk menjawab masalah ini kita pergunakan INCREMENTAL METHOD, yaitu : dengan mencari selisih overhead cost atau expenses antara overhead/expenses yang terjadi sesudah adanya konstruksi dibandingankan dengan sebelum adanya konstruksi.

Contoh Kasus :

PT. XYZ melaksanakan ekspansi pabrik semenjak 22 Oktober 2007, dengan mebangun satu suplemen gedung. Di sisi lain PT. XYZ telah beropersi dan berproduksi semenjak 2 tahun yang lalu. Dari Laporan Laba-Rugi PT. XYZ diperoleh data-data sebagai berikut :


 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Dengan melihat perbandingan data di atas, maka porsi yang perlu dikapitalisasi sanggup kita tentukan, lihat kolom terakhir pada table dibawah ini :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Jurnalnya pun sanggup dikita tentukan, perhatikan jurnal dibawah :

 Sementara itu yang dimaksud dengan harga perolehan ialah pengeluaran PEROLEHAN AKTIVA TETAP

E. AKTIVA DIPEROLEH DENGAN PERTUKARAN

Pertukaran aktiva tetap disini maksudnya ialah aktiva yang telah dimiliki ditukarkan dengan aktiva yang dimiliki oleh pihak (perusahaan/orang) lain.

Pada masalah pertukaran yang menjadi masalah utama ialah penentuan nilainya. Hal ini disebabkan oleh lantaran adanya banyak sekali kondisi atas pertukaran yang terjadi. Yang menjadi patokan dasar ialah :

Pertukaran aktiva homogen atau tidak
Harga Pasar diketahui atau tidak
Disertai arus kas atau tidak


Berikut ialah banyak sekali kemungkinan kombinasi atas kondisi pertukaran aktiva tetap dan perlakuan akuntansinya :

(a). Harga pasar diketahui, tidak disertai arus kas, maka :
Aktiva tetap yang diterima dicatat sebesar harga pasar aktiva yang mempunyai keabsahan bukti transaksi yang lebih memadai. Jika sama-sama berpengaruh ke absahannya, maka yang diakui ialah harga pasar aktiva yang diserahkan, tetapi kalau aktiva yang diterima mempunyai bukti transaksi yang lebih lengkap maka perolehan aktiva dicatat sebesar aktiva yang diterima.

(b). Harga Pasar tidak diketahui (sejenis maupun beda jenis)
Harga perolehan aktiva dicatat sebesar NILAI BUKU aktiva yang diserahkan. Untuk masalah menyerupai ini, diharapkan pembatalan akumulasi penyusutan atas aktiva yang diserahkan.

Contoh kasus :

PT. XYZ menukarkan peralatannya dengan sebuah mesin dari pihak lain, Harga perolehan perlatan yang diserahkan ialah sebesar Rp 1,500,000,- dan nilai bukunya ketika ditukarkan ialah Rp 1,000,000,- sementara Harga Perolehan mesin yang diterima dari pihak lain ialah Rp 1,700,000 sedangkan nilai bukunya ialah Rp 1,200,000,- HARGA PASAR TIDAK DIKETAHUI.

Maka jurnalnya adalah :

[-debit- ] Aktiva Tetap Mesin = Rp 1,000,000,-
[-debit- ] Akumulasi penyusutan = Rp 500,000,-

[-credit-] Peralatan = Rp 1,500,000,-


(c). Aktiva Beda Jenis, Harga Pasar Diketahui, Disertai Arus Kas.

Adanya arus kas, kemungkinannya ada 2 :

-Disertai arus kas keluar, berarti ada rugi pertukaran, maka rugi diakui
-Disertai arus kas masuk, berarti ada keuntungan pertukaran, maka keuntungan diakui

Aktiva Sejenis, Harga Pasar diketahui, Disertai arus kas :

- Indikasi rugi, maka rugi diakui
- Indikasi laba, maka keuntungan jangan diakui

 Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi PENGGUNAAN AKTIVA TETAP (Utilization)Penggunaan aktiva tetap (utilization) yaitu 2nd phase dari siklus hidup aktiva tetap. Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi, menghasilkan output dan memperlihatkan hasil kembali (gains / keuntungan / profit / earning) atas cost yang pernah dikeluarkan pada masa perolehannya.


Namun demikian, setiap revenue yang dihasilkan tentunya memerlukan adanya pengorbanan, yang dalam suatu transaksi lumrah kita sebut sebagai beban/biaya (expenses) maupun harga pokok (cost).

Untuk berproduksi, menghasilkan output yang pada kesudahannya menghasilkan revenue, aktiva tetap harus dipekerjakan (occupied) secara maksimal. Ada aktivitas-aktivitas.

Atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada suatu aktiva tetap, ada 2 (dua) konsekwensi utama yang akan timbul :

1. Adanya pengeluaran (expenditure) untuk pemeliharaan (maintenance), perbaikan (repair/betterment), penggantian komponen (replacement), turun mesin (overhaul).
2. Adanya penurunan fungsi sekaligus berkurangnya umur hemat atas aktiva tetap yang dipergunakan, yang biasa kita kenal dengan PENYUSUTAN (depreciation).


A. PENGELUARAN (Expenditure) DI MASA PENGGUNAAN

Seperti disebutkan diatas, konsekwensi pertama atas penggunaan aktiva tetap yaitu adanya pengeluaran-pengeluaran.

The main issue on this phase is :

“WHETHER THOSE EXPENDITURES SUPPOSED TO BE TREATEN AS AN EXPENSE OR TO BE CAPITALIZED”.

Ya….. “Dibebankan atau di kapitalisasi?”.

Berikut yaitu aktivitas-aktivitas yang biasa terjadi pada penggunaan aktiva tetap beserta panduan dasar perlakuan akuntansinya (sekalikus akan menjawab pertanyaan besar di atas) :

1). Pemeliharaan (Maintenance)

Tindakan atau acara yang ditujukan “hanya” untuk menciptakan suatu aktiva tetap berfungsi sebagaimana mestinya disebut dengan PEMELIHARAAN (Maintenance), dan pengeluaran yang timbul hendaknya di bebankan (dijadikan biaya) pada periode yang sama.

Apakah boleh dikapitalisasi ? (jawabannya ada di final sub pokok bahasan ini)

Contoh Kasus :

PT. Royal Bali Cemerlang, membayar sebesar Rp 75,000,- untuk membersihkan 1 unit AC di ruangan Accounting sekaligus menambah Freon sebanyak 5 psi.

Jelas sanggup kita lihat bahwa acara ini yaitu dimaksudkan hanya untuk menciptakan AC tersebut sanggup berfungsi sebagaimana mestinya, maka atas pengeluaran tersebut dicatat sebagai berikut :

[-Debit-]. Office Maintenance = Rp 75,000,-
[-Credit-]. Petty Cash = Rp 75,000,-


2). Perbaikan (Repair/betterment)

 Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi PENGGUNAAN AKTIVA TETAP (Utilization)Perbaikan (repair) diperhitungkan sebagai acara yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan (maintenance). Dikatakan perbaikan (repair) apabila; untuk menciptakan aktiva tersebut berfungsi sebagaimana mestinya diharapkan tindakan pemulihan kondisi atas bagian/sparepart/komponen yang mengalami penurunan fungsi, akan tetapi belum diharapkan suatu penggantian.

Contoh Kasus :

Dari perkara yang sama di atas, akan tetapi tehnisi AC perlu melaksanakan penyambungan kabel ulang dan melaksanakan pengelasan pada pangkal pipa selang yang sudah mengalami korosi ringan. Untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang harus mengeluarkan biaya suplemen sebesar Rp 350,000,-
Dapat kita lihat bahwa tindakan ini tidak hanya sekedar melaksanakan pemeliharaan (maintenance) melainkan sudah terjadi acara perbaikan (repaires). Untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang melaksanakan pencatatan sebagai berikut :

[-Debit-]. Akumulasi penyusutan AC = Rp 350,000,-
[-Debit-]. Office Maintenace = Rp 75,000

[-Credit-]. Petty Cash = Rp 425,000,-

Apakah boleh dikapitalisasi semua ? (jawabannya ada di final sub pokok bahasan ini)


3). Penggantian Komponen (replacement)

Istilah penggantian komponen (replacement) terang artinya. Ditandai dengan adanya penggantian atas satu komponen atau lebih dari suatu aktiva tetap.

