Articles by "Taxation"

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New
Showing posts with label Taxation. Show all posts

Di dalam dunia pendidikan, sering kita temui pembedaan perlakuan antara jurusan Accounting dan Finance. Accounting menggunakan isu (data) keuangan dan mencatat transaksi mengenai kejadian ekonomi yang telah terjadi, bersumber pada masa lampau. Sedangkan Finance lebih banyak mengambil data keuangan di masa kini dan masa yang akan datang .

Accounting menghasilkan laporan keuangan yang penggunannya lebih ditujukan kepada pihak luar perusahaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, Laporan Laba Rugi dan Neraca.

Finance menghasilkan laporan yang berwujud, analisa, prediksi-prediksi terhadap kemungkinan di masa yang akan datang yang mana laporannya cendrung ditujukan kepada pihak internal perusahaan. Adapun laporan yang dihasilkan antara lain Planning, Budgeting, Cost analysis, Forecast/projection dan Evaluasi Kinerja (Performance Review).

Pada kenyataannya di dunia kerja, kedua bidang ini berkaitan bersahabat dan saling menopang satu dengan yang lainnya. Sebagai pola seorang calon pekerja finance mau tidak mau harus memiliki dasar pengetahuan accounting.

Kedua jurusan tersebut hendaknya membuka dan memperluas peluang untuk berkarir di bidang accounting dan finance. Hal ini cukup beralasan mengingat semakin dikembangkannya jabatan/posisi finance dan accounting, sejalan dengan dinamisnya perkembangan dunia usaha, perilaku ekonomi, dan perubahan regulasi pemerintah.

Sedangkan perpajakan didalam kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia lebih banyak disertakan pada jurusan Accounting, tidak menjadi jurusan yang terpisah. Kecuali yang berjenjang diploma, lembaga pendidikan professi atau lembaga kursus.

Didalam dunia kerja, perpajakan biasanya di lakukan oleh staff khusus yang menangani perpajakan saja, mulai dari perhitungan hingga dengan pelaporannya. Hal ini berlaku pada perusahaan-perusahaan yang bersekala menengah dan besar. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan bersekala kecil atau lokal, umumnya pekerjaan yang terkait dengan perpajakan dirangkap oleh pegawai accounting, yang mana secara tidak pribadi pegawai tersebut disamping dituntut bisa melakukan tugas-tugas accounting sehari-hari juga bisa membuat laporan pajak bulanan (SSP PPh Pasal 25 dan SPT PPh Pasal 21 & 23 ) dan sekaligus mempostingnya ke dalam jurnal umum. SPT Tahunan biasanya ditangani oleh pihak luar (Consultant).

Author’s Notes :

Pernah mendengar “Akuntansi Perpajakan” ?, mungkin ada yang sudah tahu, sudah pernah mendengar atau mungkin belum pernah mendengar sama sekali. Di topik kali ini, kita bahas khusus mengenai Akuntansi Pajak, keterkaitannya, perkembangan dan prospeknya. Bagi yang mempunyai pandangan berbeda mengenai topik ini, atau sekedar berkomentar atau bertanya, silahkan mengisi komentar (click link “comment” di ujung halaman ini, isi, kemudian submit/send). Pada dasarnya, setiap goresan pena di blog ini terbuka terhadap pertanyaan, komentar bahkan kritikan :-)


Kaitan Akuntansi Dengan Perpajakan

Waktu kita di universitas mata kuliah Perpajakan diberikan pada mahasiswa jurusan Akuntansi pada semester-semester atas (Semester V, VI & VII), yang dibagi menjadi tiga mata kuliah yaitu : Hukum Pajak, Perpajakan dan Laboratorium (praktek) Perpajakan.

Akan tetapi sejauh yang saya tahu, belum pernah disajikan secara “khusus dan mendalam” mengenai bagaimana menciptakan jurnal akuntansi atas pembayaran pajak, denda pajak, bunga pajak, penetapan pajak (Taxation events). Pun belum ada diajarkan mengnai bagaimana caranya menciptakan jurnal adaptasi (adjustment journal) atas koreksi fiskal. Singkatnya, tidak (belum) ada istilah Perlakuan Akuntansi Atas Pajak.

Pembelajaran, lebih difokuskan pada bagaimana caranya menghitung dan menciptakan laporan pajak, serta sedikit mengenai pengantar aturan perpajakan. Entah alasannya keterbatasan alokasi waktu perkuliahan atau alasannya hingga ketika ini pengajar (dosen) akuntansi, perpajakan dan civitas akademika, belum melihat kekerabatan antara Akuntansi dan perpajakan secara terintegrasi.

Ironinya, sungguh banyak kita temui Tugas Akhir (Skripsi) perihal perpajakan, mulai dari “Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak” yang memakai metode survey (kuisioner), “Koreksi Fiskal” yang memakai analisa kuantitatif, hingga pada “Penilaian Potensi Pajak” yang memakai analisa kwalitatif, kwantitatif dan komparatif . Tetapi Jika dibaca hingga di kesimpulan skripsi, tidak ditemukan satupun jurnal akuntansi atas kejadian ekonomi terkait dengan pajak.

Sekiranya, ada diantara pembaca yaitu bapak/ibu pengajar akuntansi atau perpajakan, dan menilai goresan pena ini tidak sesuai dengan kenyataannya, mohon kiranya sanggup memperlihatkan koreksi, bahwa di daerah bapak/ibu mengajar telah disajikan perkuliahaan khusus akuntansi perpajakan, mungkin saya sanggup berkunjung dan melihat sebagai materi bagi saya untuk belajar.

Di dunia kerja, kejadian perpajakan (text event) mulai dari pembayaran dimuka PPh perusahaan (PPh Pasal 25), pelunasan PPh pasal 29, pungutan PPh Pasal 21 (yang memang hanya withholding), pungutan PPn atas pembelian materi baku atau barang jadi, Export (yang di Indonesia ber PPn nihil), Pembayaran Pajak Import (PPn Import, PPnBM, PPh Pasal 22) hingga pada pembayaran Pajak swakelola (membangun sendiri), PBB, Pajak Atas sewa asset (Pasal 4 ayat 2), Pajak Atas persewaan asset, bunga deposito, dividen (PPh Pasal 23), Pajak Final Bunga Jasa Giro, dan lain sebagainya (tidak sanggup disebutkan semua), kesemua itu sungguh-sungguh terkait pribadi dengan keuangan perusahaan. Bagaimana tidak, semua itu membutuhkan pendanaan (mengurangi kas), menciptakan nilai pembelian menjadi naik. atau menciptakan kas kembali ke level yang seharusnya jawaban restitusi, kredit PPn Import dan PPh Pasal 22-nya jawaban re-export.

Atau sebaliknya, setiap kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan, yang dicatat dalam laporan komersial, berkonsekwensi dan berimplikasi terhadap kewajiban pajak, baik secara pribadi maupun tidak langsung.

Mau tidak mau, semua pembayaran maupun penerimaan kredit pajak tersebut harus di jurnal (diakui), dinyatakan dalam laporan komersial yang berbasis akuntansi keuangan sebagai pengurangan terhadap keuntungan perusahaan.


Apa Itu Akuntansi Pajak (Tax Accounting) ?

Secara sederhana sanggup didifinisikan sebagai “Bidang Akuntansi yang mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan menciptakan seni administrasi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan”.

Apa Peranannya Di Dalam Perusahaan ?

Pernannya didalam perusahaan yaitu signifikan, yaitu :
1). Memberikan menciptakan perencanaan dan seni administrasi perpajakan (dalam artian positif)
2). Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang.
3).Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan sanggup menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4). Dapat melaksanakan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik, sebagai materi untuk melaksanakan investigasi dan evaluasi.


Bagaimana Perkembangannya ?

Pada perusahaan bersekala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit perusahaan (apapun sekalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada kecendrungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusinya, sehingga diserahkan kepada konsultan, yang hampir niscaya tidak mengetahui operasional perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin sanggup menjerumuskan perusahaan.

Apakah diharapkan management dan staf atau petugas khusus di dalam perusahaan untuk akuntansi pajak ?

Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan sebaliknya), implikasi dan konsekwensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak, rasanya tidak hiperbola bila administrasi dan staf akuntansi pajak signifikan diharapkan di dalam perusahaan.

Sampai ketika ini masih banyak perusahaan merangkapkan pegawai accounting (yang menangani laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga.

Akibat sedikitnya pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan ( bahkan untuk menghitunya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup waktu untuk mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan perpajakan, banyak kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik.


Apa (bagaimana) kwalifikasi untuk administrasi atau staff akuntansi pajak (tax accounting) ?

Considering the accounting and taxation interlated, kwalifikasi ideal untuk petugas (manajemen & staff) akuntansi pajak hendaknya :

a). Minimal D3 Akuntansi atau D3 Pajak (untuk level staf) dan Sarjana untuk level Manajemen.
b). Minimal menguasai Akuntansi Keuangan (basic & Intermediate) untuk level staf dan bersertifikasi Akuntan Publik untuk level Manajemen.
c). Memegang sertifikasi Perpajakan (Brevet A & B) untuk level staff dan Brevet C untuk level Manajemen.
d). Mengikuti perkembangan (perubahan) Undang-Undang Perpajakan dan peraturan-peraturannya.


Berapa Gaji yang Ideal Untuk Petugas Akuntansi Pajak ?

Setara Book keeper atau Internal auditor untuk level staff
Setara Accounting Manajer untuk level Manajemen

Sebelumnya aku minta maaf sudah 10 hari ini aku tidak posting alasannya padatnya aktivitas offline (urusan kantor) yang harus aku tangani, terutama di pembukaan buku dan persiapan menjelang SPT tahun takwim 2007. Sebagai seruan maaf dari saya, aku akan bagi-bagi PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Cuma-cuma, lengkap dengan formulanya. Anda tinggal ketik nama karyawan, status karyawan, Gaji Pokok. Sangat memiliki kegunaan untuk mempercepat proses penghitungan PPh Pasal 21 setiap bulannya, dan file-nya dalam format excel (jadi sangat kecil, mampu didownload dengan cepat). Oh iya, sudah ada pemotongan jamsosteknya juga. Dan ini aku bagi-bagikan secara CUMA-CUMA (alias zero cost), tetapi tentu saja ada sedikit aturan mainnya….

Bagaimana cara mendapatkannya ?

