Latest Post

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New


KODE ETIKA AKUNTAN PROFESIONAL

Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun gres disahkan untuk pertama kalinya pada Kongres IAI yang kedua dalam bulan Januari 1972 dan mengalami perubahan dan pembiasaan dalam setiap kongres. Sampai dengan tahun 1998, di Indonesia telah diadakan beberapa kali pergantian Kode Etik. Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari konggres IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik AICPA yang berlaku di  Amerika Serikat dikala itu. Kode Etik yang ke dua sebetulnya belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik ini yaitu Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik. Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam konggres IAI  V  di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub wangsit yang berkembang. Kutub pertama menghendaki biar Kode Etik hanya mengatur profesi Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki biar Kode Etik mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII bahwa Kode Etik IAI dimaksudkan sebagai  panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Keempat kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari.

Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan Indonesia terdiri atas :
1.         Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2.         Pernyataan Etika Profesi No.1 hingga dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI VII di Bandung tahun 1994.

Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya.

Penegakan  Etika  Profesi  Akuntan  di  Indonesia.
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit organisasi, yaitu : (Prosiding Kongres VIII, 1998)
1.         Kantor Akuntan Publik. 
Ketaatan terhadap aba-aba etik yaitu tanggung jawab pimpinan KAP dimana anggota itu bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya perilaku ini.
2.         Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha pengawasan ini diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di Kompartemen tersebut. Pengawasan oleh Unit Peer Review yang khusus dibentuk untuk mengawasi sesama KAP hingga dikala ini belum pernah terlaksana. 
3.         Badan  Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan peradilan pada tingkat pertama  terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI kompartemen akuntan pendidik.
4.         Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang telah diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.
5.         Departemen Keuangan RI.
yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik. Pengawasan yang dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP yang diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berafiliasi dengan keputusan Menteri Keuangan wacana perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27 Januari 1997 wacana jasa akuntan publik.
6.         BPKP.
Berdasarkan  Keppres  31/th  1983,  wewenangnya  adalah  melaksanakan  pengawasan   terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP melaksanakan evaluasi wacana kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan terhadap pelaksanaan peran profesional akuntan publik.

Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi :
1.         Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika profesi serta   hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
2.         Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / undangan pihak tertentu / kepentingan pribadinya.

Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang anggota mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan peran profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada Kode Etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia memiliki andal lain untuk memberi saran / jika merekomendasikan andal lain itu kepada kliennya”.

Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan adat sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap aba-aba etik ini masih ada. Berdasarkan Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut  :
1.         Kongres V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran jasa tanpa permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran Obyektifitas (mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan keuangan). 3) Isu pengawas intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa perusahaan anak Holding tersebut). 4) Pelanggaran kekerabatan dengan rekan seprofesi. Dan 5) Isu mendapatkan klien yang ditolak KAP lain dalam perang tarif.
2.         Kongres VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan selamat hari Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan  bukan klien, selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang kuat. 3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5) Sengketa membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7) Pengaduan pemegang saham minoritas wacana Laporan Keuangan, KAP dituduh memihak.
3.         Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah melibatkan 53 KAP, pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN pemakai Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996)
Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam wacana kualitas kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta wacana cap dan tanda tangan tanpa opini dan wacana pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3) Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan wacana penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan tempat sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP wacana penawaran atas kerja sama dalam rangka pertolongan jasa akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen wacana audit tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP wacana audit tidak sesuai NPA, laporan audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk klien periode sama, peran tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP wacana komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan iklan oleh pengurus IAI.
4.         Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis dan kerahasiaan (Riyanti,1999).

Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut disebabkan karena pengurus lini pertama hingga tingkat atas yaitu Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam menyelesaikan duduk perkara secara tuntas.            
                                                        
Sidang Komisi Kongres IAI  VIII episode Pendahuluan Kode Etik IAI menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, ibarat juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada jadinya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila dibutuhkan terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh tubuh pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.“

            Menurut Yani (1996), faktor-faktor yang menghipnotis pelanggaran aba-aba etik, meliputi :
a.         Faktor ekstern (uncontrollable), yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota masyarakat (termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum. 2) Honorarium yang relatif rendah untuk pekerjaan audit yang ditawarkan klien–klien tingkat menengah dan kecil. 3) Praktek-praktek yang tidak benar dari sebagian usahawan yang menyulitkan independensi akuntan publik. Dan 4) Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan publik, khususnya dibidang audit.
b.         Faktor intern (controllable), yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–sungguh dari sebagian pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2) Orientasi yang lebih mementingkan keuntungan Finansial dari pada menjaga nama baik KAP yang bersangkutan. 3) Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan yang melanggar etik ini tidak atau kecil kemungkinannya diketahui pihak lain. 4) Kurangnya kesadaran untuk mengutamakan etik dalam menjalankan profesi oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5) Mutu pekerjaan audit yang ada kalanya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena penggunaan tenaga yang berkualitas kurang baik.

Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan aba-aba etik antara lain :
a.         Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi menolak setiap pelanggaran terhadap aba-aba etik tetapi pada sisi lain menunjukkan pembenaran atas pelanggaran tersebut.
b.         Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan pelanggaran aba-aba etik. 3) Belum jelasnya aturan wacana mekanisme pertolongan sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam Anggaran Dasar maupun dalam Anggaran Rumah Tangga. Dan 4) Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akhir dari belum jelasnya peraturan dalam AD/ART.

Sebentar lagi libur. Mungkin diantara rekan-rekan sudah banyak yang berencana untuk berlibur keluar kota di HARI NATAL maupun di TAHUN BARU nanti.