Contoh Kasus :

Bagian IT menemukan salah satu mouse computer tidak berfungsi lagi, dan sebuah DVD RW pada computer yang lain juga tidak berfungsi, untuk itu diperlu dilakukan penggantian terhadap kedua kompenen tersebut secara terpisah. Dari nota pembelian komponen terlihat harga mouse yaitu Rp 35,000,- sedangkan harga DVD RW yaitu Rp 450,000,-

Atas transaksi tersebut, dilakukan pencatatan sebagai berikut :

[-Debit-]. Maintenance = Rp 35,000,-
[-Debit-]. Akumulasi penyusutan Computer = Rp 450,000,-

[-Credit-]. Petty Cash = Rp 485,000,-

Mengapa tidak dikapitalisasi semua ?. Mengapa tidak di debit Akumulasi Penyusutan saja ? (temukan jawabannya di final sub pokok bahasan ini).


4). Pengangkatan Kapasitas (Up-grading)

Pada fase pertumbuhan perusahaan, biasanya disertai dengan peningkatan produksi, sebagai konsekwensinya, tidak jarang perusahaan harus melaksanakan upgrade (peningkatan kapasitas) terhadap aktiva tetap yang dipakai (entah itu mesin, peralatan bahkan gedungnya). Atas suatu upgrading, tentu akan memicu adanya pengeluaran-pengeluaran yang biasanya cukup material.

Contoh Kasus :

Sudah beberapa bulan belakangan ini listrik di pabrik PT. XYZ sering mengalami padam ditempat. Setelah diselidiki oleh electrician, diketahui penyebabnya yaitu alasannya penggunaan listrik di pabrik yang semakin meningkat seiring dengan adanya penambahan beberapa mesin. Untuk itu diharapkan penambahan daya. Atas penambahan daya tersebut, terjadi pengeluaran kas dengan rincian sebagai berikut :

1 unit Generator 30 KWH = Rp 18,000,000,-
1 unit panel MCB = Rp 1,500,000,-
400 meter Kabel = Rp 500,000,-
Biaya pemasangan = Rp 1,000,000,-
Total Pengeluaran = Rp 21,000,000,-

Transaksi tersebut dicatat :

[-Debit-]. Peralatan Listrik = Rp 21,000,000,-
[-Credit-]. Kas Bank A = Rp 21,000,000,-


5). Turun Mesin (overhaul)

Istilah turun mesin (overhaul) terjadi pada aktiva tetap yang bekerjanya memakai mesin. Misalnya : Mobil, Kendaraan, mesin produksi, peralatan produksi. Dikatakan mengalami turun mesin apabila untuk membuatnya berfungsi lebih baik, diharapkan tindakan pembongkaran terhadaphampir seluruh komponen atau komponen utama dari aktiva tersebut, untuk kemudian dilakukan pemasangan kembali. Pada proses turun mesin hampir niscaya akan terjadi sekaligus tindakan : Pemeliharaan, Perbaikan, penggantian koponen. Turun mesin (overhaul) biasanya terjadi disaat-saat aktiva tersebut mengalami penurunan fungsi (kapasitas) yang sangat signifikan akhir penggunaan yang sudah relatif lama.

Aktifitas turun mesin (overhaul) sudah niscaya akan menciptakan umur hemat aktiva tersebut menjadi bertambah. Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran yang timbul hendaknya dikapitalisasi dengan cara mendebit rekening akumulasi penyusutan (accumulated depreciation) sebesar pengeluaran overhaul tersebut.

Contoh Kasus :

Memasuki tahun ke-8, salah satu mesin produksi PT. Royal Bali Cemerlang yang 7 tahun kemudian diperoleh Rp 10,000,000,- (life time estimation 8 tahun), perlu dilakukan turun mesin, untuk melaksanakan turun mesin, perusahaan membayar sebesar Rp 7,000,000,- sesudah turun mesin, mesin tersebut diperkirakan akan masih produktif hingga 7 tahun ke depan.

Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut :

[-Debit-]. Akumulasi penyusutan = Rp 7,000,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 7,000,000,-

Catatan : Jurnal di atas yaitu untuk mengkapitalisasi pengeluaran atas overhaul (turun mesin) sebesar Rp 7,000,000,-

Masalah berikutnya :

Berapa besarnya akumulasi penyusutan (Accum Deprec) sesudah terjadi overhaul ?
Berapa besarnya Nilai Buku (book value) sesudah overhaul ?
Berapa biaya penyusutan (depreciation) yang akan dibebankan pada tahun ke-8 ini ?
Berapa Nilau Buku Tutup Tahun ke-8 (Closing Book Value) nanti ?

Untuk menjawab semua pertanyaan di atas, maka perlu kita lakukan perhitungan awal sebagai berikut :

 Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi PENGGUNAAN AKTIVA TETAP (Utilization)
Selanjutnya perhatikan perhitungan pada gambar dibawah ini :

 Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi PENGGUNAAN AKTIVA TETAP (Utilization)
Dapat kita lihat bahwa :

Setelah pengeluaran overhaul di kapitalisasi sebesar Rp 7,000,000 dengan cara mendebit rekening Akumulasi penyusutan sebesar Rp 7,000,000, maka :

Akumulasi Penyusutan berkurang sebesar Rp 7,000,000, sehingga Akumulasi Penyusutan sesudah overhaul yaitu Rp 8,750,000 – Rp 7,000,000 = Rp 1,750,000

Nilai Buku menjadi Rp 10,000,000 – Rp 1,750,000 = Rp 8,250,000Penyusutan yang

Dapat dibebankan pada tahun ke-8 ini yaitu sebesar Rp 8,250,000 : 7 = Rp 1,178,571 (angka 7 yaitu umur hemat sesudah overhaul, ingat : “setelah overhaul diperkirakan mesin akan tetap produktif hingga 7 tahun ke depan”).

Nilai Buku tutup tahun ke-8 ini pun menjadi sanggup kita hitung, yaitu : Rp 8,250,000 – Rp 1,178,571,- = Rp 7,071,429,-


Faktor-faktor Lain yang Perlu Dipertimbangkan

In term to determine whether the expenditure supposed to be treaten as an expense or to be capitalized, using all the above approach is simply not enough :-), seems that we need another terminology…

Misalnya : terjadi penggantian salah satu komponen (dalam pola di atas penggantian mouse untuk sebuah unit PC ), penggantian komponen seharusnya di kapitalisasi, tetapi mau dikapitalisasi juga nilainya koq kecil, harga mouse cuma Rp 35,000,- sementara harga satu unit computer standar (termasuk mouse tentunya) mungkin antara Rp 4,000,000 s/d. Rp 5,000,000,- .

Yup….. kita perlu pendekatan lain untuk melengkapinya.

Berikut yaitu faktor-faktor yang PERLU dipertimbangkan untuk mendeterminasi apakah suatu pengeluaraan di masa penggunaan aktiva “dibebankan atau di kapitalisasi” :

1. Tingkat Keseringan
Jika jenis pengeluaran tersebut sering terjadi dan sifatnya rutin (repetitive), sebaiknya pengeluaran tersebut dibiayakan saja, and vice versa…

2. Metrialitas
Jika pengeluaran tersebut sifatnya material, maka sebaiknya dikapitalisasi, kalau tidak berarti di bebankan (silahkan diukur dengan membandingkan antara pengeluaran yang terjadi dengan harga perolehan aktiva-nya).

3. Lama Manfaat
Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan memperlihatkan manfaat lebih dari satu tahun buku, maka sebaiknya di kapitalisasi, kalau hanya satu tahun buku atau kurang, sebaiknya dibebankan diperiode yang sama saja.

4. Pengaruhnya terhadap Umur Ekonomis atau kapasitas
Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan menambah umur hemat atau meningkatkan kapasitas,maka sebaiknya di kapitalisasi. Demikian sebaliknya.

Mudah-mudahan suplemen pertimbangan di atas merupakan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang sengaja saya tunda di awal artikel :-)

Sepertinya gres satu sub-pokok bahasan saja, sudah begitu panjang. Terpaksa pembahasan mengenai penyusutan (depereciation) kita bahas di postingan berikutnya. Mudah-mudahan sabar menunggu ya :-).

Sebagai obat atas pemenggalan ini, saya berikan satu renungan, yang mungkin berguna…..