Gampang saja :

Masuk ke blog aku WORK LIFE IDEA, lalu subscribe disana, aku akan pribadi kirimkan file-nya ke email anda. Caranya subscribe tentu anda sudah tahu, tinggal ketik e-mail address anda, masukkan arahan validasi di windows yang gres muncul, masuk ke inbox email anda, buka e-mail verifikasi dari WORK LIFE IDEA, selanjutnya tinggal ikuti petunjuk yang ada (khusus pengguna yahoo, hotmail dang mail, kalau tidak ada di inbox, coba buka di bulk folder).

Yang belum pernah masuk ke sana, silahkan lihat-lihat, di explore. Memang isi artikel-artikelnya belum sebanyak yang di sini, akan tetapi isinya aku dedikasikan khusus untuk topic-topic sekitar corporate-hacking (seluk-beluk office ethic & office politic). Silahkan dibaca-baca artikelnya, mungkin anda suka. Jangan lupa berbagi

Supaya tidak panjang lebar, bagi yang berminat silahkan pribadi saja ke WORK LIFE IDEA sekarang.

PS : Mengingat keterbatasan access bandwidth ke dedicated server daerah aku store file-nya, terpaksa aku batasi pembagian ini hanya untuk 300 pengirim e-mail pertama saja (setengah dari total pengunjung blog ini dalam sehari). Makara silahkan….. bagi yang tidak kebagian aku minta maaf.
Selamat bekerja

UPDATE : (bagi rekan-rekan yang sudah subscribe di (Work Life Idea)
Jika anda tidak menemukan gift dari aku di inbox e-mail anda, mohon biar dicoba diperiksa di "bulk" folder, hal ini mampu terjadi alasannya subject di e-mail berisi goresan pena "FREE", webmail sekarang ini akan menduga itu sebagai junk mail atau spam. Ya begitulah technology pin-pin-bo :-) alias cerdik pintar bodoh. Mohon dimaklumi..... Thanks.

Dengan memahami alur proses pembuatan laporan pajak  ALUR PROSES PEMBUATAN LAPORAN PAJAKMengapa perlu diketahui ?

Dengan memahami alur proses pembuatan laporan pajak :
1). Akan mempermudah dalam proses pembuatan laporan itu sendiri.

2). Dapat mengenali bahkan menciptakan laporan pajak dengan tingkat kesesuaian (persisi?) yang lebih tepat dan well matched antara satu lembar laporan dengan lembar laporan lain dalam satu jenis laporan pajak.


3). Laporan yang mempunyai tingkat kesesuaian yang tepat akan menciptakan proses pelaporan di kantor pajak menjadi cepat dan lancar.

4). Akan sanggup mengarsipkan dokumen perpajakan dengan lebih sistematis, sehingga akan mempermudah dalam proses pemeriksaan.


Navigasi Laporan Pajak

Pada masing-masing satu jenis laporan pajak, misalnya…. SPM PPn, jikalau kita perhatikan satu set blanko kosong yang diterima dari DJP, maka susunan isinya akan sebagai berikut :

Laporan Utama : akan selalu berada di halaman paling muka. Semakin kebelakang jenis laporannya akan semakin spesifik. Membutuhkan data-data yang semakin terperinci pula. Dan di halaman-halaman selesai laporan disertai oleh lampiran-lampiran khusus.


Alur Proses Pembuatan Laporan

Deangan melihat navigasi laporan pajak diatas, obviously alur proses pembuatan laporan pajak :
Dimulai dari menyiapkan laporan-laporan pendukung yang paling rinci.

Misalnya :

PPh Pasal 21 : Daftar Gaji dan perhitungan pph-nya, Bukti-bukti pemotongan
PPh Pasal23: Dattar pembagian deviden, deposito, atau persewaan-nya, bukti pemotongannya
PPn : Daftar (Buku) Penjualan dan Faktur Pajak Keluarannya, Daftar (buku) Pembelian dan Faktur Pajak Masukannya, PPn Import dan bukti pemotongan dari Ditjen Bea Cukai.
Dan lain sebagainya……

Jumlah (“Total Nilai”) dari masing-masing daftar, buku, dan bukti-bukti potong diatas, dipindahkan ke blanko- blanko (forms) yang ada di lembar-lembar terakhir pada set laporan.

Selanjutnya, Total Nilai dari masing-masing halaman laporan (pada halaman-halaman terakhir), dipindahkan ke halaman yang lebih di depannya, tentu saja tidak selalu ke halaman yang persis di didepannya, sanggup jadi jumping ke halaman paling depan (halaman utama). Ada petunjuk-petunjuk kecil yang menginstruksikan nilai tersebut harus dibawa ke nlanko halaman berapa, baris ke berapa, kolom ke berapa.

Demikian seterusnya hingga hingga kelaporan utama.
Secara singkat, laporan pajak itu di mulai dari halaman yang paling belakang, trus semakin ke depan, hingga ke halaman utama. Dengan mengikuti alur ini, asalkan dikerjakan dengan hati-hati, aku yakin anda akan sanggup menghasilkan laporan pajak yang mempunyai tingkat perisi dan kesesuDengan memahami alur proses pembuatan laporan pajak  ALUR PROSES PEMBUATAN LAPORAN PAJAKaian yang sempurna.
Laporan yang mempunyai tingkat kesesuaian (well matched) antar halaman laporan pajak yakni penting untuk menghindari penolakan dari pihak kantor pajak ketika pelaporan, akan menciptakan laporan menjadi lolos masuk tanpa revisi-revisi yang bolak balik.

Alur Proses Pembuatan Laporan dan Pengarsipan

Walaupun topik ini bukan membahas mengenai cara mengarispkan laporan pajak, tidak ada salahnya untuk diketahuai, bahwa cara pengarsipan yang benar susunan-nya seharusnya terurut dari paling depan (atas) hingga ke lembar yang paling dibelakang (bawah) sebagai berikut :

1). Bukti penerimaan laporan (kertas kecil yang ujungnya kuning-kuning :P )


2). Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-1, yang merupakan bukti pembayaran atas : uang muka pajak, surat tagihan pajak (STP) yang sudah divalidasi oleh Bank Pembayar atau Kantor Post.


3). Slip setoran ke bank (Kantor Pajak) atas pembayaran pajak yang sesuai


4). Laporan Pajak (SPM PPn, SPT PPh 21 Masa, SPT PPh Pasal 29, SPT PPh Pasal 23, SPT PPh Pasal 4 (2), dan lain sebagainya).


5). Bukti Pemotongan ( Untuk jenis pajak yang bertype with holding : PPh Pasal 21, 23, 26, PPn).


6). Daftar-Daftar atau buku pembantu (Daftar aktiva & penyusutannya, daftar Piutang Dagang, daftar Utang Dagang, Daftar Uang Muka ).


7). Laporan Keuangan atau laporan acara tertentu dari perusahaan sehubungan dengan pajak yang dilaporkan.


Bonus :

Konsultan Pajak dan…..Eghhhzzz... (silahkan dibaca saja)
Apakah anda menggunakan konsultan untuk mengurusi perpajakan?

Rutin mendapatkan laporan dari konsultannya untuk diarsipkan ?

Pernah kah anda memperhatikan susunan laporannya ?. Apakah in order menyerupai yang aku sebutkan diatas ?. atau diacak (tidak tersusun menyerupai yang aku sebutkan) ?.
Kalau tidak pernah terurut, cobalah urutkan sendiri, kemudian tanyakan kepada konsultannya, “mengapa laporannya tidak tersusun menyerupai yang seharusnya ?”.

Ada 2 kemungkinan respon yang mungkin akan anda terima :

a). Dia tidak menjawab, akan tetapi dilaporan-laporan berikutnya, beliau akan menyusunnya dengan benar. Jika ini responnya, berarti si Bapak/Ibu Konsultan cuma ceroboh, atau terburu-buru.

b). Jangan kaget kalau anda menerima balasan : “Ada dilema dengan laporannya?, kan sudah rapi”. Jika ini responnya… KICK HIM/HER OUT. Cari konsultan lain, atau mulai proceed in house, alias tidak menggunakan konsultan :-) why not..?

Regardless, mau proses di dalam atau pakai konsultan yang lain, yang jelas…. Praktek konsultan menyerupai itu tidak benar, berusaha menghalangi WP untuk memahami alur proses pembuatan laporan pajak.

Bagi seorang Pemeriksa Pajak (tax auditor) maupun bagi Praktisi Perpajakan, istilah ekualisasi pajak tentu sudah tidak gila lagi, tapi bagi sebagian orang yang lainnya (mungkin sebagian besar) walaupun sudah pernah berguru mata kuliah perpajakan, bahkan pegawai accounting sudah pernah menciptakan laporan pajak, tetapi belum mengetahui Ekualisasi Pajak.
-baca-]
Short Description :
Artikel yang memberi pengetahuan mudah mengenai pehaman dan menavigasi laporan pajak, semoga laporan pajak anda menjadi lebih precisely antar satu halaman dengan lembar halaman yang lain, penting untuk memuluskan proses pelaporan di kantor pajak [-baca-]

Sebelumnya saya minta maaf sudah 10 hari ini saya tidak posting alasannya ialah padatnya acara offline (urusan kantor) yang harus saya tangani, terutama di pembukaan buku dan persiapan menjelang SPT tahun takwim 2007. Sebagai usul maaf dari saya, saya akan bagi-bagi PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Cuma-cuma, lengkap dengan formulanya. Anda tinggal ketik nama karyawan, status karyawan, Gaji Pokok. Sangat memiliki kegunaan untuk mempercepat proses penghitungan PPh Pasal 21 setiap bulannya, dan file-nya dalam format excel (jadi sangat kecil, mampu didownload dengan cepat). Oh iya, sudah ada pemotongan jamsosteknya juga. Dan ini saya bagi-bagikan secara CUMA-CUMA (alias zero cost), tetapi tentu saja ada sedikit aturan mainnya….

Bagaimana cara mendapatkannya ?

Gampang saja :

Masuk ke blog saya WORK LIFE IDEA, lalu subscribe disana, saya akan pribadi kirimkan file-nya ke email anda. Caranya subscribe tentu anda sudah tahu, tinggal ketik e-mail address anda, masukkan arahan validasi di windows yang gres muncul, masuk ke inbox email anda, buka e-mail verifikasi dari WORK LIFE IDEA, selanjutnya tinggal ikuti petunjuk yang ada (khusus pengguna yahoo, hotmail dang mail, jikalau tidak ada di inbox, coba buka di bulk folder).

