Mata Uang Fungsional
Mata uang fungsional merupakan mata uang yang digunakan didalam lingkungan ekonomi utama dimana suatu entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana sebuah entitas beroperasi yaitu lingkungan dimana entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Suatu entitas perlu mempertimbangkan faktor-faktor dibawah ini yang terbagi menjadi dua indikator yaitu indikator utama dan indikator kedua dalam menentukan mata uang fungsionalnya pada PSAK 10 (2010:10.4) paragraf 9 dan 10 dinyatakan sebagai berikut:
Indikator Utama:
1. mata uang:
a. yang paling mensugesti harga jual untuk barang dan jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang dimana harga jual untuk barang dan jasa didenominasikan dan diselesaikan); dan
b. dari suatu negara yang kekuatan persaingan dan perundang- undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya.
2. mata uang yang paling mensugesti biaya tenaga kerja, biaya materi baku dan biaya-biaya lain dari pengadaan barang atau jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang dimana biaya-biaya tersebut didenominasikan dan diselesaikan).
Indikator Kedua:
Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan berikut ini juga dapat menawarkan bukti dari mata uang fungsional suatu entitas:
1. mata uang yang mana dana dari kegiatan pendanaan (antara lain penerbitan instrumen hutang dan instrumen ekuitas) dihasilkan
2. mata uang dalam mana penerimaan dari kegiatan operasi pada umumnya ditahan.
Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan kekuatan persaingan dan perundang undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dapat mengatasi semua tekanan yang terjadi baik dari internal maupun eksternal. Analisis kekuatan persaingan dapat menggunakan Analisis Kekuatan Porter menurut McGuigan, Moyer, Harris (2010:342), yaitu:
1. The threat of subtitutes (ancaman produk substitusi), yang ditentukan oleh harga produk subtitusi, switching cost, dan kualitas produk.
2. The threat of entry (ancaman pendatang baru), yang dapat ditentukan dengan hambatan masuk ke dalam industri, antara lain, hambatan harga, respon incumbent, biaya yang tinggi, pengalaman incumbent dalam industri, keunggulan biaya, differensiasi produk, jalan masuk distribusi, kebijakan pemerintah dan switching cost.
3. The power of buyers (kekuatan tawar-menawar pembeli), yang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, antara lain differensiasi, konsentrasi, kepentingan pembeli, tingkat pendapatan, pilihan kualitas produk, jalan masuk informasi, dan switching cost.
4. The power of suppliers (kekuatan tawar menawar pemasok), yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsentrasi pasar, diversifikasi, switching cost, organisasi pemasok dan pemerintah,
5. The intensity of rivalry (persaingan di dalam industri), yang ditentukan oleh banyak sekali faktor, yaitu pertumbuhan pasar, struktur biaya, hambatan keluar industri, switching cost, pengalaman dalam industri, dan perbedaan taktik yang diterapkan.
Perubahan Dalam Mata Uang Fungsional
Pada PSAK 10 (revisi 2010) diterapkan perubahan secara prospektif dan retrospektif untuk beberapa item di dalam laporan keuangan. Penerapan prospektif yaitu suatu penerapan dampak perubahan kebijakan akuntansi gres untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut. Di samping itu juga untuk penerapan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan periode mendatang yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut. Perubahan estimasi akuntansi dapat berakibat hanya pada laba atau rugi periode berjalan, atau laba atau rugi periode berjalan dan periode mendatang. Selain penerapan prospektif, terdapat penerapan retrospektif dimana penerapan ini yaitu suatu penerapan kebijakan akuntansi gres untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seakan-akan kebijakan tersebut telah diterapkan. Entitas memerlukan untuk mencatat perubahan kebijakan akuntansi akhir dari penerapan awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi dalam PSAK tersebut, atau entitas mengubah kebijakan akuntansi secara sukarela sebab tidak diatur masa transisinya Dalam standar PSAK 10, penerapan prospektif terdapat pada goodwill yang timbul atas akuisisi dari kegiatan operasi luar negeri dan pembiasaan nilai wajar untuk jumlah tercatat aset dan kewajiban yang timbul dari akuisisi kegiatan operasi luar negeri tersebut diperlakukan sebagai aset dan kewajiban operasi aneh serta kapitalisasi selisih kurs akhir devaluasi yang parah (ISAK 4). PSAK 10 (revisi 2010) harus diterapkan secara retrospektif untuk semua perubahan lain yang dihasilkan dari penerapan standar ini. Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional suatu entitas, entitas harus menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang gres secara prospektif semenjak tanggal perubahan itu. Pengaruh dari perubahan dalam mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, suatu entitas menjabarkan semua pos-pos ke dalam mata uang fungsional yang gres menggunakan nilai tukar pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang dijabarkan untuk pos non-moneter dianggap sebagai biaya historis entitas. Selisih nilai tukar yang timbul dari penjabaran kegiatan usaha luar negeri, yang sudah diakui sebelumnya di dalam pendapatan komprehensif lain tidak dikelompokkan ulang dari ekuitas ke dalam laba atau rugi hingga pelepasan kegiatan usaha tersebut.