 Pada masa inilah aktiva tetap diharapkan berproduksi PENGGUNAAN AKTIVA TETAP (Utilization)Sebagai seorang book keeper tentu menginginkan perlakuan akuntansi yang sangat precisely… Tapi, perlu diingat “Accounting Is Not A Law”, so… tidak ada istilah benar atau salah dalam perlakuan akuntansi…. Yang ada yaitu “Appropriate or In-appropriate” (wajar atau tak wajar). Yang menjadi main priority dari perlakuan akuntansi yaitu PENGGUNA (the user).

Maka dari itu, setiap kali melaksanakan evaluasi (pengukuran/penghitungan), ratifikasi (pencatatan) maupun pelaporan (disclosure), instead of thinking about correct or not correct, try to think about :

- Will the user be able to read (hence to understand) the report ?
- Will this journal entry potentially lead the user to a bias interpretation or not ?
- Is this transaction potentially an erroneous or fraud ?
- Are you comfortable with the number and they way you record it ?.

Jika semua pertanyaan-pertanyaan tersebut sanggup anda jawab tanpa keraguan, maka anda tidak perlu ragu lagi. Lets do it and get it done !.

-baca-]

2. Nilai Residu (Salvage Value)

Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk apabila aktiva tersebut dijual pada ketika penarikan/penghentian (retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya suatu aktiva tidak mempunyai nilai residu sebab aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya alias di jadikan besi tua, sampai habis terkorosi. Tentu saja ini tidak dianjurkan, alangkah bagusnya kalau di daur ulang.

3. Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time)

Sebagian besar, aktiva tetap mempunyai 2 jenis umur, yaitu :

Umur fisik : Umur yang dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva. Suatu aktiva dikatakan masih mempunyai umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin sudah menurun fungsinya).

 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)Umur Fungsional : Umur yang dikaitkan dengan bantuan aktiva tersebut dalam penggunaanya. Suatu aktiva dikatakan masih mempunyai umur fungsional apabila aktiva tersebut masih memperlihatkan bantuan bagi perusahaan. Walaupun secara fisik suatu aktiva masih dalam kondisi sangat baik, akan tetapi belum tentu masih mempunyai umur fungsional. Bisa saja aktiva tersebut tidak difungsikan lagi akhir perubahan model atas produk yang dihasilkan, kondisi ini biasanya terjadi pada aktiva mesin atau peralatan yang dipergunakan untuk menciptakan suatu produk. Atau aktiva tersebut sudah tidak sesuai dengan jaman (not fashionable), kondisi ini biasanya terjadi pada jenis aktiva yang bersifat dekoratif (misalnya : furniture/mebeler, hiasan dinding, dsb).

Dalam penentuan beban penyusutan, yang dijadikan materi perhitungan yaitu umur fungsional yang biasa dikenal dengan umur ekonomis.

4. Pola Penggunaan Aktiva

Pola penggunaan aktiva besar lengan berkuasa terhadap tingkat ke-aus-an aktiva, yang mana untuk mengakomodasi situasi ini biasanya dipergunakan metode penyusutan yang paling sesuai.


Metode-metode Penyusutan (Depreciation Method)

Ada banyak sekali metode penyusutan, hanya beberapa metode saja yang biasa dipergunakan.

Berikut yaitu 2 metode penyusutan yang paling banyak dipergunakan, sebab paling gampang dan paling relevan dengan perlakuan akuntansi.


Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Konsep dasarnya :

Metode ini menganggap aktiva tetap akan memperlihatkan bantuan yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode sampai aktiva diarik dari penggunaannya.

Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.

Formula :
 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)
Atau dengan memakai rate prosentase, dengan formula :

 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation) Contoh Kasus :

Sebuah mesin diperoleh pada tanggal 1 Januari 2007 dengan harga Rp 8,000,000 ditaksir mempunyai umur irit 8 tahun, dan apabila nanti ditarik diperkirakan besi tuanya sanggup dijual seharga Rp 150,000. Tambahan warta : Perusahaan memakai metode garis lurus.

Beban penyusutan untuk tahun 2007, dihitungan dengan cara :

Depreciation Cost = 12/12 x [(Rp 8,000,000–150,000) : 8] = Rp 981,250,-

Jika aktiva tetap tersebut diperoleh pada tanggal 05 Pebruari 2007, maka dihitung dengan cara = 11/12 x [(Rp 8,000,000 – 150,000) : 8]

Jika diperoleh pada tanggal 20 Pebruari 2007, maka dihitung 10/12 x [(Rp 8,000,000 – 150,000) : 8]

…….dan seterusnya

Jika tanpa nilai residu, maka variable nilai residu tidak diperhitungkan (lihat formula di atas).

Atas pembebanan penyusutan ini dicatat sebagai berikut :

[-Debit-]. Depreciation = Rp 981,250,-
[-Credit-]. Accumulated Depreciation = Rp 981,250,-

Jika aktiva tersebut diperoleh di awal tahun (01 14 Januari), maka tabel “Jadwal Penyusutan Aktiva ” selama umur ekonomisnya, akan menjadi sebagai berikut :


 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)


Bandingkan kedua tabel di atas : Bagian mana yang berbeda ?.

Pada tabel pertama (dengan memperkirakan adanya salvage value), di selesai tahun ke-8, terlihat masih ada NILAI BUKU (Book Value) aktiva sebesar Rp 150,000, INILAH YANG DISEBUT NILAI RESIDU (Salvage Value) dimana kalau aktiva tersebut dijual pada selesai penggunaannya nanti diperkirakan akan laris seharga Rp 150,000,-. Di sisi lainnya, biaya penyusutan yang dibebankan tidak sepenuhnya Rp 1,000,000 per tahunnya.

Pada tabel kedua (dengan tidak memperkirakan adanya salvage value), pada selesai tahun ke-8, NILAI BUKU (Book Value) benar-benar Nihil (nol), artinya : perusahaan memperkirakan aktiva tersebut tidak akan menghasilkan arus kas (tidak sanggup dijual) pada selesai masa penggunaannya nanti. Di sisi lain, penyusutan dibebankan sepenuhnya Rp 1,000,000 setiap tahunnya.


Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)

Konsep Dasarnya :

Aktiva tetap dianggap akan memperlihatkan bantuan terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur irit atas aktiva tersebut.

Metode ini sesuai kalau dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.

Formula :
 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)
Contoh Kasus :

Mempergunakan referensi masalah sebelumnya.....

Cari "rate penyusutan (d%)" terlebih dahulu, perhatikan perhitungan dibawah :


 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)


Dengan memakai rate di atas, yaitu sebesar 39%, “Jadwal Penyusutan” memakai Declining Balance Method sanggup dibuat, menyerupai dibawah :

 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)

Memperhatikan table di atas, sanggup dilihat bahwa dengan memakai Metode Saldo menurun (Declining Balance Method), salvage value di selesai tahun ke delapanpun alhasil kurang lebih sama dengan kalau memakai Metode Garis Lurus (Straight Line Method) yaitu Rp 150,000. Hanya saja, kalau kita perhatikan pada kolom “Depreciation (penyusutan) nampak bahwa dengan memakai metode Saldo Menurun, harga perolehan yang dialokasikan ke dalam penyusutan (dibebankan pada Harga Pokok Penjualan) dialokasikan sebagian besar pada awal-awal penggunaan aktiva tersebut. Hal ini didasari oleh konsep yang dianut oleh metode ini, dimana suatu aktiva (khusunya mesin produksi) dianggap memperlihatkan best performance diawal-awal penggunaannya.

Jurnal pembebanan penyusutan pada methode ini sama saja dengan metode garis lurus.

Catatan Penting :

Dimungkinkan untuk memakai metode yang manapun untuk jenis aktiva yang manapun, yang terpenting :

 dalam fase pengunaan aktiva tetap telah dibahas dalam artikel sebelumnya PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (Depreciation)(-). Metode apapun yang dipergunakan, hendaknya diterapkan secara konsisten.

(-). Jika perusahaan mengganggap perlu melaksanakan perubahan atas metode penyusutan yang diterapkan, hendaknya dicantumkan dalam klarifikasi atas sistem akuntansi yang dipergunakan pada laporan keuangan, disertai dengan alasannya.