Yang belum pernah masuk ke sana, silahkan lihat-lihat, di explore. Memang isi artikel-artikelnya belum sebanyak yang di sini, akan tetapi isinya saya dedikasikan khusus untuk topic-topic sekitar corporate-hacking (seluk-beluk office ethic & office politic). Silahkan dibaca-baca artikelnya, mungkin anda suka. Jangan lupa berbagi

Supaya tidak panjang lebar, bagi yang berminat silahkan pribadi saja ke WORK LIFE IDEA sekarang.

PS : Mengingat keterbatasan access bandwidth ke dedicated server kawasan saya store file-nya, terpaksa saya batasi pembagian ini hanya untuk 300 pengirim e-mail pertama saja (setengah dari total pengunjung blog ini dalam sehari). Makara silahkan….. bagi yang tidak kebagian saya minta maaf.
Selamat bekerja

UPDATE : (bagi rekan-rekan yang sudah subscribe di (Work Life Idea)


Jika anda tidak menemukan gift dari saya di inbox e-mail anda, mohon semoga dicoba diperiksa di "bulk" folder, hal ini mampu terjadi alasannya ialah subject di e-mail berisi goresan pena "FREE", webmail sekarang ini akan menerka itu sebagai junk mail atau spam. Ya begitulah technology pin-pin-bo :-) alias bakir pintar bodoh. Mohon dimaklumi..... Thanks.


UPADTE : 29 Januari 2008
REVIEW SPREADSHEET PENGHITUNG PPh PASAL 21


Bagi yang sudah mendapatkan file-nya, silahkan dicoba, yang berkenan memberi review Silahkan sampaikan di sini, apapun itu pendapatkanya.

Oh iya, sebelum saya lupa......
Reviewer berkwalitas akan mendapat Extra Bonus file....!!!


Mengapa saya memberi extra bonus ?.....

Karena dari review (komentar) anda saya akan mendapat sesuatu yang sangat bermanfaat bagi blog ini, yaitu ALAT EVALUASI untuk dapat saya pergunakan sebagai contoh untuk development blog ini di masa-masa ke depan. Hal ini penting bagi saya selaku pengelola blog ini, alasannya ialah melihat perkembangan pengunjung dan pembaca blog ini yang semakin meningkat, saya merasa perlu melaksanakan perbaikan-perbaikan.


Thanks and enjoy !
Lie Dharma Putra

Project yang sedang aku kerjakan sudah mencapai 90% :). Sebentar lagi aku siap kembali ke blog !. Ditengah-tengah kesibukan offline saya, aku masih berpikir untuk mampu memberi sesuatu kepada pembaca blog ini. Saya sedang mempersiapkan VIDEO TUTORIAL - MENGISI SPT PPH PASAL 21. Ini bukan slideshow, tetapi VIDEO !.... ya video tutorial :-).

Dengan video ini anda dapat belajar mengisi SPT PPH Pasal 21 tanpa harus membaca text panjang-panjang. Cukup dengan memencet "tombol play", tunggu loading sebentar (tergantung koneksi internet anda tentunya), habis itu tinggal lihat dan dengarkan. Karena ini dalam file video audio. Saya akan usahakan untuk merekamnya dan memasukkan input suara-suara intruksi sedetail mungkin.

Segera akan aku release.... dalam 1 atau 2 hari ini !.

Bagaimana ?

Silahkan kasi pendapat dan komentar anda :-)

Thanks

Kasus pajak ini sering terjadi; setelah pengaliha usaha dilakukan, pemilik gres menemukan adanya kewajiban pajak historical yang tidak dilaksanakan oleh pemilik lama, masalhnya kewajiban pajak melekat pada tubuh usahanya, bukan pada pemiliknya. Apa yang harus dilakukan, apakah mengikuti jejak pemilik lama dengan tetap tidak melapor, atau mulai lapor pajak yang tak ubahnya menyerupai mebangunkan macan tidur.

Ini ialah kasus yang disampikan oleh rekan kita melalui e-mail:

Dari: Ms. My L

Kalau ada case pengalihan usaha dari owner lama ke owner baru, kemudia gres diketahui kalau dari owner owner sebelumnya sama sekali tidak pernah membayar dan melapor pajak, lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh owner baru:
Melapor pajak yang bertahun tahun tak terbayar menyerupai membangunkan macan tidur, atau mengikuti jejak owner lama mengabaikan begitu saja pelaporan pajaknya?

Menurut bapak langkah apa yang paling tepat?
Terima kasih atas perhatian bapak, juga blog bapak , thx atas blog pembelajarannya, sangat berkhasiat dan menambah wawasan


Dari Author:

Ini pelajaran yang sangat berharga. Disinilah peranan auditor independent diperlukan, biar mampu melaksanakan pemeriksaan komprehensive atas semua manajemen perusahaan mulai dari accounting hingga dengan perpajakannya.

Sebelum pengambil-alihan suatu usaha (oleh owner yang baru) seharusnya dilakukan audit menyeluruh biar sebelum pengambil alihan terjadi, calon pemilik gres mampu melaksanakan mapping dengan pasti apa saja kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi, dan apa saja hak-hak yang belum diterima, lalu dibandingkan, sehingga mampu diketahui berapa kekayaan bersih peruhaan bergotong-royong (berapa net assetnya? = berapa asset dikurangi kewajibannya?), yang pada karenanya mampu memutuskan untuk membeli (mengambil-alih) atau tidak.

Pembelian perusahaan (keseluruhan saham atau sebagian) tentunya telah didahului oleh pertimbangan-pertimbangan bisnis yang matang mengenai potensi keuntungan, termasuk potensi resiko-nya.

Apapun itu masalahnya, itu telah terjadi dan harus dihadapi bukan?

Tentunya tidak dengan berpasrah diri begitu saja, ada usaha-usaha SERIUS yang perlu dilakukan untuk meminimize (kalau mampu meng-eliminasi) potensi resiko yang ada.

Skipping the problem is not a solution, tidak ada bedanya menyerupai menanam bomb di dalam rumah sendiri, mampu meledak sewaktu-waktu.


Langkah-langkah yang mampu dilakukan:

1. Hitung semua perpajakannya dari mulai NPWP terbit hingga dikala ini, biar mampu diketahui (paling tidak memperkirakan): berapa utang pajak seluruhnya?.

2. Setelah diketahui berapa utang pajaknya, gres dipertimbangkan : langkah apa sebaiknya ditempuh :

[-] Tidak melapor sama sekali (dengan resiko, bunga atas hutang pajak semakin membengkak)? Atau;

[-] Melapor pajak, mulai dikala ini saja (tanpa melaporkan kewajiban perpajakan dimasa lalu), dengan resiko mungkin kantor pajak mulai memperhatikan perusahaan ini dan sangat mungkin akan menelusuri historicalnya? Atau;

[-] Melaporkan semua kewajiban perpajakan dari masa-masa yang sebelumnya?

Beberapa hal lain yang mampu dijadikan dasar pertimbangan:

[-] Kapan NPWP terbit? 1 tahun yang lalu? 2 tahun yang lalu? atau 5 tahun yang lalu?. bila masih 1-2 tahun yang lalu, pemilik usaha masih memungkinkan untuk membuat pernyataan bahwa selama 2 tahun sebelumnya perusahaan belum beroperasi sepenuhnya. Bukan berarti perusahaan boleh tidak melapor, tentunya disertai dengan data dan fakta yang sesuai, dan atas kelalian tersebut pastinya akan kena denda. Tapi bila lebih dari 2 tahun, tentunya tidak bisa.

[-] Apakah dimasa yang lalu perusahaan dalam keadaan untung atau rugi?. Jika dalam keadaan rugi (memang benar-benar rugi), maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan bukan?. bahkan mungkin perusahaan mampu memperoleh "Lost Carry Forward" (kurugian dimasa lalu yang dibebankan pada masa sekarang dan masa yang akan datang). Tetapi bila dalam kondisi untung, tentu perusahaan harus membayar pajak atas keuntungan tersebut beserta bunga dan dendanya.


Upaya lain yang mampu dilakukan:

Lakukanlah internal audit atas operasional perusahaan untuk periode-periode sebelumnya, bila memang ada indikasi kebohongan, misalnya: saat transaksi jual beli dilakukan, pemilik lama menyatakan nilai kekayaan bersih perusahaan dikala itu ialah 5 millyard, setelah dilakukan audit ternyata kekayaan bersih perusahaan pada dikala itu hanya diperkirakan 1 millyard, mungkin langkah-langkah berikut ini mampu dilakukan:

Mintalah jasa independent auditor untuk melaksanakan pemeriksaan yang menyeluruh biar memperoleh kesimpulan yang lebih pasti dan memiliki legitimasi yang cukup. Jika memang terbukti terjadi pembohongan, pemilik gres mampu membicarakan kembali dengan pemilik lama. Jika pemilik lama dengan bangga bersedia menawarkan kompensasi (ganti rugi), tentu ini sangat baik. Jika tidak, tentunya pemilik gres (sebagai pihak yang dirugikan) mampu melaksanakan upaya-upaya hukum atas kasus kecurangan yang telah terjadi.

Perlu disadari bahwa ada cost atas usah-usaha serius tersebut. Adapun cost atas upaya-upaya tadi meliputi:

[1]. Monetary cost (tentunya mampu dihitung):

Fee untuk Auditor independent
Fee untuk Pengacara

[2]. Non-monetary cost (yang sulit untuk diukur):

Waktu yang dikonsumsi
Opportunity cost
Stress bagi staff
Company image

Non-monetary cost patut menjadi pertimbangan utama, untuk sebuah pertanyaan:

Should company devote all focus and energy for the issue, OR face the fact and shutdown the issue as soon as possible then move the focus to create more value and gains more profit on next stage?.

***A scaleable business sense and wise paradim applies***



Semoga menjadi pertolongan yang berguna.

Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, khususnya “Laporan Laba Rugi”, kita mengenal adanya LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL dan LAPORAN LABA RUGI FISKAL. Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal? Apa saja perbedaannya? Bagaimana caranya membuat Laporan Laba Rugi Fiskal? Bagaimana kalau tidak dibedakan? Mungkinkah kedua laporan laba rugi ini dijadikan satu? Bagaimana caranya? Akan kita bahas di artikel ini sebentar lagi.

Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang “belum sepenuhnya” memahami dan belum mampu membuat laporan laba rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini dapat menunjukkan pemahaman yang lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan menunjukkan langkah-langkah pembuatannya. Termasuk TRICK “Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal ke dalam satu lembar laporan saja”.

Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan “Congratulation!”. Sedangkan yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan “Good luck!”. Dan bagi yang masih gundah membuat SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah tidak mungkin bagi anda untuk membuat SPT PPh Badan kalau anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, sebab data source SPT PPh Badan yakni Laporan Laba Rugi Fiskal.

Kiranya saya tidak perlu lagi menunjukkan penjelasan mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku “Pengantar Akuntansi Keuangan” atau “Dasar-dasar Akuntansi Keuangan”.


Mengapa Ada Laporan Rugi Laba Komersial dan Fiskal?

Karena adanya perbedaan legalisasi atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.


Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?

Bagi perusahaan: semua pemasukan yakni pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran yakni beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan yakni faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak sebab pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran yakni faktor pengurang laba kena pajak sebab ada beberapa jenis pengeluaran yang bekerjsama bukan merupakan adegan dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.

Perbedaan lainnya yakni perebedaan yang diakibatkan sebab bedanya SAAT PENGAKUAN (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akhir perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya menyebabkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.

Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian biar JUMLAH PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHUTANG antara yang dihitung oleh perusahaan dengan menurut Ditjend Pajak mampu sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah KOREKSI FISKAL.

Ada 2 (dua) macam pembiasaan fiskal, yaitu:

Penyesuaian Fiskal Positif: yakni pembiasaan yang akan menyebabkan meningkatnya laba kena pajak yang pada risikonya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.

Penyesuaian Fiskal Negatif: yakni pembiasaan yang akan menyebabkan menurunnya laba kena pajak.

Berikut ini yakni tabel rincian jenis-jenis pembiasaan tersebut:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal

Bagaimana Cara Membuat Laporan Laba Rugi Fiskal?

Saya akan coba construct satu kasus:

Buku Besar PT. Royal Bali Cemerlang nampak ibarat dibawah:


 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan ibarat dibawah ini:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?

Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.

Okay, kita bandingkan dengan table rincian pembiasaan fiskal kasatmata dan negative di atas. Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:

Bunga Jasa Giro” telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai “Pendapatan dikenakan Pajak Final”, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita jadikan faktor pengurang Laba Kena Pajak.

Pengambilan Oleh Direktur” ini yakni bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh mendapatkan Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal kasatmata (faktor penambah laba kena pajak).

Makan Untuk Pegawai” ini yakni bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang oke dengan anggapan ini, sebab santunan incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan lainnya kepada pegawai yakni salah satu usaha perusahaan untuk merangsang semangat kerja pegawai, sangat mampu dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan acara perusahaan, jelas-jelas ini beban (biaya) yang mampu di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak perihal hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.

Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak mampu dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.

Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam teladan kasus ini.sehingga nanti koreksi fiskal negatifnya akan 0 (nol).

Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi ibarat dibawah ini:
 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal


Apakah kali ini sudah benar?

Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah laba setelah pajak di atas mampu kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.

Coba pikirkan baik-baik……………………………………………………………………
………………………………….. yakin?.

NO…. big no!

Bukankah di neraca nanti laba ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset (aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?

Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur, makan untuk pegawai, sumbangan) yakni besar lengan berkuasa eksklusif terhadap posisi (saldo) kas. Jika semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, laba kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah pasti NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.

Lalu, bagaimana?

Kita harus kembalikan semua koreksi tersebut.

Dikembalikan?, berarti labanya menjadi salah lagi?.

Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, setelah kita peroleh “laba fiskal setelah pajak”, gres kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.

Caranya?

Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:



 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Bahkan kita berhasil memperoleh Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal dalam satu lembar laporan saja, anda tidak perlu lagi membuat laporan laba rugi dalam 2 (versi) :-)

Sekarang Laba setelah pajaknya sudah mampu di masukkan ke dalam neraca. Dan pasti balance. Guaranteed! :-)

Selamat mencoba!

Menghitung dan mencatat (Perlakuan) PPh Pasal 25 dan 29 kelihatannya sangat sederhana, sepele dan mudah. Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah (SME = Small & Medium Enterprise) nilai PPh Pasal 25 yang dibayarkan biasanya relative kecil, mungkin antara Rp 150,000 hingga dengan Rp 1,500,000. Bisa dibilang tidak significant samasekali. Tetapi ketika anda selesai membayar PPh Pasal 29 (di bulan Maret) dan selesai menjurnal atas pembayaran tersebut, mungkin anda akan kaget dan galau demi menerima neraca anda tidak balance lagi, padahal waktu tutup buku 31 Desember Neraca sudah balance. Setelah pusing tujuh keliling, dicari-cari ternyata “biang keroknya” (masalah utamanya) ialah PPh Pasal 25. Bagaimana menjurnal PPh Pasal 25 yang benar?, Bagaimana menjurnal PPh Badan ketika penutupan buku di final tahun? Bagaimana menjurnal PPh Pasal 29 yang dibayarkan bulan Maret biar neraca tetap balance?. Bagaimana alur dan perlakuannya? Kita akan bahas di artikel ini sebentar lagi. Saya akan sampaikan trick yang saya pakai pribadi, mungkin mampu anda pakai.

You may wanna say…..”no more talks, just show me the h*ll! Please :P”.

Okay-okay… saya ngerti.. kita pribadi saja….


PPh Pasal 25 (The Basic)

PPh Pasal 25 ialah UANG MUKA PPh BADAN, yang besarnya dihitung dengan cara membagi PPh Badan Tahun lalu dengan jumlah bulan tahun takwim (12).

Misal:
PPh Badan Terhutang Tahun 2006 anda ialah Rp 3,000,000, maka PPh Pasal 25 yang harus anda setorkan setiap bulannya di tahun 2007 adalah:

Rp 3,000,000/12 = Rp 250,000,-

Bapak-bapak kita di Kantor Pajak termasuk bapak-bapak konsultan pajak dan para pegiat pajak lainnya menyebut istilah ini dengan LUNSUM (saya cari-cari di wikipedia tidak saya temukan kata lunsum, lansum, lansam apalagi, entah bagaimana tulisannya yang benar, tapi saya rasa yang benar tulisannya “Lun-Sum” mohon dikoreksi kalau salah).

PPh Pasal 25 dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Misal:
PPh Pasal 25 bulan January dibayarkan paling lambat tanggal 10 February.


Jurnal PPh Pasal 25

Ada yang belum tahu bagaimana caranya menjurnal PPh Pasal 25? Well in case kalau ada yang belum tahu, basically menyerupai dibawah ini:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Petty Cash = Rp 250,000

Mudah bukan?.

Kapan PPh Pasal 25 di jurnal? Tentunya ketika dibayarkan. Misal: PPh Pasal 25 bulan January dibayar tanggal 09 February (kebiasaan orang accounting “menagih hak/piutang secepat2nya, tetapi membayarkan kewajiban/hutang selambat-lambatnya” untuk mewakili prinsip kehati-hatian :-P) maka dicatat pada tanggal 09 February juga.

Tahu dari mana soal lun-sum dan Jurnal di atas? Itu Undang-undang Pajak nomor berapa tahun berapa? Trus jurnal-nya itu dinyatakan dalam PSAK nomor berapa?

Mengenai undang-undang atau Surat Edaran DJP atau Keputusan Menteri Keuangan, silahkan baca di situs resminya Ditjend Pajak saja (saya tidak mau bersaing dengan situsnya Ditjend Pajak atau blognya bapak-bapak dari DJP) :P. Apalagi meng-copy paste Undang-undangnya ke blog saya, wah…. tidak terimakasih. Lagipula saya lebih tertarik membicarakan tehnik dan practical-nya, serta logika-logika-nya daripada membahas isi undang-undang.

Mengenai PSAK, saya juga tidak hafal, kalau anda perlu silahkan beli buku PSAK (harganya tidak mahal, saya beli hanya Rp 175,000), biarlah itu menjadi bab dari blognya bapak-bapak dosen saja.

Saya sudah melaksanakan dengan benar? Mengapa neraca saya menjadi tidak balance setelah membayar PPh Pasal 29? Di mana letak salahnya?

Sudah benar? oh ya? Kalau jurnal dan alurnya sudah benar tidak mungkin tidak balance bukan?, okay mari kita cari sama-sama dimana letak masalahnya…..


Alur dan Jurnal PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29

Contoh Kasus:

PPh Badan PT. Royal Bali Cemerlang ialah sebagai berikut :

Tahun Takwim 2005 = Rp 3,000,000,- (Lun-Sum 2006 = 3,000,000/12=250,000)
Tahun Takwim 2006 = Rp 3,600,000,- (Lun-Sum 2007 = 3,000,000/12=300,000)

Sehingga di tahun 2007, setiap tanggal 09 bookkeeper PT. Royal Bali Cemerlang menjurnal pengeluaran tersebut menyerupai dibawah ini:

Jurnal PPh Pasal 25 masa January dan February 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 250,000

Jurnal PPh Pasal 25 masa March s/d. December 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 300,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 300,000

Mengapa berbeda antara January February dengan March December?

Karena PPh Pasal 29 Tahun 2006 gres dibayarkan tanggal 20 March 2007, sehingga bulan January dan February 2007 masih memakai lun-sum Tahun 2006 yang dihitung berdasarkan PPh Badan Tahun 2005. Cukup terperinci kan? (jika belum jelas, silahkan ulangi baca pelan-pelan saya yakin anda mengerti).

Jika diringkas Daftar PPh Pasal 25 PT. Royal Bali Cemerlang Tahun 2007 menjadi sebagai berikut:
 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29
Sehingga di final tahun, BUKU BESAR: “Uang Muka PPh” akan menyerupai dibawah ini:



 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29


Sedangkan BUKU BESAR: “Petty Cash” menyerupai dibawah ini:



 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29


Nantinya, pada penutupan buku 31 Desember 2007, “Uang Muka (PPh Pasal 25)” akan masuk ke Neraca di sisi “Aktiva” pada kelompok “Aktiva Lancar” yang akan menjadi penyeimbang “Petty Cash” yang berkurang sejumlah yang sama yaitu Rp 3,500,000.

Catatan: (Penting!)

Jika anda perhatikan kedua buku besar diatas, pencatatan dimulai dari tanggal 09 February 2007. dan di bulan Desember 2007 ada pembayaran PPh Pasal 25 sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 09 Desember dan 30 Desember 2007.