Berlibur keluar kota, tentunya tidak hanya butuh fasilitas (penginapan/hotel) bukan ?. perlu makan di restoran, mengkonsumsi isi minibar yang disediakan oleh hotel, mungkin perlu jasa laundry, bahkan mungkin perlu sewa kendaraan beroda empat ?. Atas semua jasa yang diserahkan tersebut, pihak penyedia jasa akan mengenakan pajak. BERAPA PAJAK YANG DIKENAKAN ?, APA SAJA JENIS PAJAK YANG DIKENAKAN ?, APA SAJA OBYEK PAJAKNYA ?, DAN BERAPA TARIF PAJAKNYA ?.

Mudah-mudahan mampu dijadikan materi hitung-hitung budget menjelang liburan :-), jangan hingga luput dari perhitungan budget, sehingga tidak kaget ketika melihat bill hotel atau makan nantinya. Perlu juga diketahui apa saja obyek pajak yang termasuk ke dalam pajak hotel dan restoran, dan apa saja yang tidak termasuk.

Tentu anda tidak mau dikenakan pajak ganda (Pajak Hotel dan Restoran + PPn ), bukan ?

Kita bahas di artikel ini.


Obyek Pajak Hotel dan Restoran

Pajak Hotel dan Restoran merupakan pajak daerah, sehingga masing-masing tempat (propinsi) di Indonesia memiliki Peraturan Daerah (PERDA) sendiri-sendiri. Namun demikian pada dasarnya Obyek Pajak Hotel dan Restoran sama saja disemua propinsi, yaitu (dikutip dari Situs Layanan Propinsi DKI Jakarta Perda No. 9 Tahun 1998) :

1.Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;

2.Fasilitas pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memperlihatkan kemudahan dan kenyamanan;

3.Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan bukan untuk umum;

4.Jasa persewaan ruangan untuk aktivitas program atau pertemuan di hotel;

5.Penjualan makanan dan minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapannya, termasuk yang di bawa pulang;


Service

Service dalam hal ini yaitu pecahan yang dikenakan kepada konsumen hotel atau restoran atas : pelayanan, dedikasi dan perhatian yang diberikan oleh administrasi dan karyawan hotel atau restoran, yang nantinya akan dibagikan kepada seluruh karyawan hotel secara merata. Kebanyakan hotel atau restoran mengenakan service kepada konsumennya, akan tetapi ada juga hotel atau restoran yang untuk alasan tertentu (promosi) tidak mengenakan service.

Besarnya service yang dikenakan beragam, berkisar antara 7% hingga dengan 10% atas jasa yang diserahkan.


Tarif Pajak Hotel dan Restoran

Tarif Pajak Hotel dan Restoran yaitu 10% atas Jasa dan service


Formulasi dan Contoh Perhitungan

Berdasarkan tarif di atas, maka besarnya Pajak Hotel dan Restoran dapat diformulasikan menjadi :

(a). Jika dikenakan service, maka formulanya :

Pajak Hotel dan Restoran = 10% x ( Obyek Pajak + Service)


(b) Jika tidak dikenakan service, maka formulanya :

Pajak Hotel dan Restoran = 10% x Nilai Jasa Diserahkan


Contoh :

Si A, menginap dihotel “The Royal Bali” 5 malam dengan rincian bill sebagai berikut :

(-) 5 Nights Delux Ocean Terace ( 5 x USD 500.00) = USD 2,500.00
(-) Laundry = USD 35.00
(-) Mini Bar = USD 65.00
(-) Oriental Dinner = USD 150.00
(-) American Lunch = USD 250.00
Total = USD 3,000.00

* Subject to : 10% service & 10% Tax

Hitung pajak & service-nya dengan 4 langkah.

Langkah-1 : Tentukan nilai obyek pajaknya

Dari pola di atas, semuanya merupakan obyek pajak hotel dan restoran, KECUALI makanan dan minuman dari MINIBAR. Mengapa makanan dan minuman dari minibar tidak termasuk obyek pajak hotel dan restoran ?, sebab : makanan dan minuman dari minibar yaitu makanan & minuman yang sifatnya instant, yang mana untuk membuatnya tersedia, hotel samasekali tidak melaksanakan proses apapun selain menyimpannya di minibar, dengan kata lain makanan dan minuman dari minibar samasekali tidak diolah dihotel, melainkan dibeli dalam kondisi sudah jadi dari supermarket, sehingga bukan merupakan obyek Pajak Hotel dan Restoran. Dengan demikian maka nilai obyek pajaknya hanya sebesar USD 2,935.00 saja. Sedanagkan atas makanan dan minuman dari Mini Bar sebesar USD 65.00 yaitu obyek PPn yang biasanya telah termasuk dalam pembeliannya di Supermarket.

Langkah-2 : Hitung Servicenya

Dalam pola ini, hotel mematok tarif service 10%. Maka besarnya service dapat dihitung sebagai berikut :

Service = 10% x (USD 3,000.00 – USD 65.00)
Service = 10% x USD 2,935.00
Service = USD 293.50

Langkah-3 : Hitung “Pajak Hotel & Restoran"

Pajak Hotel dan Resto = 10% x (Nilai Jasa Diserahkan + service)
Pajak Hotel dan Resto = 10% x (USD 2,935 + USD 293.50)
Pajak Hotel dan Resto = 10% x USD 3,228.50
Pajak Hotel dan Resto = USD 322.85

Langkah-4 : Hitung Pajak dan Service -nya

Pajak & Service = USD 293.50 + 322.85
Pajak & Service = USD 616.35

Total yang harus dibayarkan yaitu :
3,000.00 + 616.35 = USD 3,616.35

Author’s Notes :

Karena blog ini tidak berkonsenstrasi pada topic dan persoalan perpajakan saja,
maka dalam artikel ini tidak akan dibahas atau diberikan referensi satu persatu
untuk semua kasus dan keadaan sehubungan dengan perpajakan.

