Search Result For "break-even-point-bep-analysis-part-1"

Account Assistant Account Officer Account Payable Account Receivable Accounting Accounting Case Study Accounting Certification Accounting Contest Accounting For Manager Accounting Manager Accounting Software Acquisition Admin Administrasi administrative assistant Administrator Advance accounting Aktiva Tetap Akuisisi Akun Akuntan Privat Akuntan Publik AKUNTAN. Akuntansi Akuntansi Biaya Akuntansi Dasar Akuntansi Management Akuntansi Manajemen Dan Biaya Akuntansi Pajak Akuntansi Perusahaan Dagang Akuntansi Perusahaan Jasa Akuntansi Syariah Akuntansi Translasi Akunting Analisis Transaksi Announcement Aplikasi Akuntansi archiving ARTICLES ARTIKEL Asumsi dasar Akuntansi Asuransi Aturan Pencatatan Akuntansi Audit Audit Kinerja Auditing Balance sheet Bank Basic Accounting Bea Cukai Bea Masuk Bidang Akuntansi Bukti Transaksi Buku Besar Calculator Capital Cara Pencatatan Akuntansi Career Cash Cash Flow Cat Certification Checker Checker Gudang COGS Collection Contest Corporate Social Responsibility (CSR) Cost Cost Analysis CPA CPA EXAM Credit Credit Policy Current Asset Custom Custom Clearence Dasar Akuntansi Data Debit Kredit Discount Diskon Distributor Dyeing Ekspor Engineering Etika Profesi & Tata Kelola Korporat Example Expense Export - Import FASB Finance FINANCIAL Financial Advisor Financial Control Finansial Foreign Exchange Rate Form FRAUD Free Download Freebies Fungsi Akuntansi GAAP GAJI Garansi Gift Goodwill Gudang Harga Pokok Penjualan Hotel HPP HRD IFRS Impor Import Import Duty Informasi Akuntansi International Accounting Investasi IT Jasa Jasa Konstruksi Job Vacant JUDUL SKRIPSI AKUNTANSI TERBARU Jurnal Khusus Jurnal Pembalik Jurnal Pembalik Dagang Jurnal Penutup Jurnal Penutup Dagang Jurnal Penyesuaian Jurnal Umum Kas Kas Bank Kas Kecil Kasus Akuntansi Kasus Legal Kasus Pajak Kepala Rekrutment Kertas Kerja Keuangan Knitting Komentar Komputer Konsolidasi Konstruksi Konsultan Laba-Rugi Laboratorium Lain-lain lainnya LANDING COST Laporan akuntansi Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Laporan Keuangan Dagang Laporan Keuangan Jasa Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal laporan Rugi Laba Layanan Konsumen Lean Accounting Lean Concept Lean Manufacturing Legal Logistik Lowongan Kerja Accounting MA Accounting Macam Transaksi Dagang Management Management Accounting Manager Manajemen Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan Manajemen Stratejik Manajer Manajer Administrasi Manfaat Akuntansi Manufaktur Marketing Matching Color Mekanisme Debit Mekanisme Kredit Mencatat Transaksi Merger metode fifo dan lifo Mid Level Miscellaneous Modal Neraca Neraca Lajur Neraca Saldo Neraca Saldo Setelah Penutupan Nerasa Saldo Office Operator Operator Produksi Paint PAJAK pajak pusat.pajak daerah(provinsi dan kabupaten) payroll Pelaporan Korporate Pemasaran Pembelian Pemberitahuan Pemindahbukuan Jurnal Pencatatan Perusahaan Dagang Pendapatan Pengakuan Pendapatan Pengarsipan Pengendalian Pengendalian Keuangan Pengertian Akuntansi PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN pengertian pajak PENGERTIAN PSAK PENGGELAPAN Pengguna Akuntansi Pengkodean Akun Penjualan Perbankan Perlakuan akuntansi Perpajakan Persamaan Dasar Akun Petty Cash Piutang Posting Buku Besar PPH PASAL 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 26 PPn PPn Import Prefesi Akuntansi Prinsip Akuntansi PRINSIP DASAR AKUNTANSI Produksi Profesi Akuntansi Professi Akuntan Profit-Lost Proses Akuntansi Proyek PSAK PSAK TERBARU PURCHASE Purchasing QA QC Quality Assurance Quality Control Quiz Rabat Rajut rangkuman Rebate Recruitment Recruitment Head Rekrutment Retail Retur Return Revenue Review Saldo Normal Sales Sales Representative Sejarah Akuntansi SERIE ARTIKEL Sertifikasi Shareholder Shipping Agent Shipping Charge siklus akuntansi Silus Akuntansi Dagang Sistem sistem akuntansi Sistem Informasi Sistem Informasi & Pengendalian Internal Soal dan Jawaban CPA SPI Spreadsheet Accounting Spreadsheet Gratis Staff Struktur Dasar Akuntansi Supervisor system pengendalian system pengendalian gaji Tax Taxation Teknik Tekstil Template Teori-teori Akuntansi Tinta Tip n Tricks TIPS AND TRICKS Tools Top Level Transaksi Keuangan Tutup Buku Ujian CPA UPAH update situs USAP Utilities Video Tutor Warehouse Warna warranty What Is New
Showing posts sorted by date for query break-even-point-bep-analysis-part-1. Sort by relevance Show all posts