Accounting Case Study yang saya angkat kali ini yaitu perlakuan akuntansi untuk "Kapitalisasi Sambungan Listrik PLN". Apakah Sambungan Listrik PLN mampu di akui sebagai asset ?, bagaiaman perlakuannya akuntansinya?, berapa lama di susutkan atau diamortisasi? Kita bahas di Accounting Case Study kali ini.

Berikut yaitu kutipan pertanyaan dari Bapak Ag :


Dear Pak Putra,

Thanks atas semua yang Bapak sajikan di blog financenya. Saya selaku administrator pemula di bidang finance merasa sangat terbantu atas segala gosip yang ada.

Ini yaitu untuk yang pertama kali saya mengajukan pertanyaan.

Pak Putra, jikalau suatu perusahaan water treatment dengan masa konsesi 30 tahun yang gres mau beroperasi melaksanakan transaksi pembayaran sambungan listrik ke PLN, biar PLN membuka sambungan listrik gres untuk kepentingan produksinya, apakah biaya sambungan listrik gres ini mampu dijadikan Intangible Asset, dengan me-refer artikel Pak Putra mengenai Intangible Asset.

Dalam Artikel Pak Putra, suatu biaya dapat jadi Intangible asset golongan operation cost, jikalau dilakukan sebelum perusahaan beroperasi dan manfaatnya lebih dari satu tahun. Saya mengkaitkan jenis ini dengan biaya sambungan listrik baru, alasannya adanya sambungan listrik gres tersebut sangat krusialdemi kontinuitas operasional, selain itu manfaatnya dapat dinikmati selama perusahaan mampu beroperasi sampai final masa konsesi.

Nah, pada kasus ini bagaimana perlakuannya Pak?
Kalaupun ya, amortisasinya 30 tahun juga? Kemudian kondisi apa saja yangbisa menimbulkan pengeluaran tersebut sebagai Intangble Asset

Kalaupun tidak, penjelasannya bagaimana ?

Thank You Pak Putra, saya tunggu sharingnya.


Dari Author:


Hello Pak Ag,

Saya bersukur jikalau blog saya memberi manfaat.

Anda benar, bahwa segala pengeluaran yang menyertai perolehan atas suatu aktiva tetap yaitu bab dari harga perolehan aktiva tersebut.

Sambungan listrik, 100% positively & absolutely mampu dikapitalisasi :-) dengan kata lain diakui sebagai aktiva tetap.

Bagaimana mengkapitalisir-nya ?.

1). Jika pengeluaran untuk sambungan listrik tersebut terjadi sebelum perusahaan beroperasi, dan dimaksudkan untuk penerangan:

Maka sambungan listrik tersebut ditambahkan ke dalam harga perolehan bangunan perusahaan anda (jika bangunan diperoleh sebagai hak sewa, maka pengeluaran tersebut ditambahkan ke dalam harga perolehan hak sewa tersebut, jikalau bangunan sendiri/milik perusahaan, maka dikapitalisasi sebagai penambah harga peroleh bangunan). Karena tanpa sambungan listrik tersebut bangunan tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya bukan ?.

Kapitalisasi pengeluaran atas sambungan listrik ini dijurnal:

[Debit]. Hak Sewa
[Kredit]. Kas

atau (jika bangunan milik perusahaan sendiri) :

[Debit]. Bangunan
[Kredit]. Kas

Dengan jurnal di atas, maka harga perolehan hak sewa bangunan atau harga perolehan bangunan tersebut akan bertambah sebesar pengeluaran atas sambungan listrik.

Bagaimana Depresiasi/Amortisasinya ?.

(-). Jika hak sewa bangunan lebih lama dari konsesi sambungan listrik tersebut (lebih lama dari 30 tahun), maka di amortisasi selama umur konsesi sambungan saja, mengapa? alasannya sambungan listrik tersebut hanya akan memberi manfaat selama masa konsesi saja.

(-). Jika hak sewa bangunan un-renewable (tdk mampu diperpanjang) atau belum tentu diperpanjang, dan masa hak sewa lebih pendek dari umur konsesi sambungan, maka sebaiknya di amortisasi selama masa hak sewa saja. Karena sambungan listrik tersebut tidak akan memberi manfaat lagi begitu hak sewa habis bukan?. Jangan ambil resiko mencadangkan susuatu yang tidak pasti, kita berpegang pada "Conservatism Principle" dalam kasus ini.


Tips :

Saat mengajukan seruan sambungan ke PLN pertimbangkanlah masa sewa bangunan, yaitu; konsesi sambungan listrik sebaiknya tidak lebih lama dari masa sewa bangunan.

Mungkin anda mengatakan "tetapi PLN mensyaratkan masa konsesi terpendek yaitu 30 tahun or else yg lebih lama dari hak sewa. bagaimana ?". Jika demikian adanya, maka didalam akte sewa - menyewa bangunan atau daerah usaha disertakan butir khusus mengenai masa berakhirnya sewa. Butir tersebut mungkin isinya :

"Pasal 9 : Masa Berakhirnya Sewa
Pada masa berakhirnya sewa-menyewa ini, segala peralatan, sambungan listrik, dan equipment lainnya yaitu tetap menjadi milik penyewa, untuk itu penyewa berhak mengalihkan, menyewakan atau menjualnya kepada penyewa berikutnya atau pihak manapun yang diinginkan oleh pihak penyewa
".


2). Jika sambungan listrik tidak terkait dengan fungsi bangunan, misalnya; mesin produksi yang menggunakan daya listrik tersebut tidak membutuhkan media bangunan untuk beroperasi :

Maka pengeluaran atas sambungan listrik tersebut mampu diakui sebagai aktiva tak berwujud "Konsesi Listrik PLN xxxx KVA (note : xxxx = besarnya daya)".

Jurnalnya :

[Debit]. Konsesi Listrik PLN xxxx KVA
[Credit]. Kas

Nantinya di Neraca dimasukkan ke dalam kelompok Aktiva Tak Berwujud (Intangible Asset)

Amortisasinya :

Diamortisasi selama masa konsesi.


Jika ada yang ingin menambahkan, atau bertanya, atau sekedar berkomentar. Silahkan isi komentar, saya yakin itu akan membantu penanya maupun pembaca lainnya. Terimaksih.

Goodwill hanya diakui (dibuatkan perkiraan) kalau terjadi suatu transaksi, yang mana dalam transaksi tersebut perusahaan dinilai lebih oleh pihak lain. Transaksi yang dimaksudkan sanggup berupa : penjualan perusaahaan, bergabung/berhentinya sekutu (anggota persero) baru, merger atau akuisisi.

Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap Tak Berwujud

Pada dasarnya permasalahan akuntansi atas aktiva tetap tak berwujud (intangible asset) sama saja dengan aktiva tetap berwujud, yaitu :

1. Perolehan (Acquisition Cost)

Sama halnya dengan Tangible Asset, Perolehan atas Intangible Asset juga dicatat sebesar nilai faktur ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang menyertainya.

2. Pengeluaran-Pengeluaran sesudah perolehan (Expenditures)

Jika terjadi pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan, maka konsep kapitalisasi maupun pembebanannya sama saja dengan tangible asset (aktiva tetap berwujud).

3. Amortisasi (Amortization)

Amortisasi ialah pengalokasian harga perolehan ke beban perjuangan (biaya), yang pada aktiva tetap dikenal dengan depresiasi (penyusutan). Penghitungan maupun pencatatan atas amortisasi sama saja dengan cara penghitungan maupun pencatatan atas penyusutan aktiva tetap berwujud.

Hal penting yang perlu diketahui :

(-). Amortisasi kebanyakan merupakan biaya perjuangan dan jarang digolongkan ke dalam harga pokok produksi, kecuali brand dagang yang memang digolongkan ke dalam kelompok harga pokok penjualan.

(-). Amortisasi lebih baik kalau dihitung memakai metode garis lurus saja, alasannya ialah intinya intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada hubungannya dengan output produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

4. Pelaporan (disclosure)

Intangible asset dilaporkan hanya nilai bersihnya (net value) sesudah dikurangi akumulasi amortisasinya. Akumulasi amortisasi tidak pernah dimnculkan di dalam neraca.
Khusus mengenai Perlakuan Goodwill, lebih jauh dan lebih detail lagi sanggup di baca di artikel lain: PERLAKUAN GOODWILL , disana dilengkapi dengan jurnal dan pola kasusnya.

