Latest Post

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New

Dalam setiap operasional perusahaan, selalu kita temukan perlatan-peralatan kecil yang memang diperlukan untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Untuk perusahaan-perusahaan jenis manufaktur yang kegiatan utamanya memakai mesin, sudah barang tentu memakai peralatan-peralatan kecil sebagai penunjang kelancaran operasional perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang tidak memakai mesinpun juga memakai peralatan kecil untuk kelancaran pekerjaan kantor.

Karakteristik Peralatan Kecil
Jenis peralatan kecil banyak macam dan jenisnya, tergantung dari jenis dan bidang usahanya. Jika kita sebutkan mungkin akan menghasilkan daftar yang panjang, bahkan sangat mungkin ada jenis peralatan yang tidak kita ketahui namanya atau bahkan tidak pernah kita lihat sebelumnya.

Tetapi “Peralatan Kecil (Small Tools)”, sanggup kita kenali karakternya. Karakter small tools ini termasuk unik, yaitu :

Fungsinya : tidak sanggup menghasilkan barang/jasa secara langsung, melainkan memerlukan mesin/equipment lain, lantaran memang fungsinya hanya sebagai penunjang kelancaran operasional mesin utama.

Nilainya : tidak material

Umur Ekonomis : sering kali umur ekonomisnya lebih dari satu tahun buku

Misalnya : Tang, Kunci pas, Obeng, Stapler, Punch hole, Penggaris, Meteran (mistar), Gunting, Cutter, Helmet, Safety belt, dongkrak, dan lain-lain.

Karakter unik ini terkadang menciptakan kita ragu untuk menerapkan perlakuan akuntansinya.

Melihat nilai unit-nya yang relative tidak material, rasanya peralatan kecil pas jikalau dikelompokkan ke dalam biaya, itulah sebabnya mengapa banyak pihak (orang/perusahaan) menglompokkannya ke dalam biaya saja. Misalnya : Biaya pemeliharaan, ada juga yang mengelompokkannya ke dalam office supplies, bahkan tidak sedikit yang mencatatnya sebagai “biaya peralatan”. Apakah itu sudah sempurna ?. Akan tetapi faktor umur hemat atau time service-nya menjadi terabaikan. Small tools seringkali mempunyai umur hemat yang lebih dari satu tahun buku. Bahkan ada beberapa peralatan kecil yang jikalau disimpan dan dirawat dengan baik, umurnya sanggup bertahun-tahun. Memperlakukannya sebagai biaya terperinci tidak sesuai dengan “matching principle”.

Jika dikelompokkan ke dalam aktiva tetap (fixed asset), kemudian bagaimana cara membebankannya, mengingat nilainya yang relative kecil ?. Jika dibebankan sedikit demi sedikit dengan cara menyusutkannya, terperinci merupakan pekerjaan yang rumit. Bisa dibayangkan ratusan atau bahkan ribuan items (untuk perusahaan-perusahaan besar) harus dihitung penyusutannya satu persatu. Sungguh merepotkan bukan ?.
Peralatan Kecil  &  Perlakuan Akuntansinya

Bagaimana Mendeterminasi dan Memperlakukannya ?

Untuk menjawab abjad dilematis ini, ada 2 tahapan determinasi yang sanggup kita lakukan, yaitu :

1. Lihat dari Umur Ekonomisnya (The Economical Life Time)

Pertama-tama, pertimbangkanlah umur ekonomisnya, jikalau umurnya jelas-jelas kurang dari satu tahun buku, maka tidak ada keraguan lagi untuk mengelompokkan dan memperlakukannya sebagai biaya (dibebankan diperiode yang sama). Jika mempunyai umur hemat lebih dari satu tahun buku, maka alat ini berpotensi untuk di kelompokkan ke dalam asset (Tools & Equipment), akan tetapi masih perlu pertimbangan yang kedua.

2. Lihat dari Nilai Gabungannya (The Bulk Value)

Pertimbangan kedua, jikalau alat tersebut digabungkan dengan alat lain (yang umurnya lebih dari satu tahun buku juga) nilai gabungannya menjadi material, maka tidak diragukan lagi alat tersebut sanggup kita kelompokkan ke dalam Asset (Peralatan & Perlengkapannya/Tools & Equipment). Untuk perusahaan yang beru beroperasi, mungkin memang belum ada banyak peralatan, maka yang dijadikan pertimbangan ialah potensi penggunaan peralatan di masa yang akan datang, lantaran sangat mungkin dikala ini peralatannya masih sedikit, sehingga jikalau digabungkanpun nilainya tidak akan material, akan tetapi di masa yang akan tiba alat-alat kecil tersebut akan signifikan nilai gabungannya.

Membebankan Peralatan Gabungan (Bulk Tools)
Seperti telah disampaikan di atas bahwa; membebankan peralatan kecil secara adonan dengan cara menyusutkannya satu persatu memakai metode penyusutan garis lurus maupun saldo menurun, tidaklah efektif.

Pembebanan peralatan adonan dilakukan menjelang penutupan buku, dengan cara melaksanakan penghitungan fisik (Physical count) atas peralatan adonan tersebut.

Total pembelian peralatan tersebut merupakan saldo awal, sedangkan hasil penghitungan fisik merupakan saldo final dari peralatan tersebut. Dengan demikian, maka peralatan yang terpakai sanggup ditentukan nilainya, ibarat pada pola tabel dibawah ini :

Dengan table di atas, maka jurnal pembebanan atas penggunaan peralatan kecil sanggup dibuat, sebagai berikut :

[-Debit-]. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500
[-Kredit-]. Akum. Penyusutan Peralatan & Perlengakapan = Rp 1,082,500


TIPE  INFORMASI  YANG  DISIMPAN  DALAM SISTEM  INFORMASI  BERBASIS  TEKNOLOGI INFORMASI

Dokumen merupakan catatan-catatan atas transaksi atau data perusahaan lainnya. Beberapa dokumen yang disajikan dalam bentuk cek dan infois merupakan data yang berafiliasi dengan pihak eksternal. Sedangkan dokumen dalam bentuk laporan penerimaan dan pembelian digunakan secara internal. Dokumen dapat dicetak atau dapat disimpan secara elektronik didalam sebuah computer. Hal ini telah menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dan berita yang lebih akurat.

Laporan digunakan oleh para karyawan untuk mengendalikan kegiatan operasional dan oleh para manajer utnuk membuat keputusan serta untuk merumuskan strategis bisnis. Pengguna eksternal membutuhkan laporan utnuk mengevaluasi provitabilitas, perusahaan menilai kelayakan kredit, atau memenuhi ketentuan perundang-undangan. Beberapa bentuk laporan menyerupai laporan keuangan dan analisis penjualan, dihasilkan dalam basis regular. Sedangkan laporan dalam bentuk lainnya dihasilkan dalam basis ekspektasi untuk menyita perhatian terkait dengan kondisi perusahaan yang tidak biasa. Kebutuhan untuk laporan harus periodik, alasannya ialah mereka sering disiapkan lama setelah mereka dibutuhkan, membuang-buang waktu, uang, dan sumber daya.