Akan tetapi, mengingat Taxation merupakan salah satu aspek penting dalam praktek accounting dan finance, saya pikir perlu juga disajikan artikel maupun tips yang terkait dengan persoalan perpajakan. Diusahakan untuk menawarkan petunjuk yang benar, jelas, up to date dan mewakili praktek umum yang terjadi di dalam perusahaan.

Jika anda perhatikan screen shoot, anda akan menemukan : Sisi kiri (Perhitungan PPh Pasal 21 -nya) dan Sisi kanan ( Jurnal PPh Pasal 21 di buku Perusahaan ).

Karena blog ini tidak berkonsenstrasi pada topic dan persoalan perpajakan saja PPH PASAL 21 (Payroll Tax)


















Dalam artikel ini, khusus akan membahas tentang
PPh Pasal 21 di lingkungan perusahaan (Corporate).

Untuk sanggup menawarkan citra yang jelas, pada sub-penialian atau penghitungan, akan eksklusif ke referensi perhitungannya. Perhatikan 2 screen shoot.




Dasar Hukum PPh Pasal 21

1). ndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 wacana Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);



2).Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 wacana Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);

3).Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 137/PMK.03/2005 wacana Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, telah ditetapkan pembiasaan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku semenjak 1 Januari 2006;



4.Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 138/PMK.03/2005 wacana Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, telah ditetapkan bab penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan, yang berlaku semenjak 1 Januari 2006;

5).Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 wacana Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi;

6).Untuk lebih lengkapnya bias ditemukan di situsnya Dirjen Pajak


Perlakuan Akuntansi atas Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)

Dua screen shoot ini memperlihatkan cara perhitungan dan jurnal PPh Pasal 21 :

*) Ditanggung oleh Pegawai itu sendiri (Perhatikan screen shoot di atas)

*) Ditanggung oleh Perushaan (Perhatikan screen shoot dibawah)
Karena blog ini tidak berkonsenstrasi pada topic dan persoalan perpajakan saja PPH PASAL 21 (Payroll Tax)






















Catatan : Perhatikan goresan pena warna biru di screen shoot disisi kanan, disebut : "Tunjangan Pajak : Koreksi (+)" maksudnya : atas pajak yang ditanggung oleh perusahaan, boleh dibebankan sebagai biaya pada "LAPORAN KOMERSIAL" perusahaan, TETAPI pada "LAPORAN FISKAL" perusahaan TIDAK DIPERKENAANKAN membebankan biaya ini sebagai pengurang pendapatan kena pajaknya, melainkan harus diperlakukan sebagai "KOREKSI FISKAL POSITIF".

Untuh Cara penghitungan kasus lain dan perlakuannya : Penghitungan Pajak Atas Bonus Akhir Tahun, THR, Upah Satuan, Upah Borongan, Tenaga Ahli, pekerja part-timer, dan lain sebagainya, bisa ditanyakan kepada saya by email atau kasi komentar di goresan pena ini, nanti akan saya post-kan jawabannya :)

Atau coba cari di situs resminya Dirjen Pajak











Leonard  J.  Brooks  and  Paul  Dunn  (2012). 
Business  &  Professional  Ethics  for Directors, Executives and Accountants.  South-Western College Publishing, 6th edition (BD) Ch. 1 

Chapter 1
ETIKA HARAPAN

Selama dua puluh lima tahun terakhir, telah ada keinginan meningkat bahwa bisnis ada untuk melayani kebutuhan para pemegang saham dan masyarakat. Dukungan untuk bisnis bisnis-dan secara umum-tergantung pada kredibilitas yang stakeholder daerah di janji perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan yang keunggulan kompetitif. Akibatnya, eksekutif perusahaan sekarang diharapkan untuk mengatur perusahaan mereka etis, yang berarti bahwa mereka melihat bahwa mereka eksekutif, karyawan, dan biro bertindak secara etis.

Mandat Baru untuk Bisnis Perubahan dalam ekspektasi publik telah dipicu, pada gilirannya, sebuah evolusi dalam mandat untuk bisnis: laissez-faire, laba-hanya dunia Milton Friedman telah menunjukkan cara untuk pandangan bahwa bisnis ada untuk melayani masyarakat, bukan sebaliknya.  Jika tujuan etis dan ekonomi tidak dapat diintegrasikan atau seimbang dengan sukses, dan kepentingan pemegang saham terus mendominasi tidak masuk logika orang-orang dari pemangku kepentingan, ketegangan antara bisnis dan stakeholder masyarakat akan terus tumbuh.

Tren penting lainnya dikembangkan sebagai hasil dari tekanan ekonomi dan kompetitif yang telah dan terus memiliki efek pada moral bisnis, dan oleh alasannya itu pada akuntan profesional. Kecenderungan ini termasuk: | memperluas pertanggungjawaban hukum atas eksekutif perusahaan, | pernyataan administrasi kepada pemegang saham pada kecukupan pengendalian internal, dan | menyatakan niat untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi, Sebagai hasil dari tren dan perubahan, perusahaan mulai mengambil minat yang lebih besar dalam bagaimana moral acara mereka, dan bagaimana memastikan bahwa masalah-masalah etis tidak muncul.