Expenditure biasanya sudah terjadi semenjak sebelum perusahaan didirikan, entah itu berupa PREPAID COST yang lumrah dikenal dengan COMPANY SET-UP, maupun expense yang lebih dikenal dengan PREPAID EXPENSE (Uang Muka Biaya). Ada juga expenditures yang terjadi setelah perusahaan established tetapi belum mampu diakui sebagai biaya. Bagaimana perlakuan akuntansinya? Pengeluaran macam apa saja yang tergolong ke dalam company set-up? Apa bedanya dengan akreditasi harga perolehan aktiva? Apa beda diantara keduanya?. Kita akan bahas di posting kali ini beberapa ketika lagi.

Artikel ini akan saya bahas dalam bentuk study kasus (tetapi fiktif adanya) hanya untuk mempermudah ilustrasi saja, dan saya dedikasikan khusus untuk mereka yang sedang menangani perusahaan yang gres berdiri, atau perusahaan sudah bangun tetapi akuntansinya gres digarap.

Kasus : Kebingungan Linda… (ahh…. menyerupai judul novel…. :P).

Hari ini yaitu hari pertama Linda (23 tahun, jebolan polytechnic terkenal di Singapura, rencanannya wisuda tgl 30 Maret nanti, GPA 3.75) bekerja di PT. Makmur Sentosa. Pagi-pagi sudah dipanggil oleh pak administrator dan berikan plastic folder yang isinya campuran nota-nota pengeluaran, akte-akte notaris, premium insurance, termasuk voucher pulsa prabayar yang sudah digosok :P.

Dasar Linda smart, begitu hingga di mejanya, ia eksklusif mengeluarkan dan memilah- milah isi folder tersebut sambil memasukkannya ke dalam spreadsheet.

Nah, dibawah ini yaitu spreadsheet-nya Linda:

 biasanya sudah terjadi semenjak sebelum perusahaan didirikan Prepaid Expenses, Costs & Company Set-up

10 menit kemudian Linda masih geser-geser mouse-nya, tidak terlihat sedang mengetik, sekarang Linda malah mengeluarkan pengikat rambut, rambut yang tadinya digerai sekarang mulai diikat, menyerupai orang yang sedang gerah, padahal AC diruangannya bertemperatur 16 derajat celcius, cukup hirau taacuh bukan?.

Wah….rupanya Linda sedang kebingungan, mau diposting kemana pengeluaran-pengeluaran tersebut, bagaimana menjournalnya?

Siapa yang mau bantu Linda? Pastinya semua mau bantu, ada sahabat kebingungan dan perlu bantuan, tentu kita bantu bukan?

Okay, mari kita sama-sama bantu Linda….


Ada 3 (tiga) key point yang harus kita perhatikan:


Key Point-1: Relevansi Transaksi

Akui pengeluaran-pengeluaran hanya yang terkait dengan perusahaan maupun persiapan pendirian perusahaan, dan eliminasi (jangan akui) pengeluaran-pengeluaran yang tidak relevan.

Kita perhatikan daftar transaksi yang dibuat Linda di atas:

Cantik Spa and Terapist, apakah relevan? Big no, kembalikan notanya ke boss!
Pembuatan akte pendirian perusahaan, apakah relevan? Of course, akui!
Materai @Rp 6000, untuk apa? Untuk isi draft akte, relevan, akui!
Pulsa prabayar, untuk apa? Boss telepon notaris dan konsultan, relavan, akui!
Konsultan, tentu relevan, so akui!
Photocopy, relevan, akui!
Bank Account Set-up, sangat relevan, akui!
Sewa daerah usaha (Kantor), so pasti, akui!
Pembuatan akte sewa menyewa, yoi!, akui!
Ongkos Cat Ruangan Kantor, ya iyalah relevan, akui!
Asuransi Gedung, yupz relevan, akui!
Deposit supplier, ok relevan, akui!
Pasang paping ditempat parkir, sangat relevan!


Okay, kita sudah temukan mana yang relevan mana yang tidak relevan, lalu pengeluaran-pengeluaran relevan tersebut kita akui sebagai apa?

Sabar….sabar…. kita masuk ke key point berikutnya….


Key Point-2: Tanggal Pendirian Perusahaan

Dari mana kita mampu tahu tanggal pendirian perusahaan? Apakah dari tanggal pengeluaran atas pembayaran ke notaris? Salah…..kita lihat dari TANGGAL AKTE PENDIRIAN, biasanya terletak di sampul depan akte, yang disamping berisi tanggal akte juga termuat NOMOR AKTE dan NAMA NOTARIS-nya. Setelah saya intip, tanggal akte pendirian PT. Makmur Sentosa yaitu 11 Februari 2008 (bukan 10 Februari), rupanya pak notaris dibayar didepan.

Apa kekerabatan tanggal pendirian perusahaan dengan akreditasi atas pengeluaran perusahaan?

Segala pengeluaran relevan yang terjadi sebelum tanggal pendirian perusahaan hendaknya diakui sebagai COMPANY SET-UP COST yang nantinya akan kita kelompokkan ke dalam AKTIVA TETAP TAK BERWUJUD (Intangible Asset), sedangkan segala pengeluaran relevan yang terjadi setelah tanggal pendirian diakui sesuai dengan jenis pengeluarannya.

Mungkin anda ingin bertanya: Bagaimana dengan pengeluaran untuk pulsa prabayar dan photocopy yang terjadi sebelum tanggal pendirian perusahaan? Apakah akan diakui sebagai company set-up dan akan menjadi intangible asset? “WOW!

Sabar…sabar… kita lanjutkan ke key-point selanjutnya…..


Key Point-3: Potensi Masa Manfaat

Pengeluaran sebelum tanggal pendirian yang memiliki potensi masa manfaat lebih dari satu tahun buku diakui sebagai PREPAID COST yang akan kita golongkan ke dalam COMPANY SET-UP, sedangkan yang potensi masa manfaatnya kurang dari satu tahun buku (i.e.: meterai, photocopy, pulsa prabayar) kita akui sebagai PREPAID EXPENSE.

Kedua pengeluaran tersebut akan eksklusif masuk ke dalam SALDO AWAL NERACA perusahaan, dicatat dengan mengkredit rekening MODAL.


Bedanya?.

Prepaid Expense (Uang Muka Biaya):

Masuk ke dalam kelompok AKTIVA LANCAR, dan setelah perusahaan beroperasi, rekening pre-paid diconvert menjadi expense yang sesuai.

Jurnalnya:

Sebelum perusahaan beroperasi:
[Debit]. Prepaid Expense (Uang Muka Biaya)
[Credit]. Capital (Modal)

Catatan: Jurnal di atas akan membuat Saldo Awal Neraca Akan terisi dengan Prepaid Expense di sisi aktiva dan Capital di sisi Equity.

Setelah perusahaan beroperasi (i.e.: sebelum penutupan buku periode pertama), prepaid expense diconvert dengan menjurnal:
[Debit]. Expense (i.e.:Telephone/Misc Exp/Office Supplies)
[Credit]. Prepaid Expense (Uang Muka Biaya)

Catatan: Jurnal kedua diatas, akan membuat prepaid expenses yang kita akui pada ketika perusahaan belum bangun akan terhapus (washed) dan menjelma expense yang kita bebankan pada periode pertama perusahaan beroperasi.


Prepaid Cost (Company Set-up):

Masukkan ke dalam AKTIVA TETAP TAK BERWUJUD, dan DIAMORTISASI setelah perusahaan beroperasi.

Jurnalnya:

Sebelum perusahaan beroperasi:

[Debit]. Company Set-up (Intangible Asset)
[Credit]. Modal (Capital)


Setelah perusahaan beroperasi (i.e.: menjelang penutupan buku) diamortisasi dengan jurnal:

[Debit]. Amortisasi Aktiva Tak Berwujud
[Credit]. Company Set-up

Wait.... mungkin anda ingin bertanya: Berapa lama Company Setup diamortisasi?

Umumnya setiap usaha tentunya diperlukan dapat beroperasi selama mungkin, dengan kata lain; tidak ada pemilik usaha yang berharap perusahaannya beroperasi hanya untuk periode tertentu saja, tetapi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas telah diatur (kalau saya tidak salah) 30 tahun. Untuk lebih pastinya, bacalah di Akte Pendirian Perusahaan. Untuk itu, Company Set-up diamortisasi selama umur usaha.

Bagaimana dengan expenditures setelah tanggal pendirian perusahaan?

Perlakuannya sama saja dengan pengeluaran-pengeluaran setelah perusahaan beroperasi:

Pengeluran-pengeluaran yang berpotensi menghasilkan manfaat lebih dari satu tahun buku, akui sebagai acquisition cost (harga perolehan aktiva), untuk disusutkan/diamortisasi nantinya. Sedangkan bila hanya akan memberi manfaat satu tahun buku saja atau kurang, maka akui sebagai expenses (biaya), tentunya dikelompokkan ke dalam rekening biaya yang sesuai. Hanya saja…………

Hanya saja, semoga memperoleh demam isu analisis yang wajar dan memenuhi the matching principle, maka perhatikanlah unsur revenue (pendapatan) yang terjadi pada ketika itu. Jika atas biaya tersebut akan menjadikan revenue pada periode yang sama, maka mampu eksklusif diakui sebagai biaya sekaligus. Jika belum, maka akuilah sebagai BIAYA DIBAYAR DIMUKA (prepaid expense), dan nanti bila pengeluaran tersebut mulai menghasilkan revenue, maka convert prepaid expense menjadi biaya yang sesuai.

Dalam kasus ini, asuransi gedung yang masa pertanggungannya yaitu tahunan, maka pada bulan pertama dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Prepaid Expense (i.e.: pre-paid insurance)
[Credit]. Cash

Nantinya bila sudah mulai menghasilkan revenue, prepaid expense diconvert menjadi biaya dengan jurnal:

[Debit]. Insurance
[Credit]. Prepaid Insurance



Kesimpulan

Dari 3 Key Point di atas, maka daftar transaksi Linda di atas dapat kita jurnal menyerupai dibawah ini:

 biasanya sudah terjadi semenjak sebelum perusahaan didirikan Prepaid Expenses, Costs & Company Set-up

Dari Author

Dengan study kasus yang saya angkat ini, mudah-mudahan Linda-Linda yang lain tidak kebingungan lagi, jikapun masih ada Linda-Linda lainnya yang belum membaca study kasus ini, saya mengharapkan anda yang sudah memahami kasus ini dapat membantu Linda-Linda yang sedang kebingungan :-) Jikapun masih ada yang belum mengerti atau ragu-ragu, atau punya view yang berbeda atas kasus ini, silahkan tulis komentar anda disini. Feel free !

To your success,

Lie Dharma Putra

Dalam setiap operasional perusahaan, selalu kita temukan perlatan-peralatan kecil yang memang diperlukan untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Untuk perusahaan-perusahaan jenis manufaktur yang kegiatan utamanya memakai mesin, sudah barang tentu memakai peralatan-peralatan kecil sebagai penunjang kelancaran operasional perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang tidak memakai mesinpun juga memakai peralatan kecil untuk kelancaran pekerjaan kantor.

Karakteristik Peralatan Kecil
Jenis peralatan kecil banyak macam dan jenisnya, tergantung dari jenis dan bidang usahanya. Jika kita sebutkan mungkin akan menghasilkan daftar yang panjang, bahkan sangat mungkin ada jenis peralatan yang tidak kita ketahui namanya atau bahkan tidak pernah kita lihat sebelumnya.

Tetapi “Peralatan Kecil (Small Tools)”, sanggup kita kenali karakternya. Karakter small tools ini termasuk unik, yaitu :

Fungsinya : tidak sanggup menghasilkan barang/jasa secara langsung, melainkan memerlukan mesin/equipment lain, lantaran memang fungsinya hanya sebagai penunjang kelancaran operasional mesin utama.

Nilainya : tidak material

Umur Ekonomis : sering kali umur ekonomisnya lebih dari satu tahun buku

Misalnya : Tang, Kunci pas, Obeng, Stapler, Punch hole, Penggaris, Meteran (mistar), Gunting, Cutter, Helmet, Safety belt, dongkrak, dan lain-lain.

Karakter unik ini terkadang menciptakan kita ragu untuk menerapkan perlakuan akuntansinya.

Melihat nilai unit-nya yang relative tidak material, rasanya peralatan kecil pas jikalau dikelompokkan ke dalam biaya, itulah sebabnya mengapa banyak pihak (orang/perusahaan) menglompokkannya ke dalam biaya saja. Misalnya : Biaya pemeliharaan, ada juga yang mengelompokkannya ke dalam office supplies, bahkan tidak sedikit yang mencatatnya sebagai “biaya peralatan”. Apakah itu sudah sempurna ?. Akan tetapi faktor umur hemat atau time service-nya menjadi terabaikan. Small tools seringkali mempunyai umur hemat yang lebih dari satu tahun buku. Bahkan ada beberapa peralatan kecil yang jikalau disimpan dan dirawat dengan baik, umurnya sanggup bertahun-tahun. Memperlakukannya sebagai biaya terperinci tidak sesuai dengan “matching principle”.

Jika dikelompokkan ke dalam aktiva tetap (fixed asset), kemudian bagaimana cara membebankannya, mengingat nilainya yang relative kecil ?. Jika dibebankan sedikit demi sedikit dengan cara menyusutkannya, terperinci merupakan pekerjaan yang rumit. Bisa dibayangkan ratusan atau bahkan ribuan items (untuk perusahaan-perusahaan besar) harus dihitung penyusutannya satu persatu. Sungguh merepotkan bukan ?.
Peralatan Kecil  &  Perlakuan Akuntansinya

Bagaimana Mendeterminasi dan Memperlakukannya ?

Untuk menjawab abjad dilematis ini, ada 2 tahapan determinasi yang sanggup kita lakukan, yaitu :

1. Lihat dari Umur Ekonomisnya (The Economical Life Time)

Pertama-tama, pertimbangkanlah umur ekonomisnya, jikalau umurnya jelas-jelas kurang dari satu tahun buku, maka tidak ada keraguan lagi untuk mengelompokkan dan memperlakukannya sebagai biaya (dibebankan diperiode yang sama). Jika mempunyai umur hemat lebih dari satu tahun buku, maka alat ini berpotensi untuk di kelompokkan ke dalam asset (Tools & Equipment), akan tetapi masih perlu pertimbangan yang kedua.

2. Lihat dari Nilai Gabungannya (The Bulk Value)

Pertimbangan kedua, jikalau alat tersebut digabungkan dengan alat lain (yang umurnya lebih dari satu tahun buku juga) nilai gabungannya menjadi material, maka tidak diragukan lagi alat tersebut sanggup kita kelompokkan ke dalam Asset (Peralatan & Perlengkapannya/Tools & Equipment). Untuk perusahaan yang beru beroperasi, mungkin memang belum ada banyak peralatan, maka yang dijadikan pertimbangan ialah potensi penggunaan peralatan di masa yang akan datang, lantaran sangat mungkin dikala ini peralatannya masih sedikit, sehingga jikalau digabungkanpun nilainya tidak akan material, akan tetapi di masa yang akan tiba alat-alat kecil tersebut akan signifikan nilai gabungannya.

Membebankan Peralatan Gabungan (Bulk Tools)
Seperti telah disampaikan di atas bahwa; membebankan peralatan kecil secara adonan dengan cara menyusutkannya satu persatu memakai metode penyusutan garis lurus maupun saldo menurun, tidaklah efektif.

Pembebanan peralatan adonan dilakukan menjelang penutupan buku, dengan cara melaksanakan penghitungan fisik (Physical count) atas peralatan adonan tersebut.

Total pembelian peralatan tersebut merupakan saldo awal, sedangkan hasil penghitungan fisik merupakan saldo final dari peralatan tersebut. Dengan demikian, maka peralatan yang terpakai sanggup ditentukan nilainya, ibarat pada pola tabel dibawah ini :

Dengan table di atas, maka jurnal pembebanan atas penggunaan peralatan kecil sanggup dibuat, sebagai berikut :

[-Debit-]. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500
[-Kredit-]. Akum. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500

Goodwill masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud (Intangible Asset), goodwill merupakan Aktiva Tetap Tak Berwujud yang paling tidak berwujud, dalam artian goodwill termasuk yang paling sulit diukur apalagi untuk dihitung. Di artikel ini akan dibahas mengenai Goodwill dari perolehan sampai amortisasi dan penghapusannya. Termasuk kontroversi peniadaan amortisasi goodwill oleh FASB & IAS semenjak 01 Januari 2005.

Dari sekian usang perjalanan sejarah (20 kurun lebih), konsep mengenai goodwill mengalami perubahan demi perubahan. Di awal-awal, goodwill dianggap sebagai nilai lebih dari suatu perusahaan di mata customer-nya, belakangan konsep mengenai goodwill semakin berkembang, dimana banyak pelaku bisnis dan accountant menganggap bahwa goodwill merupakan hasil dari kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan dari investor.


Perolehan Goodwill

Dari perspektif akuntansi, goodwill hanya akan muncul pada buku apabila perusahaan membeli perusahaan lain, dimana perusahaan membayar lebih besar dari kekayaan higienis yang bisa diidentifikasi atas perusahaan yang dibelinya.


Pengukuran Goodwill

Bagaimana mengukur goodwill ? Begitu banyak metode yang digunakan dalam memilih goodwill, dimana masing-masing metode masih mengalami pro dan kontra, yang pada karenanya menciptakan goodwill sungguh menjadi materi akuntansi yang sulit untuk dipahami. Saya tidak akan mengajak anda berpusing-pusing, atau menciptakan anda bingung. Artikel ini dimaksudkan untuk sanggup mehamai akuntansi dengan cara yang gampang dan sanggup diaplikasikan. Dengan pemahaman sederhana ini, anda yang tidak mempunyai background accountingpun saya yakin niscaya bisa memahaminya.

Berikut yakni sebuah teladan sederhananya :

PT. Royal Bali Cemerlang, yakni perusahaan exporter kerang mutiara. Karena meningkatknya order atas kerang mutiara, PT Royal Bali Cemerlang mengalami kesulitan supply, satu-satunya supplier kerang mutiara terbesar dari Jayapura, yaitu PT. Jarang Untung, secara terus menerus melaksanakan kenaikan harga atas supply-nya. Dominasi PT. Jarang Untung atas supply kerang mutiara menjadi kesulitan tersendiri bagi PT. Royal Bali. Berdasarkan hasil rapat pemegang saham tanggal 31 Januari 2007 PT. Royal Bali Cemerlang memutuskan untuk membeli PT. Jarang Untung seharga Rp 6,000,000 secara tunai. Sebelum pembelian dilakukan neraca masing-masing perusahaan yakni sebagai berikut :
NERACA PT. JARANG UNTUNG, Per 31 januari 2007

 masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud  PERLAKUAN GOODWILL
NERACA PT. ROYAL BALI CEMERLANG, Per 31 Januari 2007

 masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud  PERLAKUAN GOODWILL


Pertanyaan-nya :

(-) Apakah ada goodwill yang bisa diakui ?
(-) Jika ada berapa besarnya goodwill ?
(-) Bagaimana menjurnalnya ?


Mulai dengan mentukan kekayaan bersihnya (net asset) dengan persamaan :

Net Asset = Total Asset – Liability

Net Asset = 6,750,000 – 1,000,000

Net Asset = 5,750,000

Merujuk batasan legalisasi atas goodwill diatas, dimana goodwill merupakan selisih antara Harga beli dengan Nilai kekayaan higienis (net asset) yang sanggup diidentifikasi atas perusahaan yang dibeli, maka besarnya goodwill sanggup kita tentukan :

Goodwill = Harga Beli – Net Asset
Goodwill = 6,000,000 – 5,750,000
Goodwill = 250,000

Dicatat dengan jurnal :

 masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud  PERLAKUAN GOODWILL



Selanjutnya, kita akan memperoleh “NERACA GABUNGAN” sehabis merger dilakukan, akan nampak sebagai berikut :



 masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud  PERLAKUAN GOODWILL



Amortisasi Goodwill

Di Indonesia, Goodwill diamortisasi selama 5 (lima) tahun. Adapun metode amortisasi yang digunakan yakni Metode Garis Lurus (straight Line Method). Maka JADWAL PENYUSUTAN nya sanggup kita buat sebagai berikut :

31 Des 2007 = (250,000 : 5) x 11/12 = 50,000 X 11/12 = 45,833
31 Des 2008 = (250,000 : 5) x 12/12 = 50,000
31 Des 2009 = 50,000
31 Des 2010 = 50,000
31 Des 2011 = 50,000
31 Des 2012 = 4,167

Setiap tanggal 31 Desember, amortisasi goodwill dibebankan ke dalam Laba Rugi perusahaan sekaligus mengurangi nilai buku goodwill di neraca, dengan jurnal :

31 Desember 2007 :
(Debit) Amortisasi Goodwill = 45,833
(Credit) Akumulasi Amortisasi Goodwill = 45,833

dan seterusnya.

Catatan : Pada neraca, akumulasi amortisasi goodwill dan intangible asset lainnya, biasanya tidak dicantumkan, melainkan hanya dicantumkan sebesar nilai bukunya (nilai perolehan dikurangi akumulasi amortisasinya) saja.

Penghapusan (writte-off) Goodwill

Bagaimana kalau sebelum tahun 2012, kerang mutiara di Perairan Arapura sudah tidak ada lagi. Sehingga administrasi PT. Royal Bali Cemerlang menggap bahwa dominasi PT. Jarang Untung dalam supply kerang mutiara sudah tidak memberi nilai manfaat lebih lagi ?. Dalam kondisi ibarat demikian, perusahaan boleh saja menghapuskan (melakukan write-off) Sisa Nilai Buku Goodwill tersebut secara sekaligus, dengan jurnal :

(Debit) Amortisasi Goodwill = Nilai Buku pada dikala dihapuskan
(Credit) Akumulasi Amortisasi = Nilai buku pada dikala dihapuskan

Penurunan (writte-down Goodwill)

Writte-down dilakukan apabila bantuan manfaat yang ditimbulkan oleh Goodwill yang sudah diakui mulai menurun. Jurnal writte-down atas Goodwill sama saja dengan writte-off, hanya saja yang dijurnal hanya sebesar penurunan nilainya saja, tidak seluruhnya.

Catatan : writte-off maupun writte-down dilakukan sehabis dilakukan revaluasi oleh tubuh appraisal independent tentunya. Dari hasil rekomendasi appraisal tersebutlah besarnya nilai goodwill yang perlu di writte-off sanggup ditentukan.

Tips : Bagi perusahaan yang mengakui adanya goodwill, sebaiknya melaksanakan pengujian atas nilai goodwill secara terjadwal tentunya melalui appraisal independent, sehingga sanggup diketahui nilai yang appropriate atas goodwill yang sudah diakui. Hal ini penting, mengingat goodwill yang kita akui nilainya sungguh sulit untuk kita identifikasi, sungguh-sungguh abstract. Writte Kita berkaca dari kasus merger AOL dengan Times Warner, mereka terpaksa harus mengkui bahwa Goodwill yang dibayar oleh para investornya terlalu tinggi, sehingga AOL-Time Warner dengan terpaksa harus melaukan Write-off atas Goodwill-nya. Tentu permasalahannya tidak sesederhana jurnal peniadaan goodwill itu sendiri, melainkan problem pengambilan keputusan merger yang kurang akurat, dan dapat dipercaya organisasi yang diragukan accuracy-nya.


Goodwill Negatif

Negative Goodwill yakni lawan dari Goodwill, entah kenapa ini lebih dikenal sebagai goodwill negative dibandingkan dengan BADWILL. Goodwill negative terjadi apabila suatu perusahaan dibeli oleh perusahaan lain lebih rendah dari net asset-nya. Dengan teladan perhitungan dan legalisasi goodwill di atas, saya yakin anda sudah bisa menghitung goodwill negative. Therefore, saya tidak perlu membahasnya lagi.


Amortisasi Goodwill Tidak Diijinkan Lagi

 masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud  PERLAKUAN GOODWILLSejak tahun 1970-an, bahwasanya amortisasi goodwill yakni sebuah kontroversi, antara dihapuskan dengan tidak dihapuskan. Pada tanggal 01 Januari 2005, FASB mengeluarkan konsesi untuk tidak memperkenaankan melaksanakan amortisasi atas goodwill. Amortisasi Goodwill juga dihentikan oleh International Accounting Standard (IAS). Goodwill hanya boleh diperlakukan dengan pendekatan Impairment.

Mengenai Goodwill negative maupun Impairment, mungkin next time kita bahas juga, tetapi tergantung banyak sedikitnya peminat saja. Dari hasil analisa google analytic, sejauh ini saya jarang melihat ada search quiries mengenai Impairment Goodwill, tetapi kalau ada yang berminat, silahkan e-mail saya.