Mengapa?

Di sini lah kuncinya! Tetapi pertanyaan mengapanya akan saya jawab nanti secara khusus ;-)

Pada tanggal 31 December 2007, Laporan Laba/Rugi PT. Royal Bali cemerlang untuk periode 01 Januari s/d. 31 December 2007, membukukan keuntungan Fiskal sebesar Rp 45,000,000 sehingga PPh Badannya menjadi: 10% x Rp 45,000,000 = Rp 4,500,000.

Jurnalnya:

[Debit]. PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000

Catatan: PPh Badan (yang disisi debit) akan masuk ke Laporan Laba/Rugi dan akan menjadi faktor pengurang Laba, dan Utang PPh Badan yang di sisi credit akan masuk ke neraca di sisi “Pasiva” pada kelompok “Liabilities (Kewajiban)”.

Pada tanggal 19 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menyetorkan PPh Pasal 29 ke kas negara melalui bank persepsi sebesar Rp 1,000,000 saja yang dihitung dengan cara:

PPh Pasal 29 = PPh Badan – Uang Muka PPh (pasal 25)
PPh Pasal 29 = Rp 4,500,000 – Rp 3,500,000 = Rp 1,000,000

Dan atas pembayaran tersebut dicatat:

[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000,-
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000

Jurnal di atas akan:
(-). Menghapus Utang PPh Badan (yang kelihatan pada Neraca 31 Desember 2007).
(-). Menghapus Uang Muka PPh Badan (Pasal 25)
(-). Mengurangi Kas perusahaan pada bulan Maret 2008 sebesar Rp 1,000,000

Selanjutnya, Lun-sum (PPh Pasal 25) PT. Royal Bali Cemerlang untuk tahun 2008 ialah sebesar: Rp 4,500,000/12 = Rp 375,000,- berlaku mulai masa bulan Maret yang akan dibayarkan bulan April 2008.


Menjawab pertanyaanmengapa pencatatan Uang Muka (PPh Pasal 25) dimulai pada tanggal 09 february 2007, dan Pada Bulan Desember dilakukan pembayaran uang muka (PPh Pasal 25) dilakukan duakali?

Kebanyakan dari kita (termasuk saya dahulu di awal-awal kerja saya) selalu mengikuti arus, yaitu membayarkan pajak menjelang final batas waktu (tanggal 09 bulan berikutnya). Misalnya: untuk Uang Muka Pasal 25 (Lun-Sum) bulan January dibayarkan tanggal 09 February dan seterusnya.

Sebenarnya itu tidak masalah, hanya saja menjadi persoalan ketika itu dilakukan di bulan Desember. Mengapa?

Karena 31 Desember ialah penutupan buku, kalau PPh Pasal 25 untuk bulan December 2007 gres kita bayarkan tanggal 09 January 2008, maka Total Uang Muka PPh Pasal 25 yang kita bayarkan untuk tahun 2007 hanya sebanyak 11 (sebelas) kali, sehingga kas yang keluar hanya sebanyak Rp 3,200,000 dengan rincian:

09 February + 09 March 2007 = Rp 250,000 x 2 = Rp 500,000
09 April 09 Desember 2007 = Rp 300,000 x 9 = Rp 2,700,000
------------------------------------------------------------------
Total = Rp 3,200,000
==============================================

Sehingga di penutupan buku di neraca akan muncul:

Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,200,000,- dan di rekening kas akan berkurang sebesar Rp 3,200,000 juga. Okay, Neraca Komersial sudah dalam kondisi balance, sampai...................

Pada tanggal 19 March 2008 (sesuai dengan teladan kasus) pada ketika membayarkan PPh Badan sebesar Rp 1,000,000 dijurnal:

[Debit]. PPh Badan Terhutang = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000,-

Dengan jurnal di atas, terperinci neraca tidak akan balance, Uang Muka PPh di neraca 31 Desember 2007 yang hanya Rp 3,200,000 anda hapuskan dengan jurnal sebesar Rp 3,500,000. terperinci akan menyisakan saldo minus sebesar Rp 300,000,-

Bagaimana kalau pada ketika pembayaran PPh Pasal 29, Uang Muka PPh (Pasal 25) dicatat di sisi credit sebesar Rp 3,200,000 saja?

Boleh saja, tetapi resiko-nya anda harus membayar (mengeluarkan cash) sebesar Rp 1,300,000,- alasannya ialah Utang PPh Badannya Rp 4,500,000. Apakah anda mau membayar lebih sementara bukti SSP anda menyampaikan bahwa anda telah membayar PPh Pasal 25 secara penuh dari January s/d. December?.

Jikapun anda (perusahaan) rela membayar lebih, saya sarankan: jangan lakukan itu, alasannya ialah kalau anda lakukan itu, pada catatan di kantor pajak nantinya anda akan kelihatan lebih bayar (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?), Lunsump Desember akan tetap menjadi pengurang PPh Pasal 29 meskipun anda gres bayarkan di bulan January, (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?) category periksa!.


Lalu bagaimana caranya biar tidak terjadi menyerupai itu?

Lakukan menyerupai apa yang saya lakukan: Bayar Lun-Sump (PPh Pasal 25) bulan December anda pada bulan December juga (paling lambat 30 December), jangan hingga jatuh ke bulan (tahun) berikutnya. Dan jangan lupa Lun-sump Desember sudah anda bayar di bulan Desember, sehingga di bulan January anda tidak perlu membayar PPh Pasal 25 lagi, SSP PPh Pasal 25 untuk Desember yang anda setorkan tanggal 30 Desember setorkan ke kantor pajak SSP-nya pada bulan January (antara tanggal 01 s/d. 09), sehingga di pembukuan anda transaksi tercatat tanggal 30 Desember, tetapi di kantor pajak anda tetap kelihatan membayar di bulan January.

Sebelumnya aku minta maaf sudah 10 hari ini aku tidak posting sebab padatnya aktivitas offline (urusan kantor) yang harus aku tangani, terutama di pembukaan buku dan persiapan menjelang SPT tahun takwim 2007. Sebagai undangan maaf dari saya, aku akan bagi-bagi PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Cuma-cuma, lengkap dengan formulanya. Anda tinggal ketik nama karyawan, status karyawan, Gaji Pokok. Sangat berkhasiat untuk mempercepat proses penghitungan PPh Pasal 21 setiap bulannya, dan file-nya dalam format excel (jadi sangat kecil, sanggup didownload dengan cepat). Oh iya, sudah ada pemotongan jamsosteknya juga. Dan ini aku bagi-bagikan secara CUMA-CUMA (alias zero cost), tetapi tentu saja ada sedikit hukum mainnya….

Bagaimana cara mendapatkannya ?

Gampang saja :

Masuk ke blog aku WORK LIFE IDEA, kemudian subscribe disana, aku akan eksklusif kirimkan file-nya ke email anda. Caranya subscribe tentu anda sudah tahu, tinggal ketik e-mail address anda, masukkan isyarat validasi di windows yang gres muncul, masuk ke inbox email anda, buka e-mail verifikasi dari WORK LIFE IDEA, selanjutnya tinggal ikuti petunjuk yang ada (khusus pengguna yahoo, hotmail dang mail, kalau tidak ada di inbox, coba buka di bulk folder).

Yang belum pernah masuk ke sana, silahkan lihat-lihat, di explore. Memang isi artikel-artikelnya belum sebanyak yang di sini, akan tetapi isinya aku dedikasikan khusus untuk topic-topic sekitar corporate-hacking (seluk-beluk office ethic & office politic). Silahkan dibaca-baca artikelnya, mungkin anda suka. Jangan lupa berbagi

Supaya tidak panjang lebar, bagi yang berminat silahkan eksklusif saja ke WORK LIFE IDEA sekarang.

PS : Mengingat keterbatasan access bandwidth ke dedicated server kawasan aku store file-nya, terpaksa aku batasi pembagian ini hanya untuk 300 pengirim e-mail pertama saja (setengah dari total pengunjung blog ini dalam sehari). Makara silahkan….. bagi yang tidak kebagian aku minta maaf.
Selamat bekerja

UPDATE : (bagi rekan-rekan yang sudah subscribe di (Work Life Idea)
Jika anda tidak menemukan gift dari aku di inbox e-mail anda, mohon biar dicoba diperiksa di "bulk" folder, hal ini sanggup terjadi sebab subject di e-mail berisi goresan pena "FREE", webmail kini ini akan mengira itu sebagai junk mail atau spam. Ya begitulah technology pin-pin-bo :-) alias berilmu pandai bodoh. Mohon dimaklumi..... Thanks.

Project yang sedang aku kerjakan sudah mencapai 90% :). Sebentar lagi aku siap kembali ke blog !. Ditengah-tengah kesibukan offline saya, aku masih berpikir untuk sanggup memberi sesuatu kepada pembaca blog ini. Saya sedang mempersiapkan VIDEO TUTORIAL - MENGISI SPT PPH PASAL 21. Ini bukan slideshow, tetapi VIDEO !.... ya video tutorial :-).

Dengan video ini anda sanggup belajar mengisi SPT PPH Pasal 21 tanpa harus membaca text panjang-panjang. Cukup dengan memencet "tombol play", tunggu loading sebentar (tergantung koneksi internet anda tentunya), habis itu tinggal lihat dan dengarkan. Karena ini dalam file video audio. Saya akan usahakan untuk merekamnya dan memasukkan input suara-suara intruksi sedetail mungkin.

Segera akan aku release.... dalam 1 atau 2 hari ini !.

Bagaimana ?

Silahkan kasi pendapat dan komentar anda :-)

Thanks

Salah satu jenis penarikan aktiva ialah PENJUALAN AKTIVA TETAP. Perlakuan Akuntansinya (Prosedur, perhitungan, pencatatan dan pelaporan -nya) akan dibahas di artikel ini, termasuk aspek perpajakan -nya.

Pada dasarnya, tidak satupun perusahaan bermaksud dan merencanakan untuk menjual aktiva tetapnya, alasannya ialah aktiva tetap dibeli dimaksudkan untuk dipergunakan selama umur ekonomisnya untuk menjaga kelangsungan usaha (entah untuk berproduksi, dijadikan daerah usaha, dijadikan peralatan kerja, dan lain sebagainya).

Akan tetapi ada kondisi-kondisi (read: reason) tertentu yang menjadikan perusahaan menjual aktiva tetapnya, antara lain:

[-]. Karena perusahaan kekurangan supply dana, sehingga perusahaan dengan terpaksa menjual aktiva tetap-nya untuk memperoleh suplemen dana entah untuk modal kerja, atau untuk memenuhi kewajiban (bayar hutang) jangka pendek/panjang-nya.

[-]. Karena perusahaan berganti jenis product, sehingga mesin-mesin dan perlatan tertentu tidak dibutuhkan lagi (tidak memberi manfaat lagi). Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang memproduksi “fast moving product”, misalnya: Perusahaan Apparel, perubahan demam isu mode akan membuat perusahaan tidak mempergunakan mesin untuk jenis pengerjaan bab tertentu lagi.

[-]. Karena perusahaan berganti technology, misalnya: perusahaan menjual semua computer ber spesifikasi Pentium III, alasannya ialah perusahaan akan membeli computer yang berspefisifikasi Pentium IV. Atau perusahaan menjual monitor non-flat alasannya ialah akan menggunakan flat-monitor.

[-]. Karena perusahaan akan ditutup (berhenti beroperasi) alasannya ialah alasan tertentu.


Prosedur dan Perlakuan Akuntansi atas penjualan Aktiva Tetap

Pada garis besarnya prosedur dan jurnal penjualan aktiva tetap hanya terdiri dari 2 (dua) langkah saja, yaitu:

Step-1: Update Buku Aktiva yang dijual
Step-2: Hapus Aktiva Tetap

Tentu saja ada beberapa langkah detail dari masing-masing langkah di atas


Contoh Kasus:

Pada tanggal 18 April 2008, PT. ROYAL BALI CEMERLANG menjual salah satu mesin produksinya seharga Rp 15,000,000. Dahulunya dibeli pada tanggal 22 February 2005 dengan harga perolehan sebesar Rp 25,000,000.

Catatan:

PT. Royal Bali Cemerlang menggunakan metode garis lurus untuk menghitung penyusutan aktiva tetapnya, tanpa “Salvage Value (nilai residu)”, umur ekonomis (life time) mesin diperkirakan 8 Tahun. Posisi Aktiva Tetap Mesin PT. Royal Bali Cemerlang per 31 Des 2007 ialah sebagai berikut:

Perolehan = Rp 25,000,000
Accum Deprec = (Rp 8,854,167)
----------------------------------------
Nilai Buku = Rp 16,145,833


Prosedur dan Perlakuan-nya:


Step-1: Update Buku Aktiva Tetap

[-]. Hitung Penyusutan 01 January – 18 Maret 2008:

Karena mesin dijual pada tanggal 18 April 2008, dimana tanggal 18 sudah melewati tengah bulan, oleh hasilnya untuk bulan April dianggap mesin telah dipergunakan selama satu bulan penuh (jika dibawah tanggal 15 maka dianggap belum dipergunakan), maka.

Penyusutan 01 Jan – 18 Apr 2008:

4/12 x (25,000,000/8) = Rp 1,041,667

[-]. Bebankan Penyusutan dengan jurnal:

[Debit]. Depreciation = Rp 1,041,667
[Credit]. Accum Deprec = Rp 1,041,667

Catatan: Jurnal di atas akan menambah "Depreciation Cost" dan menambah "Accum Deprec" mesin sebesar Rp 1,041,667

Sehingga "Accum Deprec Mesin" per tanggal 18 April 2008 adalah:

Accum Deprec per 31 Dec 2007 = Rp 8,854,167
Accum Deprec 01 Jan-18 Apr 2008 = Rp 1,041,667
-------------------------------------------------------------
Accum Deprec per 18 April 2008 = Rp 9.895,833

Dan nilai "Buku Aktiva Tetap Mesin" per 18 April 2008 adalah:

Rp 25,000,000 – Rp 9,895,833 = Rp 15,104,167

Langkah berikutnya ialah penghapusan


Step-2: Penghapusan Aktiva Tetap Mesin

Aktiva Tetap Mesin dihapus dengan jurnal:

[Debit]. Kas/Piutang = Rp 15,000,000,-
[Debit]. Accum Deprec Mesin = Rp 9,895,833
[Debit]. Rugi Penjualan Aktiva = Rp 104,167
[Credit]. Aktiva Tetap Mesin = Rp 25,000,000

Catatan:

Jurnal di atas akan:

(-). Menghapus Aktiva Tetap Mesin dan Akumulasi penyusutannya. Penghapusan terjadi alasannya ialah posting Aktiva Tetap Mesin di masukkan di credit (berlawanan dengan perolehan aktiva tetap mesin yang berada di debit) dan Deprec Accum di masukkan ke sisi Debit (berlawanan dengan saldonya yang berada di sisi credit).

(-). Mencatat Kas masuk atau mengakui piutang sebesar nilai penjualan

(-). Mengakui Rugi Penjualan Aktiva Tetap sebesar selisih antara harga perolehan dengan (Kas+ Accum Deprec), dengan kata lain selisih antara nilai buku aktiva tetap setelah di-update dengan nilai penjualan.


Bagaimana kalau mesin dijual seharga Rp 16,000,000?

Jurnalnya:

[Debit]. Kas/Piutang = Rp 16,000,000,-
[Debit]. Accum Deprec Mesin = Rp 9,895,833
[Credit]. Aktiva Tetap Mesin = Rp 25,000,000
[Credit]. Laba Penjualan Aktiva = Rp 895,833

Catatan: terjadi Laba dan diakui sebagai Laba Penjualan Aktiva Tetap sebesar Rp 895,833, yang dihitung dengan cara mencari selisih antara Nilai Buku Aktiva Tetap Mesin dengan Nilai Penjualan (Rp 6,000,000 - Rp 15,104,167).


Pelaporan Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap

Laba atau Rugi Penjualan Aktiva Tetap di laporkan pada “Laporan Laba/Rugi” masuk dalam kelompok “Pendapatan Lain-Lainbernilai nyata kalau untung, dan bernilai negative kalau rugi.


PPN (=PPn?) atas Penjualan Aktiva (My big Question)

Terus terperinci saya masih belum mampu memahami (read: hard to understand) Undang-Undang PPN No (Pasal) 16D, apakah penjualan aktiva tetap memang terhutang PPN? mengapa?, bukankah PPN ialah Pajak Pertambahan Nilai?, apakah ada value-added (nilai yang ditambahkan) atas penggunaan aktiva sehingga nilai aktiva menjadi meningkat? yang ada nilai aktiva menurun alasannya ialah haus akhir penggunaan-nya. So... again, it is still my big question.

Sekiranya ada yang lebih mampu memahami perihal hal ini, mungkin ada bapak-bapak petugas pajak atau konsultan pajak kebetulan singgah dan membaca posting saya ini, mohon semoga dapat diberikan pencerahan (jawaban) atas pertanyaan-pertanyaan saya di atas, Terimakasih.


Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap Pada Laporan Laba/Rugi Fiskal

Laba/Rugi atas PENJUALAN AKTIVA TETAP ialah Obyek pajak PPh Badan, sehingga dalam Laporan Laba/Rugi Fiskal, Laba/Rugi Penjualan Aktiva Tetap juga masuk ke dalam pendapatan lain-lain, bernilai nyata kalau untung, dan bernilai negative kalau rugi. Sedangkan pada SPT PPh Badan (Pasal 29), Laba/Rugi atas PENJUALAN AKTIVA TETAP di masukkan pada kelompok “Laba/Rugi Penjualan Aktiva".

Kasus pajak ini sering terjadi; sehabis pengaliha perjuangan dilakukan, pemilik gres menemukan adanya kewajiban pajak historical yang tidak dilaksanakan oleh pemilik lama, masalhnya kewajiban pajak menempel pada tubuh usahanya, bukan pada pemiliknya. Apa yang harus dilakukan, apakah mengikuti jejak pemilik usang dengan tetap tidak melapor, atau mulai lapor pajak yang tak ubahnya menyerupai mebangunkan macan tidur.

Ini yaitu kasus yang disampikan oleh rekan kita melalui e-mail:

Dari: Ms. My L

Kalau ada case pengalihan perjuangan dari owner usang ke owner baru, kemudia gres diketahui kalau dari owner owner sebelumnya sama sekali tidak pernah membayar dan melapor pajak, kemudian apa yang sebaiknya dilakukan oleh owner baru:
Melapor pajak yang bertahun tahun tak terbayar menyerupai membangunkan macan tidur, atau mengikuti jejak owner usang mengabaikan begitu saja pelaporan pajaknya?

Menurut bapak langkah apa yang paling tepat?
Terima kasih atas perhatian bapak, juga blog bapak , thx atas blog pembelajarannya, sangat mempunyai kegunaan dan menambah wawasan


Dari Author:

Ini pelajaran yang sangat berharga. Disinilah peranan auditor independent diperlukan, supaya dapat melaksanakan investigasi komprehensive atas semua manajemen perusahaan mulai dari accounting hingga dengan perpajakannya.

Sebelum pengambil-alihan suatu perjuangan (oleh owner yang baru) seharusnya dilakukan audit menyeluruh supaya sebelum pengambil alihan terjadi, calon pemilik gres dapat melaksanakan mapping dengan niscaya apa saja kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi, dan apa saja hak-hak yang belum diterima, kemudian dibandingkan, sehingga dapat diketahui berapa kekayaan higienis peruhaan sebenarnya (berapa net assetnya? = berapa asset dikurangi kewajibannya?), yang pada hasilnya dapat memutuskan untuk membeli (mengambil-alih) atau tidak.

Pembelian perusahaan (keseluruhan saham atau sebagian) tentunya telah didahului oleh pertimbangan-pertimbangan bisnis yang matang mengenai potensi keuntungan, termasuk potensi resiko-nya.

Apapun itu masalahnya, itu telah terjadi dan harus dihadapi bukan?

Tentunya tidak dengan berpasrah diri begitu saja, ada usaha-usaha SERIUS yang perlu dilakukan untuk meminimize (kalau dapat meng-eliminasi) potensi resiko yang ada.

Skipping the problem is not a solution, tidak ada bedanya menyerupai menanam bomb di dalam rumah sendiri, dapat meledak sewaktu-waktu.


Langkah-langkah yang dapat dilakukan:

1. Hitung semua perpajakannya dari mulai NPWP terbit hingga ketika ini, supaya dapat diketahui (paling tidak memperkirakan): berapa utang pajak seluruhnya?.