Database query digunakan untuk menyajikan berita yang diharapkan terkait dengan masalah-masalah dan pertanyaan yang harus ditemukan solusinya atau diambil tindakan secepatnya. Seorang pengguna Pusat seruan untuk bab tertentu dari informasi, itu akan diambil, ditampilkan, atau dianalisis menyerupai yang diminta. Pertanyaan berulang sering dikembangkan oleh seorang andal sistem informasi. Pertanyaan satu-waktu sering dikembangkan oleh pengguna. Beberapa perusahaan, menyerupai Walmart, memungkinkan pemasok untuk mengakses database mereka untuk membantu mereka lebih melayani kebutuhan Walmart. Pemasok dapat mengukur seberapa baik suatu produk jual di setiap toko Walmart di dunia dan memaksimalkan penjualan dengan stocking dan mempromosikan barang-barang yang laris manis.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya, lain kepala dan back ground lain pula pemikirannya. Termasuk dalam menyikapi pengaruh fluktuasi nilai tukar mata uang. Apakah perlu dilaporkan atau tidak?. Bagaimana seorang Finance Director dan seorang Controller menyikapi hal ini?

 lain kepala dan back ground lain pula pemikirannya Fluktuasi Nilai Tukar Uang | 2 Sudut Pandang BerbedaSebuah perusahaan multi nasional sebut saja “AFT Inc” melaksanakan ekspansi usaha hingga ke Malaysia, yaitu dengan mendirikan anak perusahaan kecil di sana. Saat ini 1 Ringgit Malaysia (RM) = Rp 2,906,- Sedangkan ketika anak perusahaan di Malaysia di dirikan (Tahun 2006) 1 Ringgit Malaysia sama dengan Rp 2,500,- ketika AFT Inc mengeluarkan Rp 1,500,000,000 untuk investasi awal (yang kalau di konversikan sama dengan RM 600,000). Sepertiga-nya (Rp 500,000,000) dipergunakan untuk membeli tanah dan bangunan disana, sepertiga yang lainnya lagi dipergunakan untuk membeli persediaan barang, sedangkan sepertiga yang terakhir dipergunakan untuk pembelian saham dan surat berharag lainnya di pasar modal malaysia sana. Belakangan ini, mata uang RM semakin menguat, dan rupiah terus-menerus terdepresiasi. Hari ini 1 RM = Rp 2906. Sehingga nilai asset termasuk tanah dan bangunan yang ketika di beli hanya Rp 500,000,000 (atau setara RM 200,000 ketika itu) kini nilainya menjadi: RM 200,000 x 2906 = Rp 581,186,000. Cukup significant perubahannya bukan?, demikian juga 2/3 lainnya.

Bagaimana AFT Inc’s Top Finance Officer menyikapi fenomena ini? Berikut ialah obrolan (lebih sempurna disebut sebagai perdebatan) antara Finance Director dengan Controller AFT Inc:


Controller: Tidak ada yang berubah. Cost kita tetap Rp 500,000,000 untuk masing-masing item investasi, dengan kata lain total cost kita tetap Rp 1,5 millyard. Itulah yang sudah kita keluarkan. Accounting menggunakan “historical cost”. Makara tidak ada yang perlu kita lakukan atas perubahan nilai tukar tersebut.

Finance Director: Ya, tetapi rate yang dipergunakan dahulu (1 RM= Rp 2500) sudah tidak ada artinya lagi. Apakah kita akan mampu menutup mata atas perubahan nilai yang terjadi ketika ini? Cost kita tetap Rp 1.5 millyard, anda benar. Tetapi bagaimanapun juga sekarang 1 RM = Rp 2,906,- jadi nilai yang akan kita laporkan seharusnya berubah juga.

Controller: Perubahan atas “nilai tukar mata uang (foreign exchange rate)” hanya akan mensugesti kita, HANYA apabila kita menarik dana kita dari Malaysia. Dan kita tidak ada rencana untuk menariknya untuk beberapa tahun ke depan ini bukan?. Nilai tukar mungkin akan mengalami perubahan puluhan bahkan ratusan kali sebelum dana kita tarik dari Malaysia. Kita harus tetap berpegang pada historical cost Rp 1.5 millyard tersebut. Itulah kenyataan cost kita. Sederhana bukan?

Finance Director: Maksud anda, untuk 20 tahun ke depan kita akan mentranslasi laporan keuangan kita untuk pihak eksternal menggunakan nilai tukar yang sudah tidak berlaku lag selama bertahun-tahun? Itu tidak masuk nalar !!! Saya benar-benar mengalami duduk perkara menggunakan nilai tukar mata uang kuno menyerupai itu untuk tujuan investasi dan persediaan (catatan: ingat awalnya investasi 1.5 millyard dibagi tiga, 2/3-nya dipergunakan untuk investasi dan persediaan). Dan anda tahu ketika barang persediaan disana terjual itu akan eksklusif di konversikan ke dalam uang tunai yang nialinya jelas-jelas sudah tidak ada hubungannya dengan nilai tukar aslinya waktu investasi dilakukan, melainkan nilai tukar yang sekarang.

Controller: Wah, pak diretur, maaf. Kalau begitu anda salah memahami pengaruh fluktuasi nilai tukar mata uang. Ayolah pak, perubahan itu tidak akan berpengaruh, 1 RM tetap 1 RM bukan?. Baru akan kuat secara real apabila terjadi pertukaran yang real. Apabila telah terjadi realisasi pertukaran yang sungguh-sungguh (misal: barang persediaan dijual ke Indonesia, atau ada asset/dana yang dipindahkan dari Malaysia ke Indonesia) disana kita akan akui adanya perubahan nilai, dan apabila ada selisih akan kita akui sebagai selisih keuntungan atau kerugian kurs.

Finance Director: Saya masih berpikir, bahwa tidak ada gunanya kita membuat laporan keuangan yang nyata-nyata menggunakan alat ukur nilai tukar yang sudah tidak berlaku lagi. Saya tidak peduli kapan realisasi pertukaran akan terjadi.

Controller: Anda harus berpegang pada historical cost, percayalah. Nilai tukar hari ini sama sekali tidak penting KECUALI kita benar-benar menukarkan RM dengan Rupiah!

Pada perusahaan manufaktur atau industri, penggunaan materi baku dan materi penolong sudah niscaya ada. Sebagian besar sumberdaya perusahaan teralokasi di kelompok ini. Transaksi didominasi oleh post “Bahan Baku (Raw Material)” dan “Bahan Penolong (Component)”.

Bagi yang gres saja memasuki akuntansi untuk manufaktur, memilih suatu pengeluaran dikelompokkan ke post BAHAN BAKU atau BAHAN PENOLONG, mungkin menjadi kesulitan tersendiri. Masalh serupa bahkan mungkin juga dialami oleh mereka yang sudah mempunyai pengalaman di manufaktur tetapi gres saja memasuki sebuah perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk berbeda dari perusahaan sebelumnya.

Untuk jenis industri perakitan, memilih post materi baku atau materi penolong bukanlah suatu masalah.. Karena diantara kedua jenis post tersebut dapat dibedakan dengan mudah. Hal yang sama juga mungkin dialami oleh industri-industri yang memproduksi barang yang terbuat dari materi baku tunggal. Misalnya : Pabrik tepung, pabrik semen, dll.

Unlike perusahaan-perusahaan yang menciptakan produk yang item variance-nya banyak, dan memakai materi baku & materi penolong yang banyak macamnya pula. Menentukan suatu pengeluaran ke post Bahan Baku atau Bahan Penolong menjadi kesulitan tersendiri.

Contoh Kasus 1 :

Perusahaan Garment-A memproduksi pakian rajut (knitted garment), untuk berproduksi perusahaan membeli bahan-bahan sebagai berikut : kain, benang, kain keras, kain interlining, kancing, zipper (retsleting?), beads, sequin, polybag (kantong plastic), hang tag, label.

Masalah :
Diantara bahan-bahan yang dibeli tersebut, manakah yang tergolong “Bahan Baku” dan mana yang tergolong “Bahan Penolong” ?.

Contoh Kasus 2 :
Perusahaan Garment-B memproduksi ladies’s gawn, membeli bahan-bahan sebagai berikut : kain, benang jahit, kain keras, kain interlining, kancing, zipper (retsleting?), beads, sequin, polybag (kantong plastic), hang tag, label.

Masalah :
Sama menyerupai pada teladan kasus pertama di atas.

Contoh Kasus 3 :
Perusahaan Garment-C memproduksi accessories dan sandal, membeli bahan-bahan sebagai berikut : kain, benang jahit, kain keras, kain interlining, kancing, zipper (retsleting?), beads, sequin, polybag (kantong plastic), hang tag, label.

