Laba Humanis : Tafsir Sosial atas Konsep Laba dengan Pendekatan Hermeneutika”
by
Subiyantoro, Eko B., dan Iwan Triyuwono
Subiyantoro dan Triyuwono (2004: 103), berpendapat bahwa pada umumnya laba didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisasikan, yang dihasilkan dari transaksi dalam satu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya. Ini berarti bahwa laba merupakan selisih lebih dari pendapatan–pendapatan yang diterima oleh perusahaan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan (Eko B. Subiyantoro dan Iwan Triyuwono, Op.Cit.,hal.102).
Subiyantoro dan Triyuwono (2004), melaksanakan penelitian ihwal penafsiran laba yang dituangkan dalam buku “Laba Humanis : Tafsir Sosial atas Konsep Laba dengan Pendekatan Hermeneutika”. Hermeneutika itu sendiri berarti menafsirkan. Penulis dalam hal ini mencoba menyampaikan fatwa gres ihwal konsep laba yang didasarkan pada basis sosial yang dibangun oleh insan yang utuh, yaitu insan yang memiliki dan menggunakan elemen intelektual, emosi, dan spiritual secara harmonis. Dalam buku tersebut, penulis memberi kesimpulan bahwa insan yang memiliki keselarasan dalam kecerdasan intektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dapat menyampaikan pemahaman dan makna gres ihwal persepsi sebuah laba yang selama ini dipandang hanya sebagai bahan sebagai hasil akhirnya. Oleh alasannya yaitu itu, kecerdasan emosional dan spiritual memiliki pengaruh dalam menafsirkan laba, sehingga laba tidak hanya ditafsirkan (dipersepsikan) sebagai kekayaan bahan perusahaan saja, tetapi juga berdasar pada aspek kemanusiaan.
Subiyantoro dan Triyuwono (2004: 221), bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan menyampaikan pemahaman gres mengenai persepsi laba dan penggunaan perspektif hakikat insan yang lebih totalitas dalam persepsi laba mempunyai makna yang lebih luas dan lebih substantif ihwal laba. Hal ini diuraikan kedalam beberapa bab berikut :
1. Laba merupakan hasil dari proses interaksi sosial yang bermakna sebagai bentuk timbal balik secara sosial, baik secara konseptual maupun dalam praktiknya.
2. Perspektif hakikat insan dalam menafsirkan laba setidaknya menjadi bentuk reflektif dari diri kita akan tanggung jawab.
3. Perspektif hakikat insan dalam menafsirkan laba menimbulkan laba mengandung perpaduan seimbang dari abjad manusia.
4. Perspektif hakikat insan yang dipahami secara lengkap tidak saja mengakomodasi dimensi rasional, emosional, tetapi juga spiritual.
Zakat, bila dilihat dalam konsepsi lebih mendalam yaitu pemaknaan laba atas titik temu hakikat kemanusiaan dan nilai-nilai keadilan (Subiyantoro dan Triyuwono 2004). Karakter laporan keuangan harus menyampaikan pemfokusan keluasan akuntabilitas lebih jauh yang dipenuhi dalam 8 asnaf (disyari’atkan dalam zakat) dan lingkungan alam (Triyuwono 2004).
FASB Statement of Financing Accounting Concept No 1 yang menyatakan bahwa sasaran utama pelaporan keuangan yaitu isu ihwal prestasi perusahaan yang disajikan melalui pengukuran laba dan komponennya (Eko B. Subiyantoro dan Iwan Triyuwono, 2004 : 105).
Post a Comment
Post a Comment