Break Even Point yang biasa disingkat dengan BEP, yang di Indonesia kita kenal dengan TITIK IMPAS, termasuk alat analisa paling classic yang dipakai untuk menganalisa kekerabatan antara: Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit. Dalam artikel ini kita akan coba explore sejauh yang kita mampu dan mengaplikasikannya kedalam suatu kasus bisnis. Saya eksklusif tidak memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai Break Even Point. Terus terang, waktu masih jamannya kuliah, subject ini sangat membosankan buat saya. Tetapi sekarang saya merasa ini yakni salah satu minning knowledge (tambang pengetahuan) yang menantang untuk di explorize. Makara sebenarnya artikel ini lebih merupakan suatu pembelajaran sekaligus experiment bagi saya pribadi. Saya ingin mengetahui:

(-). Sejauh mana alat analisis ini mampu diterapkan dalam menjawab duduk perkara bisnis?

(-). Apakah memiliki suatu keterbatasan?

(-). Atau justru alat analysis ini mampu diaplikasikan untuk keperluan lain, tidak hanya sekedar untuk mengetahui break even point (misalnya: untuk membidik tingkat profit tertentu?).

(-). Apa bedanya BEP dengan ROC (Return of capital)? Apakah berhubungan?


Saya sangat berharap dengan research, explorasi dan experiment kecil-kecilan ini mampu memperoleh jawaban, sekaligus mampu mengembangkan dengan pengunjung blog ini, biar tidak perlu membuang waktu untuk ber-experiment sendiri, cukup hanya membaca hasil laporan saya ini :-) Sukur-sukur kalau mampu diaplikasikan pada usaha kecil yang gres anda rintis, misalnya: pizza kaki lima?, atau distro?, atau mini market di komplek perumahaan dimana anda tinggal? Atau bagi yang suka hal-hal berbau analytical works mungkin ingin mengembangkannya lebih jauh lagi. Silahkan….

Bagi yang tertarik dengan topic ini silahkan ikuti terus hingga selesai, sedikit agak panjang (memang tidak mampu dibuat singkat), bagi yang tidak silahkan baca artikel lainnya di blog ini. Bagi saya eksklusif ini yakni tantangan yang meng-asyik-kan


Pengertian dan Formulasi “Break Even Point”

Pemahaman saya eksklusif (dengan budi sederhana saja): Break Even Point yakni titik dimana Entity/company/business dalam keadaan belum memperoleh keuntungan, tetapi juga sudah tidak merugi. Jika dinyatakan dengan bahasa akuntansi keuangan mungkin jadinya: Suatu keadaan dimana:

REVENUE - COGS – EXPENSES = 0

Jika REVENUE - COGS – EXPENSES = 1, berarti di atas break even point (untung)
Jika REVENUE - COGS – EXPENSES = -1, berarti belum break even (masih rugi)

Setuju?.

Selanjutnya saya mencari-cari pengertian BEP sambil berharap untuk memperoleh pengertian yang lebih specific dan detail.

Berikut ini yakni pengertian Break even point yang saya temukan di www.organisasi.org:

Break Even point atau BEP yakni suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta menerima keuntungan / profit.