Masalah :
Sama menyerupai pada teladan kasus pertama & kedua di atas.

Untuk memilih apakah tergolong ke dalam materi baku atau materi penolong, apakah dilihat dari porsi penggunaannya ?. atau dari nilai-nya (material/immaterial) ?


Determinasi Bahan Baku (Raw Material) atau Bahan Penolong (Component)

Untuk mendeterminasi, apakah suatu materi tergolong materi baku atau materi penolong, hendaknya dilihat dari kedudukan fungsi (peranan) dari masing-masing materi tersebut di dalam proses produksi.

Kriteria Bahan Baku :
(-) Dilihat dari fungsinya : kalau tanpa materi ini, barang tidak akan jadi atau tidak akan berfungsi samasekali.
(-) Dilihat dari porsi penggunaannya : Porsi penggunaan materi ini dominant dibandingkan materi yang lain.

Kriteria Bahan Penolong :
(-) Dilihat dari fungsinya : tanpa materi ini, produk akan tetap dapat diselesaikan, hanya saja karenanya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan, atau fungsinya tidak sempurna.
(-) Dilihat dari porsi penggunaannya : materi ini hanyalah porsi kecil dari keseluruhan materi yang dipakai.


Penjelasan Contoh kasus :

Bagi Garment-A (memproduksi pakaian rajut), tanpa benang, pakian rajut tidak akan jadi, dan benang menduduki porsi terbesar dalam penggunaannya. Maka benang tergolong materi baku. Tanpa kain, barang masih dapat diselesaikan, kain hanya dibutuhkan untukmembuat aplikasi-aplikasi kecil (hiasan) yang akan menghiasi pakian rajut yang akan dihasilkan. Maka bagi Garment-A, kain dikelompokkan ke dalam materi penolong, sequin, dan beads pun digolongkan ke dalam materi penolong, lantaran tanpa sequin atau beads, pakian rajut masih tetap dapat menjadi pakian.

Bagi Garment-B, benang bukanlah materi utama, diperguanakan hanya dalam porsi yang sedikit dibandingkan kain. Tanpa kain, gawn tidak akan jadi. Maka bagi garment-B, Kain dikelompokkan ke dalam Bahan Baku, sedangkan benang, sequin maupun beads hanya merupakan materi penolong.

Bagi Garment-C, benang maupun kain hanya menduduki porsi terkecil dari keseluruhan materi yang dipakai, maka benang maupun kain dikelompokkan ke dalam materi penolong. Tanpa sequin dan beads, accessories maupun sandal yang akan dibentuk tidak akan jadi, oleh alasannya yakni itu, bagi Garment-C, sequin dan beads merupakan materi baku.

Dengan determinasi dan teladan kasus diatas, saya yakin anda tidak akan kesulitan lagi untuk memilih jenis materi mana saja yang hendaknya digolongkan ke dalam Bahan Baku, dan materi yang mana yang seharusnya digolongkan ke dalam kelompok materi penolong. Apapun jenis industri-nya, apapun jenis materi baku yang dipakai, apapun produk yang akan dihasilkan.


PERKEMBANGAN  TEKNOLOGI  INFORMASI  DAN KEUNTUNGAN  PENGGUNAAN  TEKNOLOGI INFORMASI

Perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) sistem mengatasi problem ini alasannya yaitu mereka mengintegrasikan semua aspek operasi perusahaan dengan SIA tradisional. Sebagian besar organisasi seukuran menengah besar dan banyak menggunakan sistem ERP untuk mengkoordinasikan dan mengelola data mereka, proses bisnis, dan sumber daya. Sistem ERP mengumpulkan, proses, dan menyimpan data dan menunjukkan manajer isu dan pihak eksternal perlu menilai perusahaan.

Sistem ERP yang modular, dengan masing-masing modul menggunakan praktik bisnis terbaik untuk mengotomatisasi proses bisnis standar. Desain modular ini memungkinkan bisnis untuk menambah atau menghapus modul yang deeded. Khas modul ERP meliputi :
·                Keuangan (general ledger dan sistem pelaporan) buku besar, piutang, hutang, anggaran tetap, administrasi kas, dan penyusunan laporan manajerial dan laporan keuangan. sumber daya insan dan penggajian - sumber daya manusia, penggajian, kesejahteraan karyawan, pelatihan, waktu dan kehadiran, tunjangan, dan pelaporan pemerintah.
·                Entry order untuk kas (siklus pendapatan) penjualan, pengiriman, persediaan, penerimaan kas, perhitungan komisi.
·                Purchase to pay (siklus pencairan) pembelian, penerimaan dan pemeriksaan persediaan, persediaan dan administrasi gudang, dan pengeluaran kas.
·                Manufaktur (siklus produksi) rekayasa, penjadwalan produksi, bill of material, barang dalam proses, administrasi alur kerja, kontrol kualitas, administrasi biaya, dan proses manufaktur dan proyek.
·                Manajemen proyek - biaya, penagihan, waktu dan biaya, unit kinerja, administrasi kegiatan.
·                Manajemen korelasi pelanggan - penjualan dan pemasaran, komisi, layanan, kontak pelanggan, dan perlindungan call center.
·                Alat sistem untuk menetapkan file data induk, menentukan arus informasi, kontrol akses, dan sebagainya.

Karena sistem ERP yang kompleks dan mahal, memilih salah satu bukanlah peran yang mudah. Dalam melakukannya, Anda harus berhati-hati untuk memastikan bahwa sistem ERP memiliki modul untuk setiap proses perusahaan penting dan bahwa Anda tidak membayar untuk modul software yang tidak perlu. Salah satu cara untuk memilih sistem yang cocok yaitu untuk memilih paket yang dirancang untuk industri Anda. Meskipun biaya merupakan problem besar, membeli terlalu murah dapat biaya lebih banyak dalam jangka panjang jikalau sistem tidak memenuhi kebutuhan Anda, alasannya yaitu biaya modifikasi mampu sangat tinggi. Anda dapat meminimalkan risiko membeli paket yang salah dengan meneliti vendor ERP yang terbaik.

Karena terlalu sulit bagi perusahaan harus menerapkan software ERP sendiri, mereka sering menyewa penjual ERP atau perusahaan konsultan untuk melakukannya untuk mereka. Perusahaan-perusahaan ini biasanya menyediakan tiga jenis layanan, konsultasi, kustomisasi, dan dukungan. Bagi kebanyakan pertengahan perusahaan berukuran, biaya pelaksanaan berkisar dari harga daftar lisensi pengguna untuk dua kali jumlah itu. Perusahaan-perusahaan besar dengan beberapa situs sering menghabiskan tiga hingga lima kali biaya lisensi pengguna. Karena banyak proses secara otomatis memicu tindakan perhiasan dalam modul lain, konfigurasi yang benar sangat penting. Hal ini membutuhkan pemahaman yang baik dari semua proses bisnis utama dan interaksi mereka sehingga mereka dapat didefinisikan. Contohnya termasuk mendirikan sentra biaya / keuntungan, kebijakan persetujuan kredit, dan aturan persetujuan pembelian. Dalam proses konfigurasi, perusahaan menyeimbangkan cara mereka ingin sistem untuk beroperasi dengan cara memungkinkan mereka beroperasi. Jika cara modul ERP beroperasi tidak dapat diterima, perusahaan dapat memodifikasi modul. Atau, dapat menggunakan sistem yang ada dan membangun antarmuka antara itu dan sistem ERP. Kedua pilihan yang memakan waktu, mahal, dan menghasilkan lebih sedikit manfaat integrasi sistem.