2. Setelah diketahui berapa utang pajaknya, gres dipertimbangkan : langkah apa sebaiknya ditempuh :

[-] Tidak melapor sama sekali (dengan resiko, bunga atas hutang pajak semakin membengkak)? Atau;

[-] Melapor pajak, mulai ketika ini saja (tanpa melaporkan kewajiban perpajakan dimasa lalu), dengan resiko mungkin kantor pajak mulai memperhatikan perusahaan ini dan sangat mungkin akan menelusuri historicalnya? Atau;

[-] Melaporkan semua kewajiban perpajakan dari masa-masa yang sebelumnya?

Beberapa hal lain yang dapat dijadikan dasar pertimbangan:

[-] Kapan NPWP terbit? 1 tahun yang lalu? 2 tahun yang lalu? atau 5 tahun yang lalu?. bila masih 1-2 tahun yang lalu, pemilik perjuangan masih memungkinkan untuk menciptakan pernyataan bahwa selama 2 tahun sebelumnya perusahaan belum beroperasi sepenuhnya. Bukan berarti perusahaan boleh tidak melapor, tentunya disertai dengan data dan fakta yang sesuai, dan atas kelalian tersebut pastinya akan kena denda. Tapi bila lebih dari 2 tahun, tentunya tidak bisa.

[-] Apakah dimasa yang kemudian perusahaan dalam keadaan untung atau rugi?. Jika dalam keadaan rugi (memang benar-benar rugi), maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan bukan?. bahkan mungkin perusahaan dapat memperoleh "Lost Carry Forward" (kurugian dimasa kemudian yang dibebankan pada masa kini dan masa yang akan datang). Tetapi bila dalam kondisi untung, tentu perusahaan harus membayar pajak atas laba tersebut beserta bunga dan dendanya.


Upaya lain yang dapat dilakukan:

Lakukanlah internal audit atas operasional perusahaan untuk periode-periode sebelumnya, bila memang ada indikasi kebohongan, misalnya: saat transaksi jual beli dilakukan, pemilik usang menyatakan nilai kekayaan higienis perusahaan ketika itu yaitu 5 millyard, sehabis dilakukan audit ternyata kekayaan higienis perusahaan pada ketika itu hanya diperkirakan 1 millyard, mungkin langkah-langkah berikut ini dapat dilakukan:

Mintalah jasa independent auditor untuk melaksanakan investigasi yang menyeluruh supaya memperoleh kesimpulan yang lebih niscaya dan mempunyai legitimasi yang cukup. Jika memang terbukti terjadi pembohongan, pemilik gres dapat membicarakan kembali dengan pemilik lama. Jika pemilik usang dengan bangga bersedia menawarkan kompensasi (ganti rugi), tentu ini sangat baik. Jika tidak, tentunya pemilik gres (sebagai pihak yang dirugikan) dapat melaksanakan upaya-upaya aturan atas kasus kecurangan yang telah terjadi.

Perlu disadari bahwa ada cost atas usah-usaha serius tersebut. Adapun cost atas upaya-upaya tadi meliputi:

[1]. Monetary cost (tentunya dapat dihitung):

Fee untuk Auditor independent
Fee untuk Pengacara

[2]. Non-monetary cost (yang sulit untuk diukur):

Waktu yang dikonsumsi
Opportunity cost
Stress bagi staff
Company image

Non-monetary cost patut menjadi pertimbangan utama, untuk sebuah pertanyaan:

Should company devote all focus and energy for the issue, OR face the fact and shutdown the issue as soon as possible then move the focus to create more value and gains more profit on next stage?.

***A scaleable business sense and wise paradim applies***



Semoga menjadi dukungan yang berguna.

Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, khususnya “Laporan Laba Rugi”, kita mengenal adanya LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL dan LAPORAN LABA RUGI FISKAL. Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal? Apa saja perbedaannya? Bagaimana caranya menciptakan Laporan Laba Rugi Fiskal? Bagaimana kalau tidak dibedakan? Mungkinkah kedua laporan keuntungan rugi ini dijadikan satu? Bagaimana caranya? Akan kita bahas di artikel ini sebentar lagi.

Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang “belum sepenuhnya” memahami dan belum sanggup menciptakan laporan keuntungan rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini sanggup memperlihatkan pemahaman yang lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan memperlihatkan langkah-langkah pembuatannya. Termasuk TRICK “Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal ke dalam satu lembar laporan saja”.

Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan “Congratulation!”. Sedangkan yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan “Good luck!”. Dan bagi yang masih galau menciptakan SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah mustahil bagi anda untuk menciptakan SPT PPh Badan kalau anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, sebab data source SPT PPh Badan ialah Laporan Laba Rugi Fiskal.

Kiranya saya tidak perlu lagi memperlihatkan klarifikasi mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku “Pengantar Akuntansi Keuangan” atau “Dasar-dasar Akuntansi Keuangan”.


Mengapa Ada Laporan Rugi Laba Komersial dan Fiskal?

Karena adanya perbedaan ratifikasi atas pendapatan maupun biaya berdasarkan perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.


Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?

Bagi perusahaan: semua pemasukan ialah pendapatan yang akan menambah keuntungan kena pajak , dan semua pengeluaran ialah beban yang akan mengurangi keuntungan kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan ialah faktor penambah keuntungan kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah keuntungan kena pajak sebab pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran ialah faktor pengurang keuntungan kena pajak sebab ada beberapa jenis pengeluaran yang bergotong-royong bukan merupakan belahan dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.

Perbedaan lainnya ialah perebedaan yang diakibatkan sebab bedanya SAAT PENGAKUAN (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akhir perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak memakai metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin memakai metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya menjadikan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi donasi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.

Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian supaya JUMLAH PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHUTANG antara yang dihitung oleh perusahaan dengan berdasarkan Ditjend Pajak sanggup sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah KOREKSI FISKAL.

Ada 2 (dua) macam pembiasaan fiskal, yaitu:

Penyesuaian Fiskal Positif: ialah pembiasaan yang akan menjadikan meningkatnya keuntungan kena pajak yang pada karenanya akan menciptakan PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.

Penyesuaian Fiskal Negatif: ialah pembiasaan yang akan menjadikan menurunnya keuntungan kena pajak.

Berikut ini ialah tabel rincian jenis-jenis pembiasaan tersebut:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal

Bagaimana Cara Membuat Laporan Laba Rugi Fiskal?

Saya akan coba construct satu kasus:

Buku Besar PT. Royal Bali Cemerlang nampak menyerupai dibawah:


 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan menyerupai dibawah ini:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?

Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.

Okay, kita bandingkan dengan table rincian pembiasaan fiskal kasatmata dan negative di atas. Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:

Bunga Jasa Giro” telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai “Pendapatan dikenakan Pajak Final”, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita jadikan faktor pengurang Laba Kena Pajak.

Pengambilan Oleh Direktur” ini ialah bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh mendapatkan Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal kasatmata (faktor penambah keuntungan kena pajak).

Makan Untuk Pegawai” ini ialah bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang baiklah dengan anggapan ini, sebab proteksi incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan lainnya kepada pegawai ialah salah satu perjuangan perusahaan untuk merangsang semangat kerja pegawai, sangat sanggup dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan acara perusahaan, jelas-jelas ini beban (biaya) yang sanggup di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak wacana hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.

Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak sanggup dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.

Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam pola masalah ini.sehingga nanti koreksi fiskal negatifnya akan 0 (nol).

Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi menyerupai dibawah ini:
 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal


Apakah kali ini sudah benar?

Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah keuntungan sehabis pajak di atas sanggup kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.

Coba pikirkan baik-baik……………………………………………………………………
………………………………….. yakin?.

NO…. big no!

Bukankah di neraca nanti keuntungan ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset (aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?

Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur, makan untuk pegawai, sumbangan) ialah kuat pribadi terhadap posisi (saldo) kas. Jika semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, keuntungan kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah niscaya NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.

Lalu, bagaimana?

Kita harus kembalikan semua koreksi tersebut.

Dikembalikan?, berarti labanya menjadi salah lagi?.

Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, sehabis kita peroleh “laba fiskal sehabis pajak”, gres kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.

Caranya?

Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:



 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Bahkan kita berhasil memperoleh Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal dalam satu lembar laporan saja, anda tidak perlu lagi menciptakan laporan keuntungan rugi dalam 2 (versi) :-)

Sekarang Laba sehabis pajaknya sudah sanggup di masukkan ke dalam neraca. Dan niscaya balance. Guaranteed! :-)

Selamat mencoba!

Menghitung dan mencatat (Perlakuan) PPh Pasal 25 dan 29 kelihatannya sangat sederhana, sepele dan mudah. Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah (SME = Small & Medium Enterprise) nilai PPh Pasal 25 yang dibayarkan biasanya relative kecil, mungkin antara Rp 150,000 hingga dengan Rp 1,500,000. Bisa dibilang tidak significant samasekali. Tetapi ketika anda selesai membayar PPh Pasal 29 (di bulan Maret) dan selesai menjurnal atas pembayaran tersebut, mungkin anda akan kaget dan galau demi mendapat neraca anda tidak balance lagi, padahal waktu tutup buku 31 Desember Neraca sudah balance. Setelah pusing tujuh keliling, dicari-cari ternyata “biang keroknya” (masalah utamanya) yaitu PPh Pasal 25. Bagaimana menjurnal PPh Pasal 25 yang benar?, Bagaimana menjurnal PPh Badan ketika penutupan buku di selesai tahun? Bagaimana menjurnal PPh Pasal 29 yang dibayarkan bulan Maret supaya neraca tetap balance?. Bagaimana alur dan perlakuannya? Kita akan bahas di artikel ini sebentar lagi. Saya akan sampaikan trick yang saya pakai pribadi, mungkin dapat anda pakai.

You may wanna say…..”no more talks, just show me the h*ll! Please :P”.

Okay-okay… saya ngerti.. kita pribadi saja….


PPh Pasal 25 (The Basic)

PPh Pasal 25 yaitu UANG MUKA PPh BADAN, yang besarnya dihitung dengan cara membagi PPh Badan Tahun kemudian dengan jumlah bulan tahun takwim (12).