Akuntan profesional berutang kesetiaan utama mereka untuk kepentingan publik, tidak hanya untuk kepentingan mereka sendiri keuangan, eksekutif perusahaan atau manajemen, atau ketika ini pemegang saham dengan mengorbankan para pemegang saham di masa depan. Reformasi, melalui peraturan gres dan struktur pengawasan, dan standar internasional harmonis pengungkapan dan instruksi etik yang direvisi mendedikasikan kembali profesi akuntansi ke akar aslinya fidusia, telah menjadi restoratif yang diharapkan yang akan menghipnotis perilaku profesional akuntansi di Seluruh Dunia. Akuntan profesional harus memastikan bahwa nilai-nilai moral mereka ketika ini dan bahwa mereka siap untuk bertindak pada mereka untuk melakukan tugas mereka yang terbaik dan untuk menjaga kredibilitas, dan sumbangan untuk, profesi.

Dampak meningkatkan keinginan untuk bisnis pada umumnya, dan untuk direktur, eksekutif, dan akuntan khususnya, telah membawa tuntutan reformasi pemerintahan, pengambilan keputusan etis, dan administrasi yang akan mendapat manfaat dari terdepan berpikir wacana bagaimana mengelola risiko moral dan peluang.


Apa itu Letter of Credit dan Mengapa Penting Untuk Diketahui ?

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam menunjukkan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melaksanakan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jikalau pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jikalau bank telah mendapatkan dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bab accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit ialah penting, sehingga dapat diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" ialah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap arahan (instruction) maupun seruan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini ialah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bab Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran ialah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut janji seller dengan buyer, ialah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan janji antara buyer dengan seller atau tidak.


Selanjutnya…………….
Letter of Credit - Serie 2 [-baca-]
Short Description :
(-). Ada berapa macam Letter of Credit ?
(-). Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses Letter of Credit ?
(-). Bagaimana alur proses Letter of Credit ?
(-). Apa saja isi (elemen) dari sebuah Letter of Credit ?
(-). Bagaimana karakteristik sebuah Letter of Credit ?

Letter of Credit - Serie 3 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Bagaimana menghindari discrepancies (penyimpangan) atas sebuah Letter of Credit ?

Letter of Credit - Serie 4 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Apa yang harus dilakukan jikalau terlanjur terjadi discrepancies ?
(-). Apa skenario terburuk yang mungkin terjadi atas sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit ?.
Letter of Credit - Serie 5 (Tips) [-baca-]
Short Description :
(-). Bagaimana sebuah Letter of Credit bisa dipergunakan sebagai materi pengajuan kredit export (untuk modal kerja), dan bagaimana mekanisme diskonto atas sebuah Letter of Credit ?
(-). Bagaiaman skandal kasus pembobolan bank menggunakan modus Letter of Credit terjadi ?

Author's Note :


Sulit memahami HARMONIZED SYSTEM ?. Artikel ini didedikasikan untuk bisa memahaminya, dengan demikian anda akan bisa dengan gampang memahami mengenai TARIF IMPOR.

Jika anda berprofesi sebagai FINANCIAL CONTROLLER di perusahaan yang sering melaksanakan Export-Import (Kegiatan utama maupun tambahan), maka anda WAJIB/KUDU/HARUS paham betul mengenai mekanisme Import-Export. Mulai dari dasar aturan hingga teknis penghitungan dan manajemennya.


Jangan hingga integritas anda sebagai Financial Controller berkurang hanya sebab anda tidak bisa mendetermine, apakah perusahaan di charge "Bea Masuk" (Import Duty) yang masuk akal atau tidak.

Jika anda membaca artikel ini, saya asumsikan anda telah mempunyai nomenklatur (daftar) HARMONIZED SYSTEM CODE.

Harmonized Sytem merupakan sederatan instruksi yang dimaksudkan untuk mengklasifikasikan berbagaia macam komoditi atau barang import untuk kemudian ditentukan TARIF BEA MASUK -nya. Pengklasifikasian ini didasarkan pada ketentuan pemerintah mengenai Kalifikasi barang import (Tata Niaga Komoditi Impor) sebagai berikut :

a) Barang yang bebas di import
b) Barang Yang diatur
c) Barang yang diawasi
d) Barang yang dibatasie) Barang yang dilarang.

Jika kita perhatikan, nomenklatur HARMONIZED SYSTEM, kita akan menemukan 10 "header Coulmn" yang terdiri dari :

Nomor Urut
Kode HS
Uraian Barang
Descprition (Sama mirip Uraian Barang, hanya saja dalam bahasa Inggris)
MFN
CEFT
PPn
PPnBM-20
Lartas
Keterangan
Jika kita perhatikan kolom-kolom itu, kita bisa lihat angka yang ada di kolom MFN, CEFT, PPn dan PPnBM-20 berbeda-beda, antara 5 - 75. Angka - angka itu yaitu tarif dalam (%) yang akan dikenakan terhadap import jenis barang yang ada di kolom Uraian Barang, sedangkan Kode Harmonized System (HS) -nya berada pada kolom "Kode HS".