Pentingnya pengendalian intern yang baik ERP tidak dapat dilebih-lebihkan. Sifat terpadu sistem ERP berarti bahwa jikalau setiap item data divalidasi dan diperiksa untuk akurasi pada ketika awal masuk, kesalahan otomatis akan berbagi seluruh sistem. Dengan demikian, kontrol entri data dan kontrol saluran sangat penting. Kebanyakan manajer dan karyawan melihat dan memiliki saluran ke hanya sebagian kecil dari sistem. Ini pemisahan peran menyediakan bunyi pengendalian internal. Hal ini penting untuk memisahkan tanggung jawab penjagaan aset, otorisasi acara yang mensugesti aset tersebut, dan merekam isu perihal acara dan status aset organisasi.

Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, khususnya “Laporan Laba Rugi”, kita mengenal adanya LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL dan LAPORAN LABA RUGI FISKAL. Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal? Apa saja perbedaannya? Bagaimana caranya membuat Laporan Laba Rugi Fiskal? Bagaimana kalau tidak dibedakan? Mungkinkah kedua laporan laba rugi ini dijadikan satu? Bagaimana caranya? Akan kita bahas di artikel ini sebentar lagi.

Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang “belum sepenuhnya” memahami dan belum mampu membuat laporan laba rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini dapat menunjukkan pemahaman yang lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan menunjukkan langkah-langkah pembuatannya. Termasuk TRICK “Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal ke dalam satu lembar laporan saja”.

Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan “Congratulation!”. Sedangkan yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan “Good luck!”. Dan bagi yang masih gundah membuat SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah tidak mungkin bagi anda untuk membuat SPT PPh Badan kalau anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, sebab data source SPT PPh Badan yakni Laporan Laba Rugi Fiskal.

Kiranya saya tidak perlu lagi menunjukkan penjelasan mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku “Pengantar Akuntansi Keuangan” atau “Dasar-dasar Akuntansi Keuangan”.


Mengapa Ada Laporan Rugi Laba Komersial dan Fiskal?

Karena adanya perbedaan legalisasi atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.


Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?

Bagi perusahaan: semua pemasukan yakni pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran yakni beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan yakni faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak sebab pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran yakni faktor pengurang laba kena pajak sebab ada beberapa jenis pengeluaran yang bekerjsama bukan merupakan adegan dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.

Perbedaan lainnya yakni perebedaan yang diakibatkan sebab bedanya SAAT PENGAKUAN (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akhir perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya menyebabkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.

Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian biar JUMLAH PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHUTANG antara yang dihitung oleh perusahaan dengan menurut Ditjend Pajak mampu sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah KOREKSI FISKAL.

Ada 2 (dua) macam pembiasaan fiskal, yaitu:

Penyesuaian Fiskal Positif: yakni pembiasaan yang akan menyebabkan meningkatnya laba kena pajak yang pada risikonya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.

Penyesuaian Fiskal Negatif: yakni pembiasaan yang akan menyebabkan menurunnya laba kena pajak.

Berikut ini yakni tabel rincian jenis-jenis pembiasaan tersebut:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal

Bagaimana Cara Membuat Laporan Laba Rugi Fiskal?

Saya akan coba construct satu kasus:

Buku Besar PT. Royal Bali Cemerlang nampak ibarat dibawah:


 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan ibarat dibawah ini:

 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?

Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.

Okay, kita bandingkan dengan table rincian pembiasaan fiskal kasatmata dan negative di atas. Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:

Bunga Jasa Giro” telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai “Pendapatan dikenakan Pajak Final”, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita jadikan faktor pengurang Laba Kena Pajak.

Pengambilan Oleh Direktur” ini yakni bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh mendapatkan Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal kasatmata (faktor penambah laba kena pajak).

Makan Untuk Pegawai” ini yakni bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang oke dengan anggapan ini, sebab santunan incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan lainnya kepada pegawai yakni salah satu usaha perusahaan untuk merangsang semangat kerja pegawai, sangat mampu dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan acara perusahaan, jelas-jelas ini beban (biaya) yang mampu di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak perihal hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.

Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak mampu dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.

Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam teladan kasus ini.sehingga nanti koreksi fiskal negatifnya akan 0 (nol).

Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi ibarat dibawah ini:
 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal


Apakah kali ini sudah benar?

Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah laba setelah pajak di atas mampu kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.

Coba pikirkan baik-baik……………………………………………………………………
………………………………….. yakin?.

NO…. big no!

Bukankah di neraca nanti laba ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset (aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?

Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur, makan untuk pegawai, sumbangan) yakni besar lengan berkuasa eksklusif terhadap posisi (saldo) kas. Jika semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, laba kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah pasti NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.

Lalu, bagaimana?

Kita harus kembalikan semua koreksi tersebut.

Dikembalikan?, berarti labanya menjadi salah lagi?.

Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, setelah kita peroleh “laba fiskal setelah pajak”, gres kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.

Caranya?

Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:



 Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Bahkan kita berhasil memperoleh Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal dalam satu lembar laporan saja, anda tidak perlu lagi membuat laporan laba rugi dalam 2 (versi) :-)

Sekarang Laba setelah pajaknya sudah mampu di masukkan ke dalam neraca. Dan pasti balance. Guaranteed! :-)

Selamat mencoba!

Apa itu Free Various Business Form & Template ?

[Free Various Business Form & Template] adalah blanko-blanko (form), template, file, referensi kertas kerja, terkait dengan pekerjaan akuntansi, keuangan dan perpajakan yang sanggup di download secara gratis di blog yang dedikasikan sebagai DOWNLOAD CENTER untuk rekan-rekan pengunjung maupun pembaca ACCOUNTING, FINANCE & TAXATION. Tidak hanya itu, diantara form-form, template-template atau contoh-contoh kertas kerja yang tersedia disini, sebagian besar bertype Excel (type file yang paling nyaman untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan perhitungan-perhitungan) , beberapa sudah dilengkapi dengan formula, bahkan link antar worksheet. Tentu saja jauh dari sempurna, tidak sanggup dibandingkan dengan software, tetapi sanggup dijadikan alternate tools untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana. Saya langsung lebih nyaman menggunakan spreadsheet dibandingkan dengan software.


Mengapa Free Various Business Form dibentuk ?

Sampai dikala ini form, template, file, referensi kertas kerja, terkait dengan pekerjaan akuntansi, keuangan dan perpajakan sulit untuk dicari. Jikapun ada, type file-nya bukanlah type file yang sanggup fleksibel untuk kita modifikasi. Entah itu dalam bentuk PDF atau Word, yang bagi kita-kita di accounting, rasanya tidak nyaman untuk kita pakai dan dalam keadaan dilocked (terkunci), sehingga tidak sanggup dimodifikasi. Di download center ini sengaja dibiarkan dalam kidaan tidak locked semoga sanggup dimodifikasi sesuai keinginan. Salah satu file langka yang sudah sanggup di download di sini yaitu : NOMENKLATUR HARMONIZED SYSTEM CODE (dulu saya pernah mencarinya berkeliling dari situs ke situs tetapi tidak ketemu, hingga saya menemukannya). Merasakan betapa sulitnya mencari form, template dan referensi kertas kerja secara gratis itulah yang mendorong keinginan saya untuk menyediakannya di sini.


Jenis Form, Template & Contoh Kertas Kerja Apa Saja yang Tersedia ?

Akan ada 4 kategori, yaitu : Accounting, Keuangan, Perpajakan & Export Import. Saat ini (11 Januari 2008) memang belum banyak form & template yang tersedia. Akan tetapi secara rutin dan berkelanjutan akan terus ditambahkan, semoga lebih banyak dan lebih variatif. Goal saya yaitu : Bisa menjadi FREE DOWNLOAD CENTER TERLENGKAP untuk kategori VARIOUS BUSINESS FORM & TEMPLATE di Indonesia. Apakah itu hiperbola ?. Well, bagi mereka yang yakin, tak ada yang tidak mungkin bukan ?. Dengan menggantungkan impian setinggi langit, pencapaian setinggi gedung akan menjadi sangat mungkin, bukan ?.


Dimana Bisa didownload ?

Silahkan klick link yang berada di bawah sajian artikel di atas judul artikel ini.


