Inilah Pengertian PPN, Perhitungan dan Jurnal Pencatatannya
Pengertian PPN
Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Sedangkan pengertian pajak secara umum sudah kami bahas pada artikel dengan judul Sudahkah Memahami Pengertian Pajak.
Pajak ini dalam istilah asing biasa dikenal dengan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
Karena pajak ini dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diserahkan Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik berupa pabrikan, importir, agen utama, distributor utama atau pemborong.
Dalam sistem pajak pertambahan nilai, pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pajak berganda.
Sehingga dalam sistem PPN dikenal istilah PAJAK MASUKAN (Input Tax) dan PAJAK KELUARAN (Output Tax).
Pajak Masukan (Input Tax) adalah pajak yang dipungut atau dibayar pada saat Pengusaha Kena Pajak membeli atau memperoleh barang dan jasa atau yang dibayar secara bersamaan dengan harga barang dan atau jasa yang dibeli bersih yang tercantum dalam faktur pembelian atau faktur pajak.
Pajak Keluaran (Output Tax) adalah pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak dari kegiatan menjual atau menyerahkan barang dan atau jasa kepada pelanggan baik secara tunai atau kredit yang dihitung dari harga jual bersih sebesar 10%,
Mengambil sumber dari situs pajak.go.id, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas :
- Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
- Impor Barang Kena Pajak
- Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar Derah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau
- Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Keuntungan Sistem PPN
Ada 4 keuntungan Sistem PPN, yaitu :
#1. Tidak ada unsur pajak berganda
Keuntungan ini disebabkan kredit pajak sepenuhnya diberikan tidak hanya terhadap pajak yang telah dipungut atas bahan mentah atau barang setengah jadi, tapi juga terhadap pajak yang telah dibayar atas perolehan barang-barang modal.
#2. Netral dalam persaingan dalam negeri
Dengan sistem pajak pertambahan nilai, jumlah pajak yang akan dibayar sama besarnya, baik proses pembuatan dilakukan oleh satu perusahaan atau oleh beberapa perusahaan yang berbeda-beda dalam suatu jalur produksi.
Dengan demikian akan terjamin sifat netral pemungutan pajak dalam sistem perdagangan dalam negeri, karena perusahaan kecil dan menengah dapat bersaing dalam kondisi yang sama dengan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sifat produksi secara vertikal.
Sepanjang harga jual stabil, jumlah pajak yang dibayar secara keseluruhan akan sama, dengan tidak memperhatikan jumlah tahapan atau tingkatan yang harus dilalui dalam proses produksi barang.
#3. Netral dalam perdagangan internasional
Dengan sistem PPN, beban pajak selalu dihitung dengan tepat dan sederhana.
Dalam perdagangan internasional perhitungan pajak yang tepat dan sederhana akan terasa sangat penting dan akan netral, karena :
- Ekspor, diberikannya pengembalian beban pajak yang melekat pada waktu perolehan harga barang yang diekspor.
- Impor, jumlah pajak yang dipungut sama dengan jumlah pajak yang dibebankan atau barang yang diproduksi dalam negeri pada tingkat harga yang sama, karenanya dapat menciptakan persaingan yang sehat bagi keuntungan konsumen.
- Perlindungan terhadap industri dalam negeri dapat dilakukan hanya hanya dengan pengendalian tinggi rendahnya tarif bea masuk oleh Dirjen Bea dan Cukai dengan tidak merubah sistem perpajakan.
#4. Netral bagi pola konsumsi
Sistem PPN ini dikatakan netral bagi pola konsumsi, berdasarkan pada alasan sebagai berikut :
Alasan #1:
Sistem PPN memiliki satu tarif untuk semua barang konsumsi, oleh karenanya tidak akan memberikan pengaruh kepada pola konsumsi atas pembelanjaan barang-barang hasil produksi.
Dan oleh karena sistem PPN mempengaruhi arus penambahan modal ke dalam satu jalur produksi sehingga dapat bekerja lebih efisien dan dapat menekan harga pokok barang yang akan menguntungkan konsumen.
Alasan #2:
Pajak pertambahan nilai tidak termasuk dalam unsur harga pokok barang yang dijual.
Karena PPN telah dikenakan atas bahan baku atau bahan pembantu dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi dan pajak ini akan dikompensasikan dangan pajak masukan yang diperoleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada waktu memperoleh atau membeli barang.
Alasan #3:
Penyelundupan pajak dapat dihindarkan. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif tunggal sebesar 10% akan mempermudah pengusaha untuk melaksanakannya dan bagi Dirjen Pajak mempermudah pengawasan dan pemeriksaan.
Yaitu dengan jalan uji silang (cross check) sehingga memungkinkan untuk melacak setiap bentuk penyelundupan pajak dan lebih siap dan cepat mengambil tindakan yang diperlukan.
PPn dikenakan pada saat pembelian barang (PPn Masukkan) dan saat penjualan barang (PPn Keluaran). Pada saat akhir periode, seluruh pajak keluaran dikurangi dengan seluruh pajak masukan.
Untuk standar operasional prosedurnya bisa dibaca di sini Accounting Tools dan SOP Akuntansi Keuangan.
Jika hasil perhitungan itu positif, maka jumlah tersebut yang harus disetor ke kas negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang di kas negara atau di tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dan/atau untuk melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Jadi ada dua fungsi SSP yaitu, sebagai sarana untuk membayar pajak dan sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.
Penyetoran pajak dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Tempat pembayarannya bisa di Kantor Pos atau bank-bank yang ditunjuk Menteri Keuangan.
Tapi jika hasilnya negatif, maka telah terjadi lebih bayar. Atas kelebihan tersebut ada dua pilhan yang bisa dilakukan.
Pertama, diperhitungkan untuk pembayaran pajak bulan berikutnya atau disebut dengan KOMPENSASI.
Kedua, meminta kembali kelebihan tersebut atau disebut dengan RESTITUSI.
Perhitungan dan Jurnal Pembayaran PPN
Agar lebih mudah dalam memahami Perhitungan dan Jurnal Pembayaran PPN, berikut ini contoh kasus untuk jurnal PPn Masukan dan Keluaran untuk periode yang bersangkutan :
Contoh kasus 1 :
Pada tanggal 10 Mei 2017 PT Manajemen Keuangan Network menjual secara tunai barang dagangannya senilai Rp. 10.000.000 kepada Toko Khayra. PPN 10% dengan nomor faktur 1235.
Perhitungan PPN :
PPN = 10% x Rp. 10.000.000 = Rp. 1.000.000
Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut ;
(D) Kas Rp. 11.000.000
(K) Penjualan Rp. 10.000.000
(K) PPN Keluaran Rp. 1.000.000
(K) Penjualan Rp. 10.000.000
(K) PPN Keluaran Rp. 1.000.000
Contoh kasus 2 :
Pada tanggal 15 Mei 2017, perusahaan membeli barang dagangan dari Toka Hebat secara tunai dengan nilai sebesar Rp. 20.000.000, dengan PPN 10% dan nomor faktur 678 :
Perhitungan PPN :
PPN = 10% x Rp. 20.000.000 = Rp. 2.000.000
Sedangkan jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut :
(D) Persediaan barang dagang Rp. 20.000.000
(D) PPN Masukan Rp. 2.000.000
(K) Kas Rp, 22.000.000
(D) PPN Masukan Rp. 2.000.000
(K) Kas Rp, 22.000.000
Sedangkan untuk pengaturan pajak di sebuah aplikasi atau software bisa dibaca di artikel ini Tata Cara Pengaturan Pajak di Aplikasi Akuntansi.
Demikian artikel mengenai Pengertian PPN atau Pajak Pertambahan Nilai.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment
Post a Comment