Adapun Dasar Hukum dari isi dalam masing-masing Kolom tersebut sebagai berikut :

HS : Kepmenkeu No. 545/KMK.01/2003 tgl. 18 Desember 2003
CEPT : Kepmenkeu No. 546/KMK.01/2003 tgl. 18 Desember 2003
MFN : Kepmenkeu No. 547/KMK.01/2003 tgl. 18 Desember 2003
PPnBM : Peraturan Menkeu No.620/PMK.03/2004 tgl. 31 Desember 2004
PPn :
Peraturan Menkeu No. 139 & 140 /PMK.010/2005 tgl. 30 Desember 2005
Peraturan Menkeu No. 133/PMK.010/2005 tgl. 23 Desember 200


Interpretasi HARMONIZED SYSTEM CODE [-HS-]

Klasifikasi barang dalam Nomenklatur HARMONIZED SYSTEM CODE dilakukan berdasarkan ketentuan berikut ini:
[-1-]

Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk mempermudah rujukan saja; untuk tujuan hukum, pembagian terstruktur mengenai harus ditentukan berdasarkan uraian yang terdapat dalam pos dan banyak sekali Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak memilih lain:


[-2-]

a). Setiap rujukan untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap mencakup juga rujukan untuk barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung, asalkan pada ketika diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung tersebut mempunyai abjad utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau rampung. Referensi ini harus dianggap juga mencakup rujukan untuk barang tersebut dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini sanggup digolongkan sebagai lengkap atau rampung), yang diajukan dalam keadaan belum dirakit atau terbongkar.

b). Setiap rujukan untuk suatu materi atau zat dalam pos, harus dianggap juga mencakup rujukan untuk adonan atau kombinasi dari materi atau zat itu dengan materi atau zat lain. Setiap rujukan untuk barang dari materi atau zat tertentu harus dianggap juga mencakup rujukan untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari materi atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu jenis materi atau zat harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.


[-3-]

Apabila dalam menerapkan ketentuan 2 (b) atau untuk banyak sekali alasan lain, barang yang dengan pertimbangan awal sanggup diklasifikasikan dalam dua pos atau lebih, maka klasifikasinya harus diberlakukan sebagai berikut:

a). Pos yang menawarkan uraian paling spesifik, harus lebih diutamakan dari pos yang menawarkan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada pecahan dari materi atau zat yang terkandung dalam barang adonan atau barang komposisi atau hanya merujuk kepada pecahan dari barang dalam set yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos tersebut menawarkan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

b). Barang adonan dan barang komposisi yang terdiri dari materi yang berbeda atau dibentuk dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan dalam set untuk penjualan eceran yang tidak sanggup diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan rujukan 3(a), harus diklasifikasikan berdasarkan materi atau komponen yang menawarkan abjad utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini sanggup diterapkan.

[-4-]

Apabila barang tidak sanggup diklasifikasikan berdasarkan rujukan 3 (a) atau 3 (b), maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir berdasarkan urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai pertimbangan yang setara.

[-5-]

Barang yang tidak sanggup diklasifikasikan berdasarkan ketentuan di atas, harus diklasifikasikan dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling menyerupai. Sebagai pemanis aturan di atas, ketentuan berikut ini harus diberlakukan terhadap barang tersebut di bawah ini:


a). Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar, kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentu secara khusus atau pas untuk menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka panjang dan diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan berdasarkan barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang tersebut. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang menawarkan seluruh abjad utamanya;

b). Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, materi pembungkus dan kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus diklasifikasikan berdasarkan barangnya, apabila materi atau kemasan pembungkus tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian, ketentuan ini tidak mengikat apabila materi atau kemasan pembungkus tersebut secara kasatmata cocok untuk digunakan berulang-ulang.

[-6-]

Untuk tujuan aturan pembagian terstruktur mengenai barang dalam subpos dari suatu pos haarus ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos bersangkutan, serta ketentuan di atas dengan adaptasi seperlunya, dengan pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang sanggup diperbandingkan. Kecuali apabila konteksnya memilih lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan juga catatan Bagian dan catatan Bab.


Dalam Nomenklatur ini, istilah "dikemas untuk penjualan eceran" berarti bahwa barang tersebut disiapkan untuk dijual dalam kemasan seberat 1.200 gram atau kurang; dan istilah "bentuk tablet" berarti bahwa barang tersebut dibentuk dalam bentuk tablet, pil, cakram, stik, batang, bola atau bentuk lainnya yang beratnya (atau kalau barang itu terdiri dari beberapa pecahan yang lebih kecil, berat masing-masing bagiannya) tidak lebih dari 200 gram, sepanjang hal ini tidak diatur tersendiri. Dalam Nomenklatur ini, istilah "kemasan" harus diartikan banyak sekali kemasan dari kayu, logam, kaca, kertas karton, plastik, atau materi lain yang pribadi bersentukan dengan barangnya.

Istilah "CKD" berarti dalam keadaan terbongkar sama sekali sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang telah disampaikan dan diterima oleh Menteri Keuangan.
Apabila terdapat keragu-raguan dalam menginterpretasikan teks yang ada dalam nomenklatur ini, maka sepanjang berkaitan dengan teks pada:

Ketentuan Umum untuk Menginterpretasikan Harmonized System butir 1 hingga dengan 6; Catatan Bagian, Catatan Bab atau Catatan Subpos; Uraian barang pada pos 4 digit; Uraian barang pada subpos 6 digit; Uraian barang pada subpos 8 digit; Uraian barang pada subpos 10 digit yang dua digit terakhirnya yaitu "00" (misalnya: 7608.10.00.00), yang mengikat yaitu teks dalam bahasa Inggris sebagaimana teks orisinil HS atau AHTN. Dalam hal berkaitan dengan teks uraian barang pada Bab 98 khususnya dan subpos nasional 10 digit, maka yang mengikat yaitu teks dalam bahasa Indonesia.

NOMENKLATUR HS CODE - FREE DOWNLOAD (Update : 06/01/2008)

Sudah bolak-balik mencari nomenklatur digital file ?. tidak ketemu ?.

Finally, Nomenklatur HS code bisa pribadi didownload di sini.....

