Metode penilaian persediaan akan membantu mengidentifikasi dan meng-inventarisir nilai persediaan barang perusahaan.
Apakah Anda pernah berpikir, barang yang ada di gudang jumlahnya banyak namun kenapa nilai persediaan barang perusahaan kecil?
Salah satu penyebabnya karena barang yang ada di gudang tidak semuanya milik perusahaan.
Barang di gudang ada yang statusnya barang titipan (consignment). Sehingga barang itu tidak dimasukkan dalam persediaan perusahaan karena status kepemilikannya masih berada pada pihak lain.
Dan materi tersebut telah saya bahas dalam artikel ini, 4 cara untuk menentukan status kepemilikan persediaan barang. Bila Anda belum membaca, saya sarankan untuk membacanya.
Masih tentang materi persediaan, yuk kita bahas kelanjutan dari materi tersebut tentang penilaian persediaan, sehingga kita akan bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
Apa pengertian penilaian persediaan?
Mengapa perlu dilakukan penilaian?
Apa saja metode penilaian persediaan barang dagang?
Yang dimaksud penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca.
Persediaan akhir bisa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tapi nilai ini tidak selalu nampak dalam neraca.
Jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.
Ada 3 metode penilaian persediaan menurut PSAK 14 yaitu :
Metode #1. Harga Pokok
Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca. Metode ini tidak membedakan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca.
Harga pokok persediaan barang dapat ditentukan dengan cara LIFO, FIFO atau rata-rata tertimbang atau yang lainnya dan hasilnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan.
Cara menghitung harga pokok persediaan secara detail beserta contoh-contohnya bisa dipelajari di artikel ini : 10 cara praktis dan akurat untuk menghitung harga pokok penjualan (HPP)
Metode #2. Harga Pokok atau Harga Pasar yang lebih rendah
Sesuai dengan prinsip akuntansi yang lain, persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai sebesar harga pokoknya.
Tapi dalam keadaan-keadaan tertentu penyimpangan dari prinsip harga pokok dapat dibenarkan.
Apabila pada akhir periode terjadi perubahan harga persediaan barang di mana nilai pengganti atau biaya mereproduksi persediaan bisa lebih rendah dari harga pokok barang-barang tersebut maka dapat digunakan metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah.
Nilai bersih yang dapat direalisasikan merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan persediaan dan di sebut batas atas.
Nilai bersih yang dapat direalisasikan dikurangi laba normal merupakan batas minimum di mana nilai persediaan barang tidak boleh lebih rendah.
Untuk menentukan dengan nilai berapakah persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan antara harga pokok dengan harga pasar, dipilih yang lebih rendah.
Baca juga : Jualan Laris, Tapi KAS kosong Kenapa dan Bagaimana Solusi Jitunya?
Jumlah yang lebih rendah tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawahnya.
Bila jumlah yang lebih rendah tersebut masih dalam batas-batas atas dan bawah maka nilai persediaan dalam neraca adalah jumlah yang lebih rendah tersebut.
Tapi bila jumlah yang lebih rendah tersebut di luar batas atas atau di bawah batas bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah.
Sebagai contoh penggunaan metode di atas adalah sebagai berikut :
Sebagai contoh penggunaan metode di atas adalah sebagai berikut :
Biaya penjualan barang X per unit = Rp. 400
Laba normal per unit = Rp. 300
Laba normal per unit = Rp. 300
Apabila taksiran harga jual, harga pokok dan harga pasar (harga pokok pengganti) dalam beberapa keadaan seperti tabel di bawah ini, maka harga pasar yang lebih rendah ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Keterangan :
1. Harga pasar yang dipilih adalah batas atas (Rp. 2.100) karena harga pokok pengganti (Rp 2.200) lebih tinggi dari batas atas.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp 2.100) dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp. 2.050
2. Harga pokok pengganti (Rp 1.950) masih dalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok pengganti ini (Rp. 1.950) dipilih sebagai harga pasar.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp 1.950) dibandingkan dengan harga pokok (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 1.950.
3. Harga pokok pengganti (Rp. 1.750) lebih rendah dari batas bawah (Rp. 1.800) sehingga batas bawah (Rp. 1.800) dipilih sebagai harga pasar.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp. 1.800) kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp. 1.800.
4. Harga pokok pengganti (Rp. 2.000) lebih tinggi dari batas (Rp 1.950) sehingga yang dipilih adalah batas atas (Rp 1.950).
Bila harga pasar yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.950.
5. Harga pokok pengganti (Rp 1.850) masih berada di antara batas bawah dan batas atas, sehingga harga pokok pengganti ini yang dipilih (Rp 1.850).
Bila harga pasar yang dipilih ini dibandingkan harga pokoknya ( Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.850.
6. Harga pokok pengganti (Rp 1.600) lebih rendah dari batas bawah (Rp 1.650) sehingga yang dipilih adalah batas bawah.
Bila harga pasar yang dipilih ini dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.650.
Cara Penerapan Metode Harga Pokok atau Harga Pasar yang Lebih Rendah
Metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah bisa diterapkan kepada masing-masing jenis persediaan, masing-masing kelompok persediaan atau kepada jumlah keseluruhan persediaan.
Di bawah ini adalah contoh penerapan untuk ketiga cara di atas. Misalnya toko MyCom Computer Retail mempunyai persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2015 dengan harga pokok dan harga pasar sebagai berikut :
Baca juga : Cara Membuat Jurnal Penyesuaian Akun Persediaan Barang
Apabila metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah diterapkan kepada :
• Masing-masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 25.500.000.
• Kelompok-kelompok persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 26.500.000
• Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 26.700.000
Dari perhitungan di atas bisa dilihat bahwa penerapan untuk masing-masing jenis persediaan akan menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain.
Sedangkan penerapan untuk masing-masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang mendekati keadaan, karena penurunan harga salah satu jenis barang akan diimbangi dengan kenaikan harga barang yang lain.
Masing-masing cara di atas dapat digunakan untuk menilai persediaan barang dengan batasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode.
Baca juga : Siklus Akuntansi LENGKAP dari A sampai Z
Metode #3. Harga Jual
Penyimpanan dari prinsip harga pokok untuk penilaian persediaan yaitu dengan mencantumkan persediaan dengan harga jual bersihnya dapat diterima asalkan dipenuhi syarat-syarat:
1. Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan dapat segera dijual dengan harga yang telah ditetapkan.
2. Merupakan produk standar, yang pasarnya mampu menampung serta sulit untuk menentukan harga pokoknya.
Penyimpangan dengan penilaian sebesar harga jual biasanya dilakukan untuk produk dari tambang logam mulia (emas dan perak) dan hasil-hasil pertanian atau peternakan.
Apabila persediaan dicantumkan dalam neraca sebesar harga jual bersihanya maka metode penilaian yang digunakakan hendaknya dijelaskan dalam neraca.
Bagaimana dengan penilaian persediaan barang dagangan di gudang Anda?
Post a Comment
Post a Comment