Dan rumusnya :

Rumus Analisis Break Even :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)


Cukup memuaskan?, menurut saya lumayan bagus, lebih detail dibandingkan pengertian saya, tetapi definisinya agak rancu (agak bias), coba kita cari lagi……… kali ini saya mencarinya di Yahoo Answer, dan saya menemukan penjelasan salah satu member disana, yang menurut saya sudah cukup detail, formula dan pengertiannya ibarat dibawah ini:

BEP yakni Total Revenue = Total Cost
Total Revenue = Total Fixed Cost + Total Variabel Cost

Total Revenue yakni pendapatan total kita.Total Fixed Cost yakni total semua biaya tetap kita. Yaitu biaya yang "mau ga mau, produksi atau ga produksi" harus tetap dibayar.
Total Variabel Cost yakni total semua biaya variable. Yaitu biaya yang kita keluarkan untuk memproduksi satu unit produk. Singkatnya, BEP terjadi bila total seluruh pendapatan kita sama dengan total semua biaya yang kita keluarkan.
Kalau kau mau tahu rumus BEP untuk satuan unit:
Total Fixed Cost/(Price-Variabel Cost)
Price yakni harga jual barang
”.


Okay, sepertinya kita mendapat pengertian yang kurang lebih sama, so seharusnya dari sini kita mampu tarik kesimpulan apa itu BEP.

Break Even Point” yakni titik dimana Revenue sama dengan Cost.

Pertanyaan saya: apakah itu saja sudah applicable?, apakah sudah mampu dijadikan tool untuk menjawab masalah suatu bisnis?.
Saya melanjutkan research kecil-kecilan saya, nah berikut ini yakni pola kasus yang diungkapkan di www.organisasi.org:

"Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki yakni Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diharapkan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk menerima kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol. (Putra: mungkin writter-nya salah ketik, di atas mungkin maksudnya harga sepasang kaos kaki Rp 10,000, bukan sebuah kaos kaki).

“Wow”, great!, ternyata kita memperoleh balasan yang lumayan applicable.

Sayang skalanya sangat kecil. Bisa dimengerti, mungkin hanya untuk memperlihatkan pengetahuan dasar (basic knowledge) mengenai BEP. Masalahnya, mana mungkin ada suatu perusahaan memproduksi hanya sepasang kaos kaki.


Pengembangan Kasus Break Even Point

Ada beberapa pertanyaan yang mungkin mampu kita kembangkan:

1). Bagaimana kalau kaos kaki yang dibuat 1000 pairs?

2). Bagimana kalau pertanyaannya saya ubah: kalau berproduksi 1000 pairs, pada harga berapa seharunya kaos kaki tersebut dijual biar perusahaan mencapai break even point?

3). Jika berproduksi 1000 pairs dengan harga Rp 10,000/pair, berapa fixed cost yang mampu dialokasikan biar perusahaan mencapai break even?

4). Jika berproduksi 5000 pairs, harga kaos kaki Rp 15,000/pair berapa lama perusahaan akan mencapai BEP?

5). Fixed Cost yang dimaksudkan pada pola diatas meliputi apa saja? (walaupun sudah diungkapkan di yahoo answer di atas bahwa fixed cost yang dimaksudkan disini yakni pengeluaran-pengeluaran yang tidak dipengaruhi oleh acara produksi) akan tetapi rasanya tidak cukup specific.

6). Yang dimaksudkan variable cost dari proses produksi kaos kaki disini apa saja?.

7). Bagaimana kalau ada mixed cost (cost yang sebagian tergolong fixed cost, sisanya tergolong variable cost). Misal: Perusahaan menyewa genset untuk satu bulan Rp 10,000,000,- untuk penggunaan 8 jam saja, sedangkan kelebihan jam penggunaan akan dihitung Rp 25,000/jam. Perusahaan juga membayar gaji seorang salesman dengan Gaji Pokok Rp 2,000,000,- dan komisi 2% untuk setiap penjualan yang dihasilkan. Bagaimana menentukan BEP-nya?.

8). Bagaimana kalau perusahaan tidak hanya menjual kaos kaki, perusahaan juga menjual kaos dalam dan celana dalam, bagaimana menghitung BEP-nya?

Sampai pada tahap ini, saya masih harus mencari balasan atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Apakah saya akan menemukan balasan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut?, bagimana caranya memberdayakan alat ini (Break Even Point Analysis) biar mampu kita terapkan?, bagaimana penerapannya?.

Di posting saya yang berikutnya: Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2, akan saya explore dengan formulasi yang lebih berkembang dan pola kasus yang lebih complex. Silahkan ikuti terus. Sampai ketemu di Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2.

Ini ialah kelanjutan dari posting saya sebelumnya (Break Even Point Analysis – Part 1), di Break Even Point Analysis – Part 2 ini, akan saya bahas mengenai: Formulasi Break Even Point yang Lebih Dikembangkan, Determinasi Fixed Cost dan Variable Cost, Berhadapan dengan Mixed Cost. Aplikasi Break Even Point Analysis pada kasus yang Lebih Complex, BEP untuk “Product Mixed”, Return Of Capital.

Saya melanjutkan kembali explorasi kecil-kecilan saya….


Formulasi Break Even Point Yang Dikembangkan

Untuk menjawab tantangan business yang semakin berkembang, kita tidak mampu berpatokan pada satu formualsi saja, formula harus kita dig lebih jauh lagi. Dari nalar diawal bahwa break even point ialah titik dimana perusahaan belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:

BEP -> TR = TC
TR = Total Revenue, TC = Total Cost

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Sales, Cost, Volume, Profit termasuk waktunya, kita coba kembangkan formula sederhana di atas sehingga menjadi lebih flexible dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda-beda, yaitu dengan membentuk persamaan linear sederhana menyerupai dibawah ini:

TR = TC
TR – TC = 0

Karena TR ialah untuk “Total Revenue” maka TR dapat kita turunkan menjadi :

TR = Unit Price x Qty

Sedangkan TC stand for “Total Cost”, yang mana kita semua tahu bahwa dalam Cost Accounting, cost itu ada 2 macamnya, yaitu: “Variable Cost” dan “Fixed Cost”, maka turunan dari TC adalah:

TC = Variable Cost + Fixed Cost

Dari formula di atas kita turunkan lagi menjadi:

TC = [Qty x Unit Variable Cost] + Fixed Cost

Saya rasa sekarang semua elemen yang ada sudah habis kita turunkan, selanjutnya kita akan membuat persamaan linear secara penuh untuk kondisi “Break Even Point”:

TR - TC = 0
[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau
[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost = 0
Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost

Nah, ini dia. Sekarang kita sudah memiliki persamaan linear yang sudah cukup flexible. Dengan berbekal persamaan ini, sekarang kita mampu menjawab banyak problem (pertanyaan), misalnya:

Pertanyaan: Jika perusahaan berproduksi dalam jumlah tertentu, biar perusahaan mampu mencapai break even point, berapakah unit price yang harus dipatok?.

* Target kita ialah “Unit Price”, maka formulanya:

Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Unit Price = [Fixed Cost / Qty] + Unit Variable Cost

Pertanyaan: Jika perusahaan menyadari bahwa harga paling bersaing untuk produknya ialah Rp tertentu, maka berapa pcs kah perusahaan harus berproduksi biar mencapai “break even point”?

* Target kita ialah “Qty”, maka formulanya:

Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Qty = Fixed Cost / [Unit Price - Unit Variable Cost]

Dan seterusnya….. (silahkan dikembangkan)


Determinasi Elemen-Elemen Break Even Point

Okay kita sudah mempunya formula, yang elemen-elemenya terdiri: Revenue (R), Quantity (Qty), Unit Price, Variable Cost, Unit Variable Cost, dan Fixed Cost.

Misi kita selanjutnya ialah mendeterminasi (menentukan?) masing-masing elemen tersebut. Here they are:

Revenue (R): ialah pendapatan, yang dalam perusahaan manufactur biasanya didominasi oleh Sales, yang mana Sales ialah jumlah terjual (Qty=Quantity) dikalikan dengan unit price product yang akan terjual.

Quantity (Qty): ialah jumlah barang yang akan dijual, yang dalam perusahaan manufactur tentunya diproduksi terlebih dahulu.