Bagaimana Caranya Mendownload ?

Mudah saja :
(-) Masuk ke [-FREE DOWNLOAD CENTER-]
(-) Pilih salah satu kategori ( Accounting, Keuangan, Perpajakan, Export-Import)
(-) Lakukan Subscription dengan memasukkan e-mail anda pada kolom yang disediakan
(-) Verifikasi subcription dengan meng-klick link subscription yang dikirimkan ke email anda
(-) Download
(-) Selesai

Masuk ke FREE DOWNLOAD CENTER dari sini : [-MASUK-]





Sistem Enterprise Resource Planning (ERP)

Definisi ERP meliputi beberapa para ahli, diantaranya yaitu ;
·                Turban dan Volonino (2010) dalam bukunya menyebutkan bahwa Enterprise Resources Planning (ERP) yaitu salah satu tools yang paling sukses untuk mengatur rantai pasok khususnya pada bab internal dan merelasikan acara internal. Perangkat lunak ini mengintegrasikan rencana administrasi dan semua sumber daya yang ada didalam perusahaan. Kemudian di tahun 2011, Turban mendefinisikan ERP sebagai sebuah sistem info yang terintegrasi (Integrated Information System) yang mendukung proses-proses dan fungsi-fungsi bisnis inti dalam suatu organisasi. Proses dan fungsi bisnis yang dimaksud meliputi pemasaran  (marketing), akuntansi (accounting), keuangan (finance), keamanan info (information security), sumber daya insan (human resources), produksi (production), pembelian (purchasing), dan logistik (logistic).
·                Romney dan Steinbart (2015), sistem ERP yaitu sebuah sistem yang mengintegrasikan semua aspek kegiatan organisasi ibarat akuntansi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, manufaktur, serta administrasi inventaris kedalam satu sistem.
·                Wilkinson et.al (2000), Sistem ERP merupakan sebuah software aplikasi yang terintegrasi untuk digunakan pada banyak sekali fungsi perusahaan, ibarat akuntansi, keuangan, sumber daya insan serta produksi dan logistik.
·                ISACA (2001), ERP merupakan sistem yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi seluruh organisasi ke sistem komputer yang bertujuan untuk menyajikan kebutuhan khusus setiap orang.

Tanpa dijelaskanpun, kita sebagai orang accounting tahu persis bahwa “Harga Jual” tidak sama dengan “Harga Pokok Penjualan”. No doubt. Yang hendak dibahas dalam artikel ini yaitu “Harga Jual” yang di set (dirancang) sedemikian rupa sehingga menjadi sama dengan “Harga Pokok Penjualan”, yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan UNDER VALUE. Mengapa under value dilakukan ?, bagaimana under value dirancang ?, bagaimana kajian perpajakannya?, apakah ini legal ?.


Harga Jual

Secara sederhana harga jual yang dimaksudkan disini yaitu harga atas penyerahan produk/jasa yang dihasilkan. Atau nilai setara uang tertentu atas penyerahan suatu barang/jasa.

Struktur Harga Jual Normal

Harga Jual dari suatu produk/jasa terdiri dari :

* Cost Of Good Sold (Harga Pokok Penjualan)
Segala bentuk pengeluaran yang terkait dengan harga pokok dari barang/jasa tersebut, yang masing-masing bidang perjuangan berbeda strukturnya. Secara umum terdiri dari : Penggunaan Bahan Baku (untuk industri), Biaya Tenaga Kerja Langsung (semua bidang usaha), Overhead (Semua bidang usaha). Penggunaan Persediaan Barang Makara (untuk industri & Dagang). Masing-masing elemen Cost ini terpilah-pilah lagi menjadi elemen yang lebih kecil lagi. Disini tidak akan dibahas lebih jauh lagi mengenai pemilihan unsure-unsur yang lebih kecil lagi, alasannya yaitu artikel ini tidak dimaksudkan untuk itu. Akan kita bahas dilain kesempatan khusus mengenai Struktur Cost.

* Expenses (Biaya Operasional)
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dihubungkan dengan produk/jasa yang dihasilkan. Artinya, pengeluaran-pengeluaran ini tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah/volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : Biaya Gaji Pegawai Tetap, Biaya Telepon, Office Supplies, Biaya Sewa Gedung, Biaya Asuransi, dan lain sebagainya.

* Interest (Biaya Bunga)
Jika modal yang dipergunakana bersumber dari proteksi (bank, institusi pembiayaan lainnya), maka bunga atas proteksi tersebut diperhitungkan dalam struktur harga jual.

* Tax (Pajak)
Pajak yang diperhitungkan dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) dan PPn atas pembelian materi baku atau lainnya. Sedangkan retribusi, bea meterai, bea masuk (untuk importer), PPn atas pembelian materi baku, dan pajak-pajak lainnya sudah termasuk dalam perhitungan cost & expense. Sedangkan PPh Pasal 23, Pph Pasal 4 (2), PPh Pasal 21 yaitu withholding tax yang dalam hal ini perusahaan hanya bertindak selaku pemungut (bukan bab dari cost maupun expense dari entity).

* Profit Margin (Laba)
Setiap perjuangan tentunya dibentuk untuk menghasilkan laba, dan untuk maksud tersebut perusahaan memasukkan unsur profit margin dalam perhitungan harga jual atas produk/jasa yang akan diserahkan. Mengenai besaran profit margin yang di set tentunya tergantung dari goal yang diset.


Penjualan dan Harga Jual

Harga jual kuat eksklusif terhadap penjualan, untuk volume/jumlah penjualan yang sama, semakin tinggi harga jual makin tinggi pula penjualan yang akan dihasilkan.


Kaitan Harga Jual dengan Harga Pokok Penjualan

Dalam struktur harga normal, ibarat telah dijelaskan di depan, Harga Pokok Penjualan yaitu komponen utama dalam struktur harga suatu produk/jasa, dimana Harga Pokok Penjualan mempunyai bantuan terbesar terhadap harga jual.


Kaitan Harga Jual dengan Laba

Laba secara eksklusif dipengaruhi oleh harga jual, tepatnya struktur harga secara eksklusif kuat terhadap keuntungan yang akan dihasilkan. Jika “Profit Margin” tidak diperhitungkan dalam struktur harga, maka tidak akan ada laba. Jika dalam struktur harga profit margin dihitung hanya 10% maka keuntungan yang akan dihasilkan oleh produk/jasa tersebut tentunya juga 10%.


Bagaimana Praktek Ini Dirancang ?

Jika perusahaan menggunakan system yang sudah terintegrasi, maka hal ini sangat gampang untuk dilakukan. Apalagi system sudah dirancang sedemikian rupa.
Sederhananya dilakukan dengan cara :
(-) Mula-mula dicari consumption dari produk/jasa yang sedang dihitung harga jualnya, yang mencakup : Raw Material beserta PPn-nya, component beserta PPn-nya (jika ada), labour cost, dan serta estimate overheadnya. Maka Harga Pokok Atas produk tersebut sudah dapat diketahui.
(-) Pada dikala product development, benar-benar dibandingkan antara estimasi dengan real cost yang terjadi, kalau consumption tidak berubah, maka Harga Pokok Penjualan sudah dapat ditentukan. Jika masih berubah-ubah, berarti estimasi dan kalkulasi cost belum akurat. Disempurnakan lagi sampai kesannya benar-benar stabil.
(-) Jika sudah stabil, maka harga pokok tersebut dijadikan standard cost untuk produk tersebut, dimasukkan ke dalam system sebagai harga jual.

Setiap perubahan harga terjadi pada salah satu komponen harga, maka struktur harga direvisi, dan standard cost diupdate, maka harga jual juga ter-upadte. Demikian lah terus terjadi setiap kali ada update, sehingga posisi Harga Jual = Harga Pokok Penjualan tersebut tetap dapat dipertahankan.