Salah satu jenis penarikan aktiva ialah PENJUALAN AKTIVA TETAP. Perlakuan Akuntansinya (Prosedur, perhitungan, pencatatan dan pelaporan -nya) akan dibahas di artikel ini, termasuk aspek perpajakan -nya.

Pada dasarnya, tidak satupun perusahaan bermaksud dan merencanakan untuk menjual aktiva tetapnya, alasannya ialah aktiva tetap dibeli dimaksudkan untuk dipergunakan selama umur ekonomisnya untuk menjaga kelangsungan usaha (entah untuk berproduksi, dijadikan daerah usaha, dijadikan peralatan kerja, dan lain sebagainya).

Akan tetapi ada kondisi-kondisi (read: reason) tertentu yang menjadikan perusahaan menjual aktiva tetapnya, antara lain:

[-]. Karena perusahaan kekurangan supply dana, sehingga perusahaan dengan terpaksa menjual aktiva tetap-nya untuk memperoleh suplemen dana entah untuk modal kerja, atau untuk memenuhi kewajiban (bayar hutang) jangka pendek/panjang-nya.

[-]. Karena perusahaan berganti jenis product, sehingga mesin-mesin dan perlatan tertentu tidak dibutuhkan lagi (tidak memberi manfaat lagi). Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang memproduksi “fast moving product”, misalnya: Perusahaan Apparel, perubahan demam isu mode akan membuat perusahaan tidak mempergunakan mesin untuk jenis pengerjaan bab tertentu lagi.

[-]. Karena perusahaan berganti technology, misalnya: perusahaan menjual semua computer ber spesifikasi Pentium III, alasannya ialah perusahaan akan membeli computer yang berspefisifikasi Pentium IV. Atau perusahaan menjual monitor non-flat alasannya ialah akan menggunakan flat-monitor.

[-]. Karena perusahaan akan ditutup (berhenti beroperasi) alasannya ialah alasan tertentu.


Prosedur dan Perlakuan Akuntansi atas penjualan Aktiva Tetap

Pada garis besarnya prosedur dan jurnal penjualan aktiva tetap hanya terdiri dari 2 (dua) langkah saja, yaitu:

Step-1: Update Buku Aktiva yang dijual
Step-2: Hapus Aktiva Tetap

Tentu saja ada beberapa langkah detail dari masing-masing langkah di atas


Contoh Kasus:

Pada tanggal 18 April 2008, PT. ROYAL BALI CEMERLANG menjual salah satu mesin produksinya seharga Rp 15,000,000. Dahulunya dibeli pada tanggal 22 February 2005 dengan harga perolehan sebesar Rp 25,000,000.

Catatan:

PT. Royal Bali Cemerlang menggunakan metode garis lurus untuk menghitung penyusutan aktiva tetapnya, tanpa “Salvage Value (nilai residu)”, umur ekonomis (life time) mesin diperkirakan 8 Tahun. Posisi Aktiva Tetap Mesin PT. Royal Bali Cemerlang per 31 Des 2007 ialah sebagai berikut:

Perolehan = Rp 25,000,000
Accum Deprec = (Rp 8,854,167)
----------------------------------------
Nilai Buku = Rp 16,145,833


Prosedur dan Perlakuan-nya:


Step-1: Update Buku Aktiva Tetap

[-]. Hitung Penyusutan 01 January – 18 Maret 2008:

Karena mesin dijual pada tanggal 18 April 2008, dimana tanggal 18 sudah melewati tengah bulan, oleh hasilnya untuk bulan April dianggap mesin telah dipergunakan selama satu bulan penuh (jika dibawah tanggal 15 maka dianggap belum dipergunakan), maka.

Penyusutan 01 Jan – 18 Apr 2008:

4/12 x (25,000,000/8) = Rp 1,041,667

[-]. Bebankan Penyusutan dengan jurnal:

[Debit]. Depreciation = Rp 1,041,667
[Credit]. Accum Deprec = Rp 1,041,667

Catatan: Jurnal di atas akan menambah "Depreciation Cost" dan menambah "Accum Deprec" mesin sebesar Rp 1,041,667

Sehingga "Accum Deprec Mesin" per tanggal 18 April 2008 adalah:

Accum Deprec per 31 Dec 2007 = Rp 8,854,167
Accum Deprec 01 Jan-18 Apr 2008 = Rp 1,041,667
-------------------------------------------------------------
Accum Deprec per 18 April 2008 = Rp 9.895,833

Dan nilai "Buku Aktiva Tetap Mesin" per 18 April 2008 adalah:

Rp 25,000,000 – Rp 9,895,833 = Rp 15,104,167

Langkah berikutnya ialah penghapusan


Step-2: Penghapusan Aktiva Tetap Mesin

Aktiva Tetap Mesin dihapus dengan jurnal:

[Debit]. Kas/Piutang = Rp 15,000,000,-
[Debit]. Accum Deprec Mesin = Rp 9,895,833
[Debit]. Rugi Penjualan Aktiva = Rp 104,167
[Credit]. Aktiva Tetap Mesin = Rp 25,000,000

Catatan:

Jurnal di atas akan:

(-). Menghapus Aktiva Tetap Mesin dan Akumulasi penyusutannya. Penghapusan terjadi alasannya ialah posting Aktiva Tetap Mesin di masukkan di credit (berlawanan dengan perolehan aktiva tetap mesin yang berada di debit) dan Deprec Accum di masukkan ke sisi Debit (berlawanan dengan saldonya yang berada di sisi credit).

(-). Mencatat Kas masuk atau mengakui piutang sebesar nilai penjualan

(-). Mengakui Rugi Penjualan Aktiva Tetap sebesar selisih antara harga perolehan dengan (Kas+ Accum Deprec), dengan kata lain selisih antara nilai buku aktiva tetap setelah di-update dengan nilai penjualan.


Bagaimana kalau mesin dijual seharga Rp 16,000,000?

Jurnalnya:

[Debit]. Kas/Piutang = Rp 16,000,000,-
[Debit]. Accum Deprec Mesin = Rp 9,895,833
[Credit]. Aktiva Tetap Mesin = Rp 25,000,000
[Credit]. Laba Penjualan Aktiva = Rp 895,833

Catatan: terjadi Laba dan diakui sebagai Laba Penjualan Aktiva Tetap sebesar Rp 895,833, yang dihitung dengan cara mencari selisih antara Nilai Buku Aktiva Tetap Mesin dengan Nilai Penjualan (Rp 6,000,000 - Rp 15,104,167).


Pelaporan Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap

Laba atau Rugi Penjualan Aktiva Tetap di laporkan pada “Laporan Laba/Rugi” masuk dalam kelompok “Pendapatan Lain-Lainbernilai nyata kalau untung, dan bernilai negative kalau rugi.


PPN (=PPn?) atas Penjualan Aktiva (My big Question)

Terus terperinci saya masih belum mampu memahami (read: hard to understand) Undang-Undang PPN No (Pasal) 16D, apakah penjualan aktiva tetap memang terhutang PPN? mengapa?, bukankah PPN ialah Pajak Pertambahan Nilai?, apakah ada value-added (nilai yang ditambahkan) atas penggunaan aktiva sehingga nilai aktiva menjadi meningkat? yang ada nilai aktiva menurun alasannya ialah haus akhir penggunaan-nya. So... again, it is still my big question.

Sekiranya ada yang lebih mampu memahami perihal hal ini, mungkin ada bapak-bapak petugas pajak atau konsultan pajak kebetulan singgah dan membaca posting saya ini, mohon semoga dapat diberikan pencerahan (jawaban) atas pertanyaan-pertanyaan saya di atas, Terimakasih.


Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap Pada Laporan Laba/Rugi Fiskal

Laba/Rugi atas PENJUALAN AKTIVA TETAP ialah Obyek pajak PPh Badan, sehingga dalam Laporan Laba/Rugi Fiskal, Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap juga masuk ke dalam pendapatan lain-lain, bernilai nyata kalau untung, dan bernilai negative kalau rugi. Sedangkan pada SPT PPh Badan (Pasal 29), Laba/Rugi atas PENJUALAN AKTIVA TETAP di masukkan pada kelompok “Laba/Rugi Penjualan Aktiva".

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.