Unit Price: ialah harga per unit dari barang yang akan dijual

Variable Cost: ialah cost yang timbul akhir diproduksinya suatu product (barang), artinya segala yang cost yang terjadi untuk memproduksi suatu barang. Seperti sebutannya “Variable Cost”, akan berubah-ubah mengikuti jumlah product yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah yang diproduksi semakin bedar juga variable cost-nya, begitu juga sebaliknya. Jika kita lihat pada Laporan Laba rugi nantinya, variable cost akan tergolong ke dalam kelompok “Cost of Good Sales”, yang pada perusahaan manufacur umumnya terdiri dari: Bahan Baku (Raw Material), Bahan Penolong, Cost Tenaga Kerja Langsung (Direct labor Cost) dan Ovear Head Cost yang biasanya terdiri dari penyusutan Gedung Pabrik, Penyusutan Mesin (Machineries) yang menggunakan unit production output, Maintenance, Listrik (electricity), Pengiriman (Delivery & Services), dll.

Unit Variable Cost: ialah besarnya variable cost yang ditimbulkan untuk membuat satu unit produk tertentu, yang besarnya diperoleh dengan cara membagi total variable cost (Variable Cost) dengan jumlah product yang dibuat (qty).

Fixed Cost: ialah cost yang akan terjadi akhir penggunaan sumber daya tertentu yang penggunaannya tanpa dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk yang diproduksi. Dengan kata lain: berapapun jumlah product yang dibuat, fixed cost yang akan dibuat, costnya relative sama, bahkan tidak berproduksi sekalipun cost ini akan tetap terjadi. Seperti sebutannya, fixed cost sifatnya relative stabil, tidak dipengaruhi oleh production output. Adapun jenis-jenis cost yang terjadi biasanya yang ada pada kelompok Biaya Operasional (Operating Expenses: Payroll, Office Supplies), Lease Hold (Hak Sewa), termasuk penyusutan-penyusutan dan amortisasi yang menggunakan metode garis lurus.


Aplikasi Break Even Point Analysis Pada Kasus

Kita coba construct satu kasus yang lebih complex:

Kesuksesan PT. Royal Bali Cemerlang dalam memproduksi produk kaos kaki, membuat board member berencana akan melaksanakan expansi usaha, yaitu dengan membuat pabrik pakaian jadi yang akan memproduksi “women apparels” (Blouses, Skirts, Trousers & Short Pants). Untuk maksud tersebut PT. Royal Bali Cemerlang akan membangun pabrik yang akan menggunakan tubuh usaha sendiri yang akan diberi nama PT. Royal Bali Apparel, berikut ialah Investasi dan budget yang akan dialokasikan:


 Formulasi Break Even Point yang Lebih Dikembangkan Break Even Point Analysis – Part 2Break Even Point Analysis – Part 3

Sampai ketemu.
Putra

Dalam Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2 kita sudah ber-experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales, saya pikir itu sudah menunjukkan basic knowledge yang cukup perihal bagaimana mengaplikasikan analysis tool ini ke dalam real business (read:production) practice. Sekarang di Break Even Point (BEP) Analysis – Part 3 kita akan ber-experiment mengenai bagaimana mengaplikasikan BEP analysis untuk “PRODUCT MIXED” atau di Indonesia dikenal dengan “PRODUK BAURAN”, mungkin rekan-rekan di bab marketing lebih suka menyebutnya sebagai “SALES MIXED”. Yet, saya juga akan mencoba mengaplikasikan analisis ini untuk membidik target profit tertentu.


Sebelum masuk ke pola kasus dan analysis-nya kita harus berbicara mengenai CONTRIBUTION MARGIN terlebih dahulu. Apa itu Contribution Margin? Here we go…..


Contribution Margin (CM)

Secara sederhana “Contribution Margin” ialah jumlah Rupiah (or any currencies) yang tersisa setelah “Variable Cost” terbayar. Contribution Margin ini nantinya akan dipergunakan untuk menutup “Fixed Cost”. Jika Contribution Margin sama dengan besarnya Fixed Cost, maka kondisi Break Even sudah tercapai, dan untuk setiap selisih lebihnya ialah “Profit”.