Untuk penggunaan yang bertanggung jawab, saya rasa tidak hiperbola kalau saya meminta untuk mensubscribe email address anda sebelum mendownload-nya, semata-mata semoga saya tahu, siapa saja yang telah mendownload.

Jika ingin mendownload sekarang, silahkan masukkan e-mail address anda pada kolom subscribe yang telah disediakan dibawah ini, verifikasi subscription anda pada inbox email anda. Silahkan subscribe :

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner


Sudah selesai proses subscription? sudah verifikasi pada inbox e-mail anda ?. Sekarang silahkan download :

Update : 01/08/2008

Untuk menghindari page load yang terlalu berat di blog ini, link down load telah dipindahkan ke DOWN LOAD CENTER. Jangan khawatir, anda tidak kemana-mana, download center ini yaitu blog saya yang lain yang saya khusus didedikasikan untuk menampung various business form and template, termasuk pola laporan accounting, finance & taxation.

Jika mau download silahkan ke DOWNLOAD CENTER SEKARANG :[-GO-]


Ringkasan Bab-bab dalam HARMONIZED SYSTEM


Searching jenis komoditi tertentu yang sangat specific di dalam nomenklatur HARMONIZED SYSTEM CODE biasanya amat sangat time consuming. Dengan ringkasan bab-bab ini, mudah-mudahan anda bisa jump ke salah satu pecahan yang paling mendekati jenis barang yang anda cari.
Berikut yaitu ringkasan bab-babnya. Memang sangat panjang. Tapi Saya tidak mau setengah-setengah, semoga ini tidak spammy, sebaliknya justru malah bisa mempunyai kegunaan bagi anda.


