Repair Atau Beli Baru? - Controlling
Tidak di rumah tidak di kantor kita sangat sering dihadapkan dengan pilihan itu. Gampang-gampang susah.
Ketika notebook atau desktop top kita rumah mulai rewel, kita harus mengambil keputsan apakah perbaiki saja atau beli gres sekalian. Apabila itu untuk keputusan untuk barang yang nilainya relatif kecil, mungkin dengan simpel kita bisa mengambil keputusan (beli gres saja, daripada repot). Begitu juga bila barang itu tidak terlalu kita butuhkan, maka dengan simpel juga kita bisa tetapkan untuk tidak usah membeli dan tidak usah repair.
Di kantor, meskipun itu bukan harta langsung kita, sebagai orang accounting tidak jarang dilibatkan untuk urusan menyerupai itu. Terlebih-lebih bila anda seorang decision maker di serpihan Accounting & Finance. Anda dituntut bisa mengambil keputusan yang tepat.
Mengapa di quiz saya menggunakan mesin photo copy sebagai contoh? Karena memang mesin photocopy kedudukannya di kantor termasuk unique:
[-]. Nilainya tergolong material.
Tidak diragukan lagi, mesin photocopy tidak lah murah. Dan keputusan belanja untuk barang yang nailianya material memang tidak simpel (tidak boleh sembarang beli).
[-]. Disisi lain, fungsi nya hanya sebagai pendukung kelancaran operasional perusahaan. Sangat berbeda dengan mesin atau peralatan produksi (yang berfungsi sebagai mesin/pelaralatan utama penghasil product/jasa).
[-]. Disi lainnya lagi, bagi perusahaan yang skalanya menengah atau besar (dengan tingkat aktifitas admin yang tinggi) akan sangat terganggu bila harus tanpa mesin photocopy, apalagi bila selama ini sudah biasa menggunakan inhouse copier machine. Sehari saja mesin photocopy mogok, dijamin kantor niscaya sudah gaduh, banyak complain. Bahkan mogoknya mesin photo copy bisa dijadikan alasan atas keterlambatan suatu proses tertentu.
Terlambat antisipasi bisa menimbulkan duduk kasus yang serius. Bagi rekan-rekan diluar serpihan accounting dan keuangan, tentu tidak mau tahu ”pokoknya saya tidak mau terhambat gara-gara mesin photocopy mogok, itu konyol!”.
Memang konyol. Itulah sebabnya sering-sering saya katakan; kita sebagai orang accounting dan keuangan tidak cukup hanya bisa mennghitung dan menjurnal saja. Tidak cukup hanya bisa menciptakan buku menjadi balance saja. Perlu meningkatkan kemampuan dalam analytical roles, dan yang tak kalah pentingnya yaitu menempa dan mengasah diri untuk terampil dalam pengambilan keputusan. Jangan hingga S1 akuntansi kita diragukan.
Di sinilah kompetensi dan capability kita sebagai orang accounting dan keuangan diuji.
Dari balasan quiz yang disampaikan, saya bisa melihat teman-teman disini sudah tahu musti bagaimana kalau menghadapi masalah serupa itu.
Tetapi saya merasa perlu untuk menyajikannya dalam bentuk get—it—done:
Apa perlu melihat nilai bukunya? Tidak untuk dikala ini. Nilai buku perlu dilihat nanti pada waktu mencatatnya. Sekarang kita akan mengambil keputusan repair atau beli baru.
Hal-hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Dapatkan perbandingan estimasi asumsi pengeluaran antara memperbaiki dengan membeli baru, dengan nilai yang sudah paling rendah yang bisa di dapat.
Ini hanya bisa dipastikan, bila telah menggunakan minimal 3 supplier berbeda.
Misalnya: Mesin baru
Dealer (Toko) B, Canon = Rp 14,000,000
Delaer (Toko) C, Sharp = Rp 14,500,000
Bagaimana membandingkannya?, cukup dari harga per unit saja? Tidak. Rasanya saya sudah pernah bahas di artikel lain. Tapi in term dengan copier machine mungkin ada perlunya saya bahas lagi.
Basic-nya yaitu depreciation. Tetapi hati-hati, menganalisis usage cost mesin photo copy tidak menyerupai menyutkan bangunan. Penyusutan mesin photo copy yaitu a combination:
Bagaimana caranya membagi porsi yang menggunakan gari slurus dengan production output?
Caranya mudah: pada dikala meminta penawaran harga unit mesin baru, sekaligus minta penawaran spare-part lengkap dengan specifikasi dan kapaisatnya (1 part harganya berapa, bisa menghasilkan berapa lembar copy). Jumlahkan semua nilai spare-part-nya dibagi dengan kapasitas (jumlah lembar yang bisa dihasilkan). Maka sudah menerima cost yang harus dialokasikan.
Bagaimana dengan yang disusutkan dengan metode garis lurus?
Misalnya:
Toko A, Xerox = Rp 15,000,000,
Total nilai suku cadang Rp 3,500,000 (kapasitas 25,000 lembar)
Maka:
Porsi yang menggunakan metode garis lurus adalah=
Sedangkan spare-partnya dihitung dengan cara:
Rp 3,500,000/25,000 = Rp 140/lembar
Bagaimana menyatukan kedua metode yang berbeda tadi?
Metode garis lurus di-convert ke Unit production output, dengan cara:
Lakukan estimasi; berapa lembar kebutuhan photo copy selama satu bulan?, katakanlah 15,000 lembar.
So total usage cost per lembar untuk Xerox dari took A =Rp140+13 = Rp153/lembar
Dengan menjumlahkan semuanya, maka sudah menerima usage cost per lembar untuk mesin xerox dari Toko A.
Lakukan hal yang sama terhadap penawaran dari toko B dan C. Dari sana akan diperoleh mesin brand apa (dari toko mana) yang usage cost per lembarnya paling rendah. Let say toko C.
Selanjutnya tinggal mencari perbandingan asumsi pengeluaran bila mesin di repair (minimal dari 3 technician juga), asumsi biaya untuk repair dibagi dengan kapasitas sparepar.
Barulah terakhir dibandingkan antara ”jika diperbaiki” dengan ”jika beli baru”. Jika ternyata perbaikan (repair) lebih efisien berarti sudah tidak ada masalah, tinggal di repair saja. Tetapi jika ternyata membeli gres jauh lebih effisien, maka ukur persediaan cash terlebih dahulu, jangan hingga photocopy lancar, tetapi tidak bisa beli raw material lantaran dana dialokasikan untuk membeli copier baru. Mudah-mudahan, bila terjadi masalah yang sama di masa-masa yaang akan datang, anda sudah bisa menganalisis-nya dengan cermat mengenai perlakuan (pencatatan dan pelaporan silahkan baca Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap.