TEORI ETIKA
Etika sebagai disiplin ilmu berafiliasi dengan kajian secara kritis perihal watak kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku insan yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Berikut ini beberapa teori etika :
1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berafiliasi dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, yakni suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan insan dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, yakni tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut yakni pokok-pokok pandangan egoisme etis:
a) Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
b) Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga yakni kepentingan diri.
c) Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya peran yakni membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain
d) Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri sebab mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain bahwasanya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e) Inti dari paham egoisme etis yakni apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar yakni kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen bahwa altruisme yakni tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
b. Pandangan terhadap kepentingan diri yakni pandangan yang paling sesuai dengan moralitas logika sehat. Pada alhasil semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip fundamental kepentingan diri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak bisa memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan moral sebab dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-kepentingan yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.
2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik kalau membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur jawaban dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting yakni jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
Kritik terhadap teori utilitarianisme:
a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi keuntungan dominan orang banyak.
3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memperlihatkan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, kalau jawaban suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau jawaban dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan sebab cita-cita untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga sebab kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat pada pengertian insan berdasarkan logika sehat yang dimiliki insan itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa sebab insan bermartabat, maka setiap perlakuan insan terhadap insan lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.
4. Teori Keadilan
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (2000), teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) sebab hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka bahwasanya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak bahwasanya didsarkan atas asumsi bahwa insan mempunyai martabat dan semua insan mempunyai martabat yang sama.
Hak asasi insan didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu
a. Hak hukum (legal right), yakni hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara yakni Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan langsung insan secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain
c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak.
Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat pinjaman masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam PBB disebutkan ketentuan umum perihal hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan banyak sekali undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau huruf yang harus dimiliki oleh seseorang biar bisa disebut sebagai insan utama, dan sifat-sifat atau huruf yang mencerminkan insan hina. Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan ia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melaksanakan tingkah laku buruk secar amoral disebut insan hina. Bertens (2000) memperlihatkan tumpuan sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.
Post a Comment
Post a Comment