Misal:
PPh Badan Terhutang Tahun 2006 anda yaitu Rp 3,000,000, maka PPh Pasal 25 yang harus anda setorkan setiap bulannya di tahun 2007 adalah:

Rp 3,000,000/12 = Rp 250,000,-

Bapak-bapak kita di Kantor Pajak termasuk bapak-bapak konsultan pajak dan para pegiat pajak lainnya menyebut istilah ini dengan LUNSUM (saya cari-cari di wikipedia tidak saya temukan kata lunsum, lansum, lansam apalagi, entah bagaimana tulisannya yang benar, tapi saya rasa yang benar tulisannya “Lun-Sum” mohon dikoreksi jikalau salah).

PPh Pasal 25 dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Misal:
PPh Pasal 25 bulan January dibayarkan paling lambat tanggal 10 February.


Jurnal PPh Pasal 25

Ada yang belum tahu bagaimana caranya menjurnal PPh Pasal 25? Well in case kalau ada yang belum tahu, basically menyerupai dibawah ini:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Petty Cash = Rp 250,000

Mudah bukan?.

Kapan PPh Pasal 25 di jurnal? Tentunya ketika dibayarkan. Misal: PPh Pasal 25 bulan January dibayar tanggal 09 February (kebiasaan orang accounting “menagih hak/piutang secepat2nya, tetapi membayarkan kewajiban/hutang selambat-lambatnya” untuk mewakili prinsip kehati-hatian :-P) maka dicatat pada tanggal 09 February juga.

Tahu dari mana soal lun-sum dan Jurnal di atas? Itu Undang-undang Pajak nomor berapa tahun berapa? Trus jurnal-nya itu dinyatakan dalam PSAK nomor berapa?

Mengenai undang-undang atau Surat Edaran DJP atau Keputusan Menteri Keuangan, silahkan baca di situs resminya Ditjend Pajak saja (saya tidak mau bersaing dengan situsnya Ditjend Pajak atau blognya bapak-bapak dari DJP) :P. Apalagi meng-copy paste Undang-undangnya ke blog saya, wah…. tidak terimakasih. Lagipula saya lebih tertarik membicarakan tehnik dan practical-nya, serta logika-logika-nya daripada membahas isi undang-undang.

Mengenai PSAK, saya juga tidak hafal, kalau anda perlu silahkan beli buku PSAK (harganya tidak mahal, saya beli hanya Rp 175,000), biarlah itu menjadi belahan dari blognya bapak-bapak dosen saja.

Saya sudah melaksanakan dengan benar? Mengapa neraca saya menjadi tidak balance sehabis membayar PPh Pasal 29? Di mana letak salahnya?

Sudah benar? oh ya? Kalau jurnal dan alurnya sudah benar mustahil tidak balance bukan?, okay mari kita cari sama-sama dimana letak masalahnya…..


Alur dan Jurnal PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29

Contoh Kasus:

PPh Badan PT. Royal Bali Cemerlang yaitu sebagai berikut :

Tahun Takwim 2005 = Rp 3,000,000,- (Lun-Sum 2006 = 3,000,000/12=250,000)
Tahun Takwim 2006 = Rp 3,600,000,- (Lun-Sum 2007 = 3,000,000/12=300,000)

Sehingga di tahun 2007, setiap tanggal 09 bookkeeper PT. Royal Bali Cemerlang menjurnal pengeluaran tersebut menyerupai dibawah ini:

Jurnal PPh Pasal 25 masa January dan February 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 250,000

Jurnal PPh Pasal 25 masa March s/d. December 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 300,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 300,000

Mengapa berbeda antara January February dengan March December?

Karena PPh Pasal 29 Tahun 2006 gres dibayarkan tanggal 20 March 2007, sehingga bulan January dan February 2007 masih menggunakan lun-sum Tahun 2006 yang dihitung menurut PPh Badan Tahun 2005. Cukup terang kan? (jika belum jelas, silahkan ulangi baca pelan-pelan saya yakin anda mengerti).

Jika diringkas Daftar PPh Pasal 25 PT. Royal Bali Cemerlang Tahun 2007 menjadi sebagai berikut:
 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29
Sehingga di selesai tahun, BUKU BESAR: “Uang Muka PPh” akan menyerupai dibawah ini:



 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29


Sedangkan BUKU BESAR: “Petty Cash” menyerupai dibawah ini:



 Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah  Perlakuan PPh Pasal 25 dan 29


Nantinya, pada penutupan buku 31 Desember 2007, “Uang Muka (PPh Pasal 25)” akan masuk ke Neraca di sisi “Aktiva” pada kelompok “Aktiva Lancar” yang akan menjadi penyeimbang “Petty Cash” yang berkurang sejumlah yang sama yaitu Rp 3,500,000.

Catatan: (Penting!)

Jika anda perhatikan kedua buku besar diatas, pencatatan dimulai dari tanggal 09 February 2007. dan di bulan Desember 2007 ada pembayaran PPh Pasal 25 sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 09 Desember dan 30 Desember 2007.

Mengapa?

Di sini lah kuncinya! Tetapi pertanyaan mengapanya akan saya jawab nanti secara khusus ;-)

Pada tanggal 31 December 2007, Laporan Laba/Rugi PT. Royal Bali cemerlang untuk periode 01 Januari s/d. 31 December 2007, membukukan laba Fiskal sebesar Rp 45,000,000 sehingga PPh Badannya menjadi: 10% x Rp 45,000,000 = Rp 4,500,000.

Jurnalnya:

[Debit]. PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000

Catatan: PPh Badan (yang disisi debit) akan masuk ke Laporan Laba/Rugi dan akan menjadi faktor pengurang Laba, dan Utang PPh Badan yang di sisi credit akan masuk ke neraca di sisi “Pasiva” pada kelompok “Liabilities (Kewajiban)”.

Pada tanggal 19 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menyetorkan PPh Pasal 29 ke kas negara melalui bank persepsi sebesar Rp 1,000,000 saja yang dihitung dengan cara:

PPh Pasal 29 = PPh Badan – Uang Muka PPh (pasal 25)
PPh Pasal 29 = Rp 4,500,000 – Rp 3,500,000 = Rp 1,000,000

Dan atas pembayaran tersebut dicatat:

[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000,-
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000

Jurnal di atas akan:
(-). Menghapus Utang PPh Badan (yang kelihatan pada Neraca 31 Desember 2007).
(-). Menghapus Uang Muka PPh Badan (Pasal 25)
(-). Mengurangi Kas perusahaan pada bulan Maret 2008 sebesar Rp 1,000,000

Selanjutnya, Lun-sum (PPh Pasal 25) PT. Royal Bali Cemerlang untuk tahun 2008 yaitu sebesar: Rp 4,500,000/12 = Rp 375,000,- berlaku mulai masa bulan Maret yang akan dibayarkan bulan April 2008.


Menjawab pertanyaanmengapa pencatatan Uang Muka (PPh Pasal 25) dimulai pada tanggal 09 february 2007, dan Pada Bulan Desember dilakukan pembayaran uang muka (PPh Pasal 25) dilakukan duakali?

Kebanyakan dari kita (termasuk saya dahulu di awal-awal kerja saya) selalu mengikuti arus, yaitu membayarkan pajak menjelang selesai batas waktu (tanggal 09 bulan berikutnya). Misalnya: untuk Uang Muka Pasal 25 (Lun-Sum) bulan January dibayarkan tanggal 09 February dan seterusnya.

Sebenarnya itu tidak masalah, hanya saja menjadi problem ketika itu dilakukan di bulan Desember. Mengapa?

Karena 31 Desember yaitu penutupan buku, jikalau PPh Pasal 25 untuk bulan December 2007 gres kita bayarkan tanggal 09 January 2008, maka Total Uang Muka PPh Pasal 25 yang kita bayarkan untuk tahun 2007 hanya sebanyak 11 (sebelas) kali, sehingga kas yang keluar hanya sebanyak Rp 3,200,000 dengan rincian:

09 February + 09 March 2007 = Rp 250,000 x 2 = Rp 500,000
09 April 09 Desember 2007 = Rp 300,000 x 9 = Rp 2,700,000
------------------------------------------------------------------
Total = Rp 3,200,000
==============================================

Sehingga di penutupan buku di neraca akan muncul:

Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,200,000,- dan di rekening kas akan berkurang sebesar Rp 3,200,000 juga. Okay, Neraca Komersial sudah dalam kondisi balance, sampai...................

Pada tanggal 19 March 2008 (sesuai dengan referensi kasus) pada ketika membayarkan PPh Badan sebesar Rp 1,000,000 dijurnal:

[Debit]. PPh Badan Terhutang = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000,-

Dengan jurnal di atas, terang neraca tidak akan balance, Uang Muka PPh di neraca 31 Desember 2007 yang hanya Rp 3,200,000 anda hapuskan dengan jurnal sebesar Rp 3,500,000. terang akan menyisakan saldo minus sebesar Rp 300,000,-

Bagaimana jikalau pada ketika pembayaran PPh Pasal 29, Uang Muka PPh (Pasal 25) dicatat di sisi credit sebesar Rp 3,200,000 saja?

Boleh saja, tetapi resiko-nya anda harus membayar (mengeluarkan cash) sebesar Rp 1,300,000,- sebab Utang PPh Badannya Rp 4,500,000. Apakah anda mau membayar lebih sementara bukti SSP anda menunjukkan bahwa anda telah membayar PPh Pasal 25 secara penuh dari January s/d. December?.

Jikapun anda (perusahaan) rela membayar lebih, saya sarankan: jangan lakukan itu, sebab jikalau anda lakukan itu, pada catatan di kantor pajak nantinya anda akan kelihatan lebih bayar (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?), Lunsump Desember akan tetap menjadi pengurang PPh Pasal 29 meskipun anda gres bayarkan di bulan January, (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?) category periksa!.


Lalu bagaimana caranya supaya tidak terjadi menyerupai itu?

Lakukan menyerupai apa yang saya lakukan: Bayar Lun-Sump (PPh Pasal 25) bulan December anda pada bulan December juga (paling lambat 30 December), jangan hingga jatuh ke bulan (tahun) berikutnya. Dan jangan lupa Lun-sump Desember sudah anda bayar di bulan Desember, sehingga di bulan January anda tidak perlu membayar PPh Pasal 25 lagi, SSP PPh Pasal 25 untuk Desember yang anda setorkan tanggal 30 Desember setorkan ke kantor pajak SSP-nya pada bulan January (antara tanggal 01 s/d. 09), sehingga di pembukuan anda transaksi tercatat tanggal 30 Desember, tetapi di kantor pajak anda tetap kelihatan membayar di bulan January.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.