Perusahaan dengan Lintas Budaya dan Pola Hidup
Perusahaan pada dasarnya yakni suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota-anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya dan rujukan hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka dilema akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat terjadi dikala anggota komunitas melaksanakan interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga difusi (pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.Perbedaan rujukan hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah-masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang malas, tidak mau maju, dan sebagainya. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melaksanakan monitoring, evaluasi, dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh orang tertntu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam bukunya “Tyranny of the Bottom Line”, Ralph W. Estes (2005) menceritakan perihal fenomena banyaknya orang baik yang bertindak buruk. Awalnya Ralph mempertanyakan “Why Good People Do Bad Things”. Kemudian berdasarkan hasil penelitiannya di aneka macam perusahaan ia menemukan bahwa tyranny of the bottom line telah menyeret banyak orang baik untuk melaksanakan hal buruk.
Dalam konteks perusahaan, Ralph menyebutkan tekanan untuk mencari profit yang sebesar-besarnya telah menimbulkan perusahaan kehilangan kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya dalam melindungi konsumen, menunjukkan produk terbaik yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, membuatkan pekerja-pekerjanya dan membuat mereka sejahtera, serta turut menjaga lingkungannya. Orang-orang baik di perusahaan, orang-orang pintar, orang-orang hebat seakan kehilangan semua kemampuan, kebaikan, kejujuran, dan keahliannya dibawah tekanan pemilik modal yang menginginkan keuntungan sebesar-besarnya. Malah yang terjadi sebaliknya, dimana orang-orang pandai berusaha melegitimasi tindakan-tindakan tidak terpujinya dengan kepintarannya berargumentasi.
Post a Comment
Post a Comment