BAB 1 :BINATANG HIDUP
BAB 2 :DAGING DAN SISANYA YANG DAPAT DIMAKAN
BAB 3 :IKAN DAN UDANG-UDANGAN, BINATANG LUNAK YANG TIDAK BERTULANG BELAKANG
BAB 4 :PRODUK PABRIK SUSU; TELUR UNGGAS; MADU ALAM;PRODUK HEWANI YANG DAPAT DIMAKAN, TIDAK DIRINCI ATAU TER
BAB 5 :PRODUK HEWANI, TIDAK DIRINCI ATAU TERMASUK DALAM POS LAINNYA
BAB 10 :GANDUM-GANDUMAN
BAB11 :PRODUK INDUSTRI PENGGILINGAN; MALTI; PATI; INULIN; GLUTEN GANDUM BAB12:BIJI MENGANDUNG MINYAK DAN BUAH MENGANDUNG MINYAK; BERMACAM-MACAM BUTIR, BIJI DAN BUAH; TANAMAN INDUSTRI ATAU TANAMAN
OBAT; JERAMI DAN MAKANAN TERNAK
BAB 13:LAK; GETAH, DAMAR DAN AIR SERTA EKSTRAK NABATI LAINNYA
BAB 14:BAHAN NABATI UNTUK ANYAM-ANYAMAN; PRODUK NABATI TIDAK DIRINCI ATAU TERMASUK POS LAINNYA
BAB 15:MINYAK DAN LEMAK HEWANI ATAU NABATI DAN PRODUK DISOSIASINYA; LEMAK OLAHAN YANG DAPAT DIMAKAN; MALAM HEWANI ATAU MALAM
NABATI
BAB 16:OLAHAN DARI DAGING, DARI IKAN ATAU DARI UDANG-UDANGAN, BINATANG LUNAK ATAU DARI BINATANG AIR YANG TIDAK BERTULANG
BELAKANG LAINNYA
BAB 17:GULA DAN KEMBANG GULA
BAB 18:KAKAO DAN OLAHAN KAKAO
BAB 19:OLAHAN DARI GANDUM-GANDUMAN, TEPUNG, PATI ATAU SUSU; PRODUK INDUSTRI KUE
BAB 20:OLAHAN DARI SAYURAN, BUAH, KACANG ATAU BAGIAN LAIN DARI TANAMAN BAB 21:BERMACAM-MACAM OLAHAN YANG DAPAT DIMAKAN
BAB 22:MINUMAN, MINUMAN KERAS DAN CUKA
BAB 23:AMPAS DAN SISA DARI INDUSTRI MAKANAN; OLAHAN MAKANAN HEWAN
BAB 24:TEMBAKAU DAN TEMBAKAU PENGGANTI BUATAN
BAB 25:GARAM; BELERANG; TANAH DAN BATU; BAHAN PLESTER, KAPUR DAN SEMEN BAB 26:BIJIH LOGAM, TERAK DAN ABU
BAB 27:BAHAN BAKAR MINERAL, MINYAK MINERAL DAN PRODUK SULINGANNYA; BAHAN MENGANDUNG BITUMEN; MALAM MINERAL
BAB 28:BAHAN KIMIA ANORGANIK; SENYAWA ORGANIK ATAU ANORGANIK DARI LOGAM MULIA, DARI LOGAM TANAH LANGKA, DARI UNSUR
RADIO-AKTIF DAN DARI ISOTOP
BAB 29:BAHAN KIMIA ORGANIK
BAB 30:PRODUK FARMASI
BAB 31:PUPUK
BAB32:EKSTRAK BAHAN SAMAK ATAU BAHAN CELUP; BAHAN SAMAK DAN TURUNANNYA; BAHAN CELUP, PIGMEN DAN BAHAN PEWARNA LAINNYA; CAT
DAN PERNIS; DEMPUL DAN DAMAR LAINNYA; TINTA
BAB 33:MINYAK ATSIRI DAN RESINOIDA; WANGI-WANGIAN, KOSMETIKA ATAU PREPARAT PEWANGI
BAB 34:SABUN, BAHAN ORGANIK PENGGIAT PERMUKAAN, PREPARAT PENCUCI, PRPEPARAT PELUMAS, MALAM TIRUAN, MALAM OLAHAN, PREPARAT
PEMOLES ATAU PENGGOSOK, LILIN DAN BARANG SEMACAM ITU, PASTA UNTUK PEMBUAT MODEL, MALAM UNTUK MENCETAK GIGI DAN PREPARAT UNTUK
GIGI DENGAN
BAB 35:ZAT ALBUMINA; MODIFIKASI PATI; PEREKAT; ENZIM
BAB 36:BAHAN PELEDAK; PRODUK PIROTEKNIK; KOREK API; PADUAN PIROFORIK; PREPARAT TERTENTU YANG MUDAH TERBAKAR
BAB 37:BARANG FOTOGRAFI ATAU SINEMATOGRAFI
BAB 38:ANEKA PRODUK KIMIA BAB 39:PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK
BAB 40:KARET DAN BARANG TERBUAT DARI KARET
BAB 41:JANGAT DAN KULIT MENTAH (LAIN DARI KULIT BERBULU) DAN KULIT SAMAK
BAB 42:BARANG DARI KULIT SAMAK; PELANA TERMASUK PERLENGKAPANNYA DAN PAKAIAN KUDA; BARANG UNTUK BEPERGIAN, TAS TANGAN DAN WADAH YANG SEMACAM ITU; BARANG DARI USUS HEWAN (SELAIN USUS ULAT SUTERA)
BAB 43:KULIT BERBULU DAN KULIT BERBULU TIRUAN; BARANGNYA
BAB 44:KAYU DAN BARANG DARI KAYU; BARANG KAYU
BAB 45:GABUS DAN BARANG DARI GABUS
BAB 46:BARANG DARI JERAMI, DARI RUMPUT ESPARTO ATAU DARI BAHAN ANYAMAN LAINNYA; KERANJANG DAN BARANG ANYAMAN
BAB 47:PULP DARI KAYU ATAU DARI BAHAN SELULOSA BERSERAT LAINNYA; KERTAS ATAU KERTAS KARTON (BEKAS DAN SISA) YANG DIPEROLEH
KEMBALI
BAB 48:KERTAS DAN KERTAS KARTON; BARANG DARI PULP KERTAS, DARI KERTAS ATAU DARI KERTAS KARTON
BAB 49:BUKU CETAKAN, SURAT KABAR, GAMBAR DAN PRODUK LAINNYA DARI INDUSTRI PERCETAKAN; NASKAH TULISAN TANGAN, NASKAH KETIKAN
DAN RENCANA
BAB 50:S U T E R A
BAB 51:WOL, BULU HEWAN HALUS ATAU KASAR; BENANG BULU KUDA DAN KAIN TENUNAN
BAB 52:K A P A S
BAB 53:SERAT TEKSTIL DARI NABATI LAINNYA; BENANG KERTAS DAN TENUNAN DARI BENANG KERTAS
BAB 54:FILAMEN BUATAN
BAB 55:SERAT STAPEL BUATAN
BAB 56:GUMPALAN, KAIN KEMPA DAN BUKAN TENUNAN; BENANG KHUSUS; BENANG PINTAL, TALI, TAMBANG DAN KABEL DAN BARANG-BARANGNYA
BAB 57:PERMADANI DAN TEKSTIL PENUTUP LANTAI LAINNYA
BAB 58:KAIN TENUNAN KHUSUS; KAIN TEKSTIL BERJUMBAI; RENDA; PERMADANI; HIASAN; SULAMAN
BAB 59:KAIN TEKSTIL DIRESAPI, DILAPISI, DITUTUPI ATAU DIBUAT BERLAPIS-LAPIS; BARANG TEKSTIL DARI JENIS YANG COCOK UNTUK