Rekan-rekan di Akuntansi Keuangan yang biasa bergelut dengan Profit & Lost Statement, mungkin lebih mengenal ini sebagai Laba Kotor (Gross Profit), yang di dapat dengan cara mengurangkan “Revenue” dengan “Cost of Good Sold”, yang bila dikurangkan lagi dengan Operating Expenses maka akan memperoleh Earning Before Interest & Tax (EBIT). Okay that is enough, supaya tidak ngelantur ke akuntansi keuangan, kita kembali ke topic utama…..

Dari definisi diatas, maka equation (persamaan?) untuk Contribution Margin adalah:

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost

Jika “Revenue” sepenuhnya berasal dari “Sales” (R=S) maka persamaan Contribution Margin di atas akan menjadi:

CM = Revenue –Variable Cost

Masih ingat bagaimana equation untuk Break Even Point?

Revenue – Variable Cost – Fixed Cost = 0

Jika Contribution Margin kita masukkan, maka kita akan memperoleh equation Break Even Point menyerupai ini:

Contribution Margin – Fixed Cost = 0


Untuk bisa menganalisa volume (Quantity) maka kita perlu mengetahui UNIT CONTRIBUTION MARGIN.

Contribution Margin = [Unit Price x Quantity] – Variable Cost

Unit Contribution Margin = Unit Price – Unit Variable Cost


Penerapan Break Even Point Untuk Product Mixed

Masih ingat dengan kasusnya Pak Lie (PT. Royal Bali Apparel) di BEP Analysis – Part 2?.

Berproduksi (kemudian berjualan) satu jenis product saja? Seems to be not a good idea (a-b-g biasa bilang “Cape deeehh” :-)). Tindakan menyerupai itu sama saja dengan mempersempit jalan, menutup peluang, atau yang sejenisnya. Sangat tidak dianjurkan oleh mahir manapun. Di masa high spinning tight competition market menyerupai ketika ini. Se-revolution apapun marketing strategy yang diterapkan, bila yang ditawarkan hanya satu macam product dan satu type saja saja, rasanya jadinya tetap tidak sebagus bila product range yang ditawarkan lebih beraneka ragam.

Khususnya untuk perusahaan yang gres mencoba (read: merintis) usaha manufactur maupun dagang, devoting all energy and effort untuk satu macam (1 type) product saja bukanlah tindakan yang smart (jika tidak mau disebut bodoh). Perlu “Product Diversification”. Perlu men-develop banyak product untuk mengetahui product unggulan yang paling cocok untuk dikembangkan.

Board member PT. Royal Bali Apparel sangat menyadari hal tersebut, untuk itu dibulan-bulan berikutnya PT. Royal Bali Apparel berencana untuk memproduksi 2 macam product lagi disamping blouse yang memang sudah di produksi. Adapaun 2 macam product lain yang akan dikembangkan ialah “Skirt” & “Trouser, sehingga semuanya menjadi 3 products, yaitu:

[-]. Blouse (baju atasan perempuan memakai lengan & krah?)
[-]. Skirt (rok bawahan?)
[-]. Trouser (celana panjang?)

Untuk maksud tersebut PT. Royal Bali Apparel telah menambah mesin dan peralatan produksi termasuk merekrut staff yang lebih banyak lagi, sehingga budget yang dialokasikan menjadi sebagai berikut:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Adapun unit price yang akan dipasang pada masing-masing product tersebut ialah sebagai berikut:
experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Dari production plan diperoleh data sebagai berikut:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed
Selanjutnya data ini kita perhitungkan sebagai “Variable Cost”, sedangkan total cost untuk tiap jenis productnya ialah “Unit Variable Cost”.


Dari data di atas, persoalannya adalah:



“Berapa banyak (volume) product yang harus diproduksi dan dijual oleh perusahaan, dan berapa jumlah untuk masing-masing jenis produk tersebut harus terjual biar perusahaan mencapai break even dalam satu bulan?”

Masih ingat langkah-langkah yang perlu kita lakukan untuk menganalisa single product?, untuk MIXED PRODUCT berlaku langkah yang sama, hanya saja perlu mendeterminasi Unit Contribution Margin (untuk penyederhanaan analisa) dan melaksanakan pembebanan masing-masing Unit Contