Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang “belum sepenuhnya” memahami dan belum sanggup menciptakan laporan keuntungan rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini sanggup memperlihatkan pemahaman yang lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan memperlihatkan langkah-langkah pembuatannya. Termasuk TRICK “Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal ke dalam satu lembar laporan saja”.
Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan “Congratulation!”. Sedangkan yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan “Good luck!”. Dan bagi yang masih galau menciptakan SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah mustahil bagi anda untuk menciptakan SPT PPh Badan kalau anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, sebab data source SPT PPh Badan ialah Laporan Laba Rugi Fiskal.
Kiranya saya tidak perlu lagi memperlihatkan klarifikasi mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku “Pengantar Akuntansi Keuangan” atau “Dasar-dasar Akuntansi Keuangan”.
Mengapa Ada Laporan Rugi Laba Komersial dan Fiskal?
Karena adanya perbedaan ratifikasi atas pendapatan maupun biaya berdasarkan perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.
Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?
Bagi perusahaan: semua pemasukan ialah pendapatan yang akan menambah keuntungan kena pajak , dan semua pengeluaran ialah beban yang akan mengurangi keuntungan kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan ialah faktor penambah keuntungan kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah keuntungan kena pajak sebab pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran ialah faktor pengurang keuntungan kena pajak sebab ada beberapa jenis pengeluaran yang bergotong-royong bukan merupakan belahan dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.
Perbedaan lainnya ialah perebedaan yang diakibatkan sebab bedanya SAAT PENGAKUAN (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akhir perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak memakai metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin memakai metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya menjadikan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi donasi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.
Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian supaya JUMLAH PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHUTANG antara yang dihitung oleh perusahaan dengan berdasarkan Ditjend Pajak sanggup sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah KOREKSI FISKAL.
Ada 2 (dua) macam pembiasaan fiskal, yaitu:
Penyesuaian Fiskal Positif: ialah pembiasaan yang akan menjadikan meningkatnya keuntungan kena pajak yang pada karenanya akan menciptakan PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
Penyesuaian Fiskal Negatif: ialah pembiasaan yang akan menjadikan menurunnya keuntungan kena pajak.
Berikut ini ialah tabel rincian jenis-jenis pembiasaan tersebut:
Bagaimana Cara Membuat Laporan Laba Rugi Fiskal?
Saya akan coba construct satu kasus:
Buku Besar PT. Royal Bali Cemerlang nampak menyerupai dibawah:
Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan menyerupai dibawah ini:
Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?
Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.
Okay, kita bandingkan dengan table rincian pembiasaan fiskal kasatmata dan negative di atas. Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:
“Pengambilan Oleh Direktur” ini ialah bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh mendapatkan Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal kasatmata (faktor penambah keuntungan kena pajak).
“Makan Untuk Pegawai” ini ialah bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang baiklah dengan anggapan ini, sebab proteksi incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan lainnya kepada pegawai ialah salah satu perjuangan perusahaan untuk merangsang semangat kerja pegawai, sangat sanggup dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan acara perusahaan, jelas-jelas ini beban (biaya) yang sanggup di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak wacana hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.
“Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak sanggup dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.
Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam pola masalah ini.sehingga nanti koreksi fiskal negatifnya akan 0 (nol).
Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi menyerupai dibawah ini:
Apakah kali ini sudah benar?
Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah keuntungan sehabis pajak di atas sanggup kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.
Coba pikirkan baik-baik……………………………………………………………………
………………………………….. yakin?.
NO…. big no!
Bukankah di neraca nanti keuntungan ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset (aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?
Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur, makan untuk pegawai, sumbangan) ialah kuat pribadi terhadap posisi (saldo) kas. Jika semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, keuntungan kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah niscaya NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.
Lalu, bagaimana?
Kita harus kembalikan semua koreksi tersebut.
Dikembalikan?, berarti labanya menjadi salah lagi?.
Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, sehabis kita peroleh “laba fiskal sehabis pajak”, gres kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.
Caranya?
Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:
Bahkan kita berhasil memperoleh Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal dalam satu lembar laporan saja, anda tidak perlu lagi menciptakan laporan keuntungan rugi dalam 2 (versi) :-)
Sekarang Laba sehabis pajaknya sudah sanggup di masukkan ke dalam neraca. Dan niscaya balance. Guaranteed! :-)
Selamat mencoba!
Post a Comment
Post a Comment