DIGUNAKANDALAM INDUSTRI
BAB 6 :POHON HIDUP DAN TANAMAN LAINNYA; UMBI, AKAR DAN YANG SEMACAM ITU; BUNGA POTONG DAN DAUN UNTUK HIASAN
BAB 60:KAIN RAJUTAN ATAU KAIN KAITAN
BAB 61:BARANG DAN PERLENGKAPAN PAKAIAN, RAJUTAN ATAU KAITAN
BAB 62:BARANG DAN PERLENGKAPAN PAKAIAN, TIDAK DIRAJUT ATAU DIKAIT
BAB 63:BARANG TEKSTIL SUDAH JADI LAINNYA; SETELAN; PAKAIAN BEKAS DAN BARANG TEKSTIL BEKAS; GOMBAL
BAB 64:ALAS KAKI, PELINDUNG KAKI DAN YANG SEMACAM ITU; BAGIAN DARI BARANG TERSEBUT
BAB 65:TUTUP KEPALA DAN BAGIANNYA BAB 66:PAYUNG, PAYUNG PANAS, TONGKAT JALAN, TONGKAT DUDUK, CAMBUK, PECUT DAN BAGIANNYA
BAB 67:BULU UNGGAS DAN BULU UNGGAS OLAHAN SERTA BARANG TERBUAT DARI BULU UNGGAS ATAU BULU UNGGAS OLAHANBUNGA TIRUAN; BARANG
DARI RAMBUT MANUSIA
BAB 68:BARANG DARI BATU, GIPS, SEMEN, ASBES, MIKA ATAU BAHAN SEMACAM ITU BAB 69:PRODUK KERAMIK
BAB 7 :SAYURAN, AKAR DAN BONGGOL TERTENTU YANG DAPAT DIMAKAN
BAB 70:KACA DAN BARANG DARI KACA
BAB 71:MUTIARA ALAM ATAU MUTIARA BUDIDAYA, BATU PERMATA ATAU SEMI PERMATA, LOGAM MULIA, LOGAM MULIA KERAJANG, DAN BARANGNYA;
PERHIASAN IMITASI; MATA UANG LOGAM
BAB 72:BESI DAN BAJA
BAB 73:BARANG DARI BESI ATAU BAJA
BAB 74:TEMBAGA DAN BARANG TERBUAT DARI TEMBAGA
BAB 76:ALUMINIUM DAN BARANG TERBUAT DARI ALUMINIUM
BAB 77:(DISIAPKAN UNTUK KEMUNGKINAN PENGGUNAAN DI MASA YANG AKAN DATANG DALAM HARMONIZED SYSTEM)
BAB 78:TIMAH HITAM DAN BARANG TERBUAT DARI TIMAH HITAM
BAB 79:SENG DAN BARANG TERBUAT DARI SENG
BAB 8 :BUAH DAN BUAH BERBATOK YANG DAPAT DIMAKAN;KULIT DARI BUAH JERUK ATAU MELON
BAB 80:TIMAH DAN BARANG TERBUAT DARI TIMAH
BAB 81:LOGAM TIDAK MULIA LAINNYA; SERMET; BARANGNYA
BAB 82:PERKAKAS, PERALATAN, BARANG TAJAM, SENDOK DAN GARPU, DARI LOGAM TIDAK MULIA; BAGIAN-BAGIANNYA DARI LOGAM TIDAK MULIA
BAB 83:BERMACAM-MACAM BARANG DARI LOGAM TIDAK MULIA
BAB 84:REAKTOR NUKLIR, KETEL UAP, MESIN DAN PESAWAT MEKANIK; BAGIANNYA BAB 85:MESIN DAN ALAT LISTRIK SERTA BAGIANNYA; PESAWAT PEREKAM DAN PESAWAT REPRODUKSI SUARA, PESAWAT PEREKAM ATAU REPRODUKSI
GAMBAR DAN SUARA UNTUK TELEVISI, DAN BAGIAN SERTA PERLENGKAPAN DARI BARANG YANG SEMACAM ITU
BAB 86:LOKOMOTIF KERETA API ATAU TREM, KENDARAAN YANG BERGERAK DIATAS REL DAN BAGIANNYA; ALAT PEMASANG DAN PERLENGKAPAN REL KERETA API ATAU TREM DAN BAGIANNYA; PERLENGKAPAN ISYARAT LALU-LINTAS MEKANIK DARI SEGALA JENIS (TERMASUK ELEKTRO-MEKANIK).
BAB 87:KENDARAAN SELAIN YANG BERGERAK DI ATAS REL KERETA API ATAU TREM, DAN BAGIAN SERTA PERLENGKAPANNYA
BAB 88:KAPAL UDARA, PESAWAT RUANG ANGKASA, DAN BAGIANNYA LIHAT POS TARIF
BAB 89:KAPAL, BAHTERA DAN BANGUNAN TERAPUNG
BAB 90:KOPI, TEH, MATE DAN REMPAH-REMPAH
BAB 91:LONCENG DAN ARLOJI DAN BAGIANNYA
BAB 92:INSTRUMEN MUSIK; BAGIAN DAN PERLENGKAPAN DARI BARANG SEPERTI ITU
BAB 93:SENJATA DAN AMUNISI; BAGIAN DAN KELENGKAPANNYA
BAB 94:PERABOT RUMAH; KASUR TEMPAT TIDUR, KASUR, LAPIK KASUR, BANTAL DAN PERLENGKAPANNYA; LAMPU DAN PERLENGKAPAN PENERANGAN,
TIDAK DIRINCI ATAU TERMASUK DALAM POS MANAPUN; ISYARAT ILUMINASI, PAPAN NAMA ILUMINASI DAN SEMACAM ITU; BANGUNAN PREFABRIKASI
BAB 95:MAINAN, KEPERLUAN PERMAINAN DAN KEPERLUAN OLAH RAGA; BAGIAN DAN KELENGKAPANNYA
BAB 96:BERMACAM-MACAM BARANG HASIL PABRIK
BAB 97:HASIL KARYA SENI, BARANG KEGEMARAN KAUM PENGUMPUL DAN BARANG ANTIK
Bab 98:Ketentuan Khusus
BAB 99:ALAT DAN APARAT OPTIK, FOTOGRAFI, SINEMATOGRAFI, UKUR, PENELITI, PRESISI, KEDOKTERAN DAN BEDAH ; BAGIAN DAN
PERLENGKAPANNYA

Informasi Penting Mengenai Pemeriksaan Atas Barang Import

Pemeriksaan terhadap barang impor hanya dilakukan terhadap :

1. Importasi yang beresiko tinggi;

2. Barang berbahaya bagi masyarakat, antara lain :

a. Senjata api

b. Narkotika

c. Psychotropika

d. Barang beracun dan berbahaya (B3)

e. Barang-barang larangan lainnya;

3. Impor yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.


Risk Assessment


Jenis resiko importasi yang dinilai berdasarkan :
a.Supplier di luar negeri
b.Pengangkut barang
c.Catatan pengangkut
d.Past record importir
e.Past record PPJK
f.Fasilitas yang diberikan
g.Jenis barang
h.Sifat barang
i.Harga pabean
j.Negara asal barang
k.Keaslian dokumen
l.Tingkat kebenaran isi dokumen
m.Kebenaran hasil pembongkaran.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.