Penggunaan Mata Uang Pelaporan selain Mata Uang Fungsional
Pada dasarnya mata uang fungsional digunakan sebagai mata uang pelaporan dikarenakan mata uang fungsional merupakan mata uang yang menggambarkan kegiatan bisnis serta kondisi perusahaan yang sebenarnya. Menurut PSAK 10 (2010:10.14) paragraf 38, entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata yang fungsionalnya. Jika mata yang penyajian berbeda dari mata yang fungsional entitas, maka entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata yang penyajian. Misalnya, jikalau suatu kelompok usaha berisi entitas individual dengan mata uang fungsional yang berbeda, maka hasil dan posisi keuangan setiap entitas dinyatakan dalam suatu mata uang bersama sehingga laporan keuangan konsolidasian disajikan. Pada umumnya mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan di Indonesia yaitu rupiah. Apabila mata uang fungsional perusahaan yaitu Dollar Amerika Serikat dan digunakan sebagai mata uang pelaporan di Indonesia maka PSAK memperbolehkan mata uang tersebut digunakan sebagai mata uang pelaporan. Standar mengenai penjabaran dalam mata yang penyajian ini juga didukung dengan peraturan pemerintah Indonesia terkait pelaporan perpajakan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 24/PMK 011/2012 pasal 3 ayat (h) dinyatakan bahwa “Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”.
Hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata uang dari suatu ekonomi hiperinflasi harus dijabarkan ke dalam mata uang pelaporan yang berbeda menggunakan prosedur sebagai berikut:
1. aset dan liabilitas untuk setiap laporan dari posisi keuangan yang disajikan (yaitu termasuk komparatif) harusdijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan dari posisi keuangan itu.
2. pendapatan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif atau laporan laba rugi terpisah yang disajikan (yaitu termasuk komparatif) harus dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi; dan
3. semua hasil dari selisih nilai tukar harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati nilai tukar pada tanggal transaksi, contohnya suatu kurs rata-rata untuk periode itu, sering digunakan untuk menjabarkan pos-pos pendapatan dan beban. Bagaimanapun, jikalau nilai tukar berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode yaitu tidak tepat.
Selisih nilai tukar yang terkait adegan 1 diatas dalam legalisasi pendapatan komprehensif lain, dapat dihasilkan dari:
a. penjabaran pendapatan dan beban dengan nilai tukar pada tanggal transaksi dan aset serta kewajiban dengan kurs penutup.
b. penjabaran saldo awal aset neto dengan kurs penutup yang berbeda dari kurs penutup sebelumnya.
Selisih nilai tukar ini tidak diakui dalam laba atau rugi sebab perubahan dalam nilai tukar memiliki sedikit atau tidak memiliki pengaruh pribadi terhadap arus kas sekarang dan masa depan dari kegiatan usaha. Jumlah kumulatif dari selisih nilai tukar disajikan dalam suatu komponen terpisah dari ekuitas hingga pelepasan kegiatan usaha luar negeri tersebut.
Pos-Pos Moneter Dan Pos-Pos Non-Moneter
Pada PSAK 10 (revisi 2010), terdapat pembagian pos dalam mentranslasi mata uang aneh kedalam mata uang fungsional, yaitu pos moneter dan pos non-moneter. Pos-pos tersebut digunakan untuk mengelompokan akun-akun yang membutuhkan pembiasaan ditanggal pelaporan dan akun-akun yang tidak membutuhkan pembiasaan pada tanggal pelaporan.
Terdapat beberapa pengertian mengenai pos moneter, menurut PSAK 10 (2010:10.4) yaitu “Unit mata uang yang dimiliki serta aset dan liabilitas yang akan diterima atau dibayarkan dalam jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan.” Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.8), fitur utama dari suatu pos moneter yaitu hak untuk mendapatkan (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Dari penjelasan diatas, akun-akun yang dapat diklasifikasikan kedalam pos moneter yaitu kas, piutang dagang, hutang dagang, dan akun lainnya yang membutuhkan penyelesaian dengan kas atau setara kas, menyerupai yang termasuk didalamnya yaitu pensiun dan imbalan kerja lainnya harus dibayar dalam kas, kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan secara kas, dan dividen kas yang diakui sebagai kewajiban. Demikian juga, suatu kontrak untuk mendapatkan (atau menyerahkan) suatu jumlah variabel dari instrumen ekuitas yang dimiliki oleh entitas atau suatu jumlah variabel dari suatu aset yang nilai wajarnya harus diterima (atau diserahkan) setara dengan suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan, yaitu merupakan suatu pos moneter.
Di samping itu juga terdapat pos non-moneter yang digunakan untuk mengklasifikasikan akun-akun yang tidak membutuhkan pembiasaan pada tanggal pelaporan. Fitur utama dari dari suatu pos non-moneter yaitu tidak adanya hak untuk mendapatkan (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Contoh yang termasuk didalamnya: uang muka untuk barang dan jasa (misalnya sewa dibayar dimuka), goodwill, aset tidak berwujud, persediaan, aset tetap, dan kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan dengan penyerahan aset non-moneter.
Post a Comment
Post a Comment