Siapa dan Dimana Praktek Under Value Berpotensi Terjadi ?

Praktek ibarat ini berpotensi dilakukan oleh corpoarate abnormal yang mempunyai anak perusahaan di Indonesia (mungkin juga dinegara lain) yang merupakan subyek PPh Badan. Harga jual yang equal dengan Harga Pokok Penjualan biasanya diterapkan pada perusahaan anaknya yang berada di Indonesia. Perusahaan induk bertindak selaku pembeli.


Mengapa Under Value Dilakukan ?

Dari penjelasan-penjelasan di atas, obviously dapat kita lihat mengapa ada perusahaan yang menciptakan harga produk/jasanya sedemikian rupa sehingga menjadi sama (equal) dengan Harga Pokok Penjualannya (Under Value). Dengan under value ada dua kemungkinan benefit yang dipetik :

(-) Under value, dimaksudkan semoga si akseptor barang (perusahaan induk) dapat menekan bea masuk dan pajak import. Seperti pernah saya bahas di artikel saya yang lain. Dasar Pengenaan Bea Masuk maupun Pajak Import, yaitu Cost Insurance & Freight (CIF). Artinya nilai barang kuat eksklusif terhadap bea masuk maupun pajak import.

(-) Jelas supaya mengahsilkan “zero (0) profit”, ya, keuntungan nihil. Laba nihil tentunya akan menciptakan Pajak Penghasilan Nihil juga.

Benarkah praktek ibarat demikian, akan menciptakan perusahaan benar-benar terbebas dari kewajiban pajak ?.


Kajian Perpajakannya

Tidak ada penghasilan yang dapat benar-benar terbebas dari pajak. Dalam kasus under value, memang benar anak perusahaan di Indonesia yang bertindak selaku exporter tidak akan kena Pajak Penghasilan Badan, alasannya yaitu besarnya “Penjualan” tidak lebih besar dari “Harga Pokok Penjualannya”, sehingga labanya nihil, bahkan rugi.
Akan tetapi bagi perusahaan induknya di luar negeri, alasannya yaitu harga beli barang yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang seharusnya (under value), maka sesudah terjadi realisasi penjualan dan keuntungan rugi dihitung, Laba perusahan induk akan nampak di laporan keuangan perusahaan menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Dengan demikian, maka perusahaan induk bahwasanya akan membayar pajak penghasilan yang lebih besar dari yang seharusnya bukan ?.
Pembengkakan corporate income tax perusahaan induk ini akan mengkompensasi bebas pajaknya yang di Indonesia. Kalau dikonsolidasikan, antara laporan keuangan perusahaan induk dengan perusahaan anak, maka beban pajaknya bahwasanya sama saja, antara harga jual biasa dengan under value.

Jika tariff pajak di negara perusahaan induk memang lebih rendah dengan negara dimana anak perusahaan berada, dapat jadi akan ada benefit dari praktek under value ditinjau dari segi perpajakannya.

Gejala apakah ini ?, apakah pengusaha abnormal yang melaksanakan praktek penerapan akuntansi ibarat ini tidak mempertimbangkan hal tersebut ?. Bukankah kesannya sama saja ? apakah alasannya yaitu faktor nasionalisme ?.

Tidak juga, perusahaan membayar lebih pada pajak penghasilan di perusahaan induknya, telah terkompensasi oleh bebas pajak penghasilannya di Indonesia, PLUS bea masuk dan import tax-nya yang rendah akhir under value ini.


Kajian Legal
Apakah praktek ibarat ini dapat dibenarkan ?. Jelas tidak dapat dibenarkan. Negara tujuanpun tidak akan membenarkan praktek ibarat itu. Karena akan mengurangi bea masuk dan pajak import. Akan tetapi apabila under value dirancang demikian rupa, sehingga harga jual kelihatan masih dalam range yang wajar, maka praktek itu tidak akan gampang untuk dibuktikan oleh pemeriksa, sepanjang perusahaan tidak menyampaikan itu sebagai praktek under value.

Dalam Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2 kita sudah ber-experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales, saya pikir itu sudah menunjukkan basic knowledge yang cukup perihal bagaimana mengaplikasikan analysis tool ini ke dalam real business (read:production) practice. Sekarang di Break Even Point (BEP) Analysis – Part 3 kita akan ber-experiment mengenai bagaimana mengaplikasikan BEP analysis untuk “PRODUCT MIXED” atau di Indonesia dikenal dengan “PRODUK BAURAN”, mungkin rekan-rekan di bab marketing lebih suka menyebutnya sebagai “SALES MIXED”. Yet, saya juga akan mencoba mengaplikasikan analisis ini untuk membidik target profit tertentu.


Sebelum masuk ke pola kasus dan analysis-nya kita harus berbicara mengenai CONTRIBUTION MARGIN terlebih dahulu. Apa itu Contribution Margin? Here we go…..


Contribution Margin (CM)

Secara sederhana “Contribution Margin” ialah jumlah Rupiah (or any currencies) yang tersisa setelah “Variable Cost” terbayar. Contribution Margin ini nantinya akan dipergunakan untuk menutup “Fixed Cost”. Jika Contribution Margin sama dengan besarnya Fixed Cost, maka kondisi Break Even sudah tercapai, dan untuk setiap selisih lebihnya ialah “Profit”.

Rekan-rekan di Akuntansi Keuangan yang biasa bergelut dengan Profit & Lost Statement, mungkin lebih mengenal ini sebagai Laba Kotor (Gross Profit), yang di dapat dengan cara mengurangkan “Revenue” dengan “Cost of Good Sold”, yang bila dikurangkan lagi dengan Operating Expenses maka akan memperoleh Earning Before Interest & Tax (EBIT). Okay that is enough, supaya tidak ngelantur ke akuntansi keuangan, kita kembali ke topic utama…..

Dari definisi diatas, maka equation (persamaan?) untuk Contribution Margin adalah:

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost

Jika “Revenue” sepenuhnya berasal dari “Sales” (R=S) maka persamaan Contribution Margin di atas akan menjadi:

CM = Revenue –Variable Cost

Masih ingat bagaimana equation untuk Break Even Point?

Revenue – Variable Cost – Fixed Cost = 0

Jika Contribution Margin kita masukkan, maka kita akan memperoleh equation Break Even Point menyerupai ini:

Contribution Margin – Fixed Cost = 0


Untuk bisa menganalisa volume (Quantity) maka kita perlu mengetahui UNIT CONTRIBUTION MARGIN.

Contribution Margin = [Unit Price x Quantity] – Variable Cost

Unit Contribution Margin = Unit Price – Unit Variable Cost


Penerapan Break Even Point Untuk Product Mixed

Masih ingat dengan kasusnya Pak Lie (PT. Royal Bali Apparel) di BEP Analysis – Part 2?.

Berproduksi (kemudian berjualan) satu jenis product saja? Seems to be not a good idea (a-b-g biasa bilang “Cape deeehh” :-)). Tindakan menyerupai itu sama saja dengan mempersempit jalan, menutup peluang, atau yang sejenisnya. Sangat tidak dianjurkan oleh mahir manapun. Di masa high spinning tight competition market menyerupai ketika ini. Se-revolution apapun marketing strategy yang diterapkan, bila yang ditawarkan hanya satu macam product dan satu type saja saja, rasanya jadinya tetap tidak sebagus bila product range yang ditawarkan lebih beraneka ragam.

Khususnya untuk perusahaan yang gres mencoba (read: merintis) usaha manufactur maupun dagang, devoting all energy and effort untuk satu macam (1 type) product saja bukanlah tindakan yang smart (jika tidak mau disebut bodoh). Perlu “Product Diversification”. Perlu men-develop banyak product untuk mengetahui product unggulan yang paling cocok untuk dikembangkan.

Board member PT. Royal Bali Apparel sangat menyadari hal tersebut, untuk itu dibulan-bulan berikutnya PT. Royal Bali Apparel berencana untuk memproduksi 2 macam product lagi disamping blouse yang memang sudah di produksi. Adapaun 2 macam product lain yang akan dikembangkan ialah “Skirt” & “Trouser, sehingga semuanya menjadi 3 products, yaitu:

[-]. Blouse (baju atasan perempuan memakai lengan & krah?)
[-]. Skirt (rok bawahan?)
[-]. Trouser (celana panjang?)

Untuk maksud tersebut PT. Royal Bali Apparel telah menambah mesin dan peralatan produksi termasuk merekrut staff yang lebih banyak lagi, sehingga budget yang dialokasikan menjadi sebagai berikut:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Adapun unit price yang akan dipasang pada masing-masing product tersebut ialah sebagai berikut:
experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Dari production plan diperoleh data sebagai berikut:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Selanjutnya data ini kita perhitungkan sebagai “Variable Cost”, sedangkan total cost untuk tiap jenis productnya ialah “Unit Variable Cost”.


Dari data di atas, persoalannya adalah:



“Berapa banyak (volume) product yang harus diproduksi dan dijual oleh perusahaan, dan berapa jumlah untuk masing-masing jenis produk tersebut harus terjual biar perusahaan mencapai break even dalam satu bulan?”

Masih ingat langkah-langkah yang perlu kita lakukan untuk menganalisa single product?, untuk MIXED PRODUCT berlaku langkah yang sama, hanya saja perlu mendeterminasi Unit Contribution Margin (untuk penyederhanaan analisa) dan melaksanakan pembebanan masing-masing Unit Contribution Margin ke dalam product masing-masing. Detail langkah-langkahnya ialah sebagai berikut:


Step-1: Determinasi Fixed Cost

Dari data di atas kita bisa hitung tentukan besarnya “Fixed Cost”. Dengan mengalokasikan semua harga perolehan aktiva menjadi beban penyusutan per bulan, serta membebankan monthly expense-nya. Maka kita akan memperoleh Fixed Cost menyerupai dibawah ini:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed


Kita peroleh besarnya “Fixed Cost” yang dibebankan sebulan ialah Rp 94,020,833,-


Step-2: Determinasi Variable Cost & Unit Variable Cost

Dari table di atas kita peroleh besarnya "Variable Cost" Rp 168,250,- dengan masing-masing “Unit Variable Cost” sebagai berikut:

Blouse = Rp 45,750,-
Skirt = Rp 47,500 ,-
Trouser = Rp 75,000,-


Step-3: Determinasi Contribution Margin & Unit Contribution Margin

Masih ingat equation untuk Contribution Margin?

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost

Total Unit Sales” untuk seluruh product sudah kita ketahui (lihat tabel unit price) sebesar Rp 325,000,- dan “Total Unit Variable Cost” sudah kita peroleh di step-2 di atas sebesar Rp 168,250,- maka “Contribution Margin” dapat kita hitung dengan menggunakan equation (persamaan) di atas:

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost
Contribution Margin (CM) = Rp 325,000 – Rp 168,250
Contribution Margin (CM) = Rp 156,000

Sedangkan Unit Contribution Margin dapat kita hitung dengan mem-pro-rate-kan Contribution Margin diatas dengan perbandingan unit price yang di set di awal:

Perbandingan Unit Price:

[Blouse] ; [Skirt] ; [Trouser] = [Sales Mixed]
[80,000] ; [95,000] ; [150,000] = [325,000]

Selanjutnya kita hitung rate-nya:
Blouse = [80,000/325,000] x 100% = 25%
Skirt = [95,000/325,000] x 100% = 29%
Trouser = [150,000/325,000] x 100% = 46%
---------------------------------------------- (+)
Total = 100%

Dari rate di atas, maka Contribution Margin dapat kita pro-rate-kan ke masing-masing jenis product menjadi “Unit Contribution Margin” sebagai berikut:

Unit CM Blouse = 25% x Rp 156,000 = Rp 34,250,-
Unit CM Skirt = 29% x Rp 156,000 = Rp 47,500,-
Unit CM Trouser = 46% x Rp 156,000 = Rp 75,000,-
---------------------------------------------------- (+)
Total Unit CM = Rp 156,000,-


Step-4: Pembebanaan Unit Contribution Margin (Weighting Unit Contribution Margin).

Beban Unit Contribution Margin dapat dihitung dengan cara mengalikan masing-masing unit contribution margin dengan rate beliau pada langkah ke-3 di atas:

Blouse = Rp 34,250 x 25% = Rp 8,431,-
Skirt = Rp 47,500 x 29% = Rp 13,885,-
Trouser = Rp 75,000 x 46% = Rp 34,615,-
------------------------------------------------------ (+)
Beban Unit Contribution Margin = Rp 56,931,-


Step-5: Menentukan Volume Produksi & Sales

Ini ialah langkah terakhir untuk menjawab problem “Berapa banyaknya product yang harus dijual dalam satu bulan biar perusahaan mencapai Break Even Point” dan "berapa banyaknya untuk masing-masing jenis product?

Sampai sejauh ini, kita gres berbicara mengenai “Unit Sales/Unit Price” dan “Unit Variable Cost” saja. Kita sudah tahu bahwa untuk mencapai break even point perusahaan harus bisa mengahailkan (to generate revenue) untuk menutup Variable Cost dan Fixed Cost. Lalu kapan “Fixed Cost” dicover?.

Dilangkah inilah Fixed Cost ambil bagian. Volume produksi & sales dihitung dengan cara: membagi “Fixed Cost” dengan “Beban Unit Contribution Margin

Dari step-1 kita sudah peroleh besarnya fixed cost Rp 94,020,833,- dan Beban Unit Contribution Margin Rp 56,931,- maka besarnya quantity yang harus diproduksi dapat kita hitung:

Quantity = Fixed Cost / Weighted Unit CM


Quantity = Rp 94,020,833,- / Rp 56,931
Quantity = 1651 pcs

Sedangkan volume product yang harus diproduksi dan terjual untuk masing-masing productnya kita hitung dengan: mengalikan “Quantity di atas dengan “rate” masing-masing product (rate pada step-3 di atas):

Blouse = 1651 x 25% = 407 pcs
Skirt = 1651 x 29% = 483 pcs
Trouser = 1651 x 46% = 762 pcs
---------------------------------- (+)
Total = 1651 pcs

Mungkin anda ingin bertanya: “Apa iya? dari mana bisa tahu perusahaan akan mencapai break even bila perusahaan sudah menjual product 1651 pcs dengan proporsi menyerupai di atas?”

Okay, mari kita TEST:

Sebelum kita test, kita alokasikan dahulu “Fixed Cost” ke masing-masing product dengan rate yang sebelum-sebelumnya:

Blouse = 25% x Rp 94,020,833 = Rp 23,143,590
Skirt = 29% x Rp 94,020,833 = Rp 27,483,013
Trouser = 46% x Rp 94,020,833 = Rp 43,394,231
--------------------------------------------------- (+)
Total Fixed Cost = Rp 94,020,833,-

Persamaan Break Even Point:

Revenue (Sales) – Variable Cost – Fixed Cost = 0


[1]. Blouse :
Sales = Rp 80,000 x 407 pcs = Rp 32,521,731,-
Variable Cost = Rp 45,750 x 407 pcs = Rp 18,598,365,-
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Blouse = Rp 13,923,366
Fixed Cost Allocated = Rp 23,143,590
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp (9,220,224)
=========================================

Kenapa minus (loss)?, bukannya seharusnya 0 (nol) atau impas?


Sabar… kita lanjutkan ke item lainnya….

[2]. Skirt :
Sales = Rp 95,000 x 483 pcs = Rp 45,860,723
Variable Cost = Rp 47,500 x 483 pcs = Rp 22,930,361
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Skirt = Rp 22,930,361
Fixed Cost Allocated = Rp 27,483,013
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp (4,552,651)

Nah, ini juga minus (loss)?

[3]. Trouser:
Sales = Rp 150,000 x 762 pcs = Rp 114,334,212
Variable Cost = Rp 75,000 x 762 pcs = Rp 57,167,106
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Trouser = Rp 57,167,106
Fixed Cost Allocated = Rp 43,394,231
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp 13,772,875
=========================================

Karena kita berbicara “PRODUCT MIXED” atau "SALES MIXED" dalam rangka mencapai “TITIK IMPAS (Break Even Point)” maka yang kita lihat ialah Profit & Lost untuk keseluruhan product. Sekarang coba kita jumlahkan “Profit & Lost” dari masing-masing product:

Total Profit & Lost : Blouse + Skirt + Trouser

Total Profit & Lost : [-9,220,224]+[- 4,552,651] + [13,772,875]
------------------------------------------------------------------------
Total Profit & Lost : 0 (nihil)
============================================ ======

Terbukti ! : Profit & Lost –nya nihil, artinya kondisi break even point tercapai!

Jika semua step tadi di-summerized ke dalam satu worksheet sederhana, akan menjadi menyerupai dibawah ini:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed

Selanjutnya…. Bagaimana caranya membidik target profit tertentu?

Sayang sekali, space halaman tidak mengijinkan lagi, terapksa harus saya break hingga disini, membidik target profit tertentu akan kita bahas di Break Even Point Analysis – Part 4!.

Pernah tahu wacana Sample Of Non-commercial Value ?. Bagi yang sudah di perdagangan export-import niscaya sudah tidak gila lagi, terutama yang pernah di posisi merchandiser, that's good. Tapi di artikel ini saya akan melihatnya dari sudut accounting dan perpajakannya. Apa itu Sample Of Non-Commercial Value ?, Mengapa Sample Of Non-commercial Value?, Bagaimana memposting-nya?. Bagaimana efek perpajakannya ?. Kita bahas satu persatu di sesi berikutnya.


Apa itu Sample of Non-commercial Value ?

Dalam perdagangan export-import, sebelum pemesanan (placing order) biasanya pembeli (buyer/Importer) akan meminta penjual (seller/exporter) untuk mengirimkan pola barang (samples). Begitu juga sebelum produksi dimulai, buyer akan meminta dikirimkan pre-production sample. Kesemua contoh-contoh barang tersebut biasanya tidak berbayar.

Pada ketika akan dikirimkan, sample tersebut harus dibentuk biar tidak dalam kondisi yang sempurna, dengan kata lain; sengaja dibentuk cacad, dalam istilah merchandising-nya disebut dengan "multilated", kemudian diberi goresan pena "Sample Of Non-commercial Value". Multilated sanggup dilakukan dengan menggunting, mencoret dengan spidol anti air, atau mempoton/mematahkan salah satu bab yang tidak vital.

Pengiriman barang keluar negeri, meskipun hanya berupa contoh, tetap harus disertai dengan dokumen pengiriman, minimal invoice dan packing list. Di dalam invoice harus disebutkan "Sample Of Non-commercial Value". Dan yang paling penting.... perhatikan baik-baik... Harga yang dicantumkan di dalam invoice di buat sangat kecil (UNDER VALUE), biasanya tak lebih dari USD 1.00/unit.

Mengapa Sample Of Non-Commercial Value ?

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa sample-sample tersebut dimaksudkan hanya untuk tujuan investigasi kwalitas saja (bentuk, ukuran, warna dan spesifikasi lainnya), bukan untuk diperjual belikan. Seller pun tidak akan mendapatkan pembayaran atas pengiriman sample tersebut. Dengan demikian, maka Sample Of Non-Commercial Value Statement dimaksudkan biar :

(-). Tidak diharapkan dokumen export yang lengkap (termasuk tanpa export licence/quota), melainkan cukup dengan Invoice dan Packing list saja.

(-). Agar Buyer (importir) tidak dikeneakan Bea Masuk maupun Pajak Import.



Bagaimana Perlakuan Akuntansinya ?


Karena sample ini memang dibentuk dan dikirimkan bukan untuk dimaksudkan untuk diperdagangkan, dengan bahasa akuntansi sanggup dikatakan bahwa pengeluaran untuk sample tersebut tidak akan berpotensi untuk menghasilkan return (cash). Oleh lantaran itu, maka pengeluaran atas sample ini BUKAN BAGIAN DARI HARGA POKOK PRODUKSI (Production Cost) dan juga tidak dimasukkan ke dalam HARGA POKOK PENJUALAN (Cost of Good Sold). Dengan demikian, perlakuan akuntansinya sanggup kita rumuskan sebagai berikut :


* Penggunaan Bahan Baku / Bahan Penolong :

Jika untuk pembuatan sample tersebut memerlukan materi baku dan materi penolong, maka atas pembelian materi baku tersebut tidak dicantumkan sebagai pembelian materi baku atau materi penolong, melainkan pribadi dibebankan sebagai biaya di periode yang sama dengan mencatatnya sebagai Biaya Sample (Research & Development), sanggup juga dibebankan sebagai Biaya Marketing dan Promosi (Marketing & Promotion). Maka jurnalnya :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

Jika untuk pembuatan sample tersebut menggunakan materi baku dan materi penolong yang telah ada di gudang, maka atas pengeluaran materi baku/bahan penolong tersebut tidak dicatat sebagai Barang dalam Proses (Work in Process), melainkan pribadi dicatat sebagai Biaya Sample (Research & Development) atau Biaya Marketing & Promosi, sedangkan persediaan materi baku yang diambil tetap dicatat di sisi kreditnya. Jurnalnya menjadi sebagai berikut :


[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx


* Penggunaan Tenaga Kerja :

Jika dalam pembuatan sample tersebut dipergunakan tenaga kerja pribadi (buruh, tukang, pegawai harian, pegawai borongan), maka pembayarannya tidak dicatat sebagai Biaya Tenaga Kerja Langsung, melainkan dicatat :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx


* Pada ketika sample final dikerjakan :


Jika barang hasil produksi (bulk production) dicatat sebagai inventory untuk meng-convert Persediaan Barang Dalam Proses, sedangkan untuk sample ini tidak dilakukan pencatatan.


* Packing & Shipping :

Segala pengeluaran terkait dengan pengemasan (Packing) dan pengiriman (Shipping / Courrier), tidak dicatat sebagai Packing atau Shipping Cost, melainkan pribadi dicatat sebagai Reasearch & Development expense. Jurnalnya sama aja dengan jurnal sebelumnya.


* Pelaporannya :

Research & Development atau Marketing & Promotion dikelompokkan ke dalam kelompok Biaya Operasional (expenses).



Tinjauan Perpajakannya


* Pembebanan :

Seperti biasa aturan dasar perpajakan, untuk melegitimasi suatu beban, yang menjadi dasar pertimbangan utama ialah bukti transaksi dan alur transaksi. Sepanjang atas pengeluaran tersebut tersedia bukti transaksi dan didukung oleh alur transaksi yang memadai, maka itu legitimate (syah?) untuk dibebankan. Perkara itu dikelompokkan sebagai Harga Pokok Penjualan atau ke dalam biaya operasional tidaklah penting, lantaran intinya akan tetap menjadi faktor pengurang potensi laba, yang artinya juga pengurang potensi pajak.


* Penjualan atas Sample Of Non-commercial Value :

Sekali lagi, yang menjadi materi pertimbangan ialah bukti transaksi dan alur transaksi. kaitannya dengan penjualan export, yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan ialah :

(-) Dokumen export : Pada invoice pengiriman sudah dinyatakan sebagai "Sample Of Non-commercial Value".

(-) Penerimaan Kas : Tidak ada kas masuk (wire/cash payment) yang spesifik terkait dengan pengiriman sample tersebut.


Atas kedua pertimbangan tersebut, maka under value didalam commercial invoice tersebut adalah legitimate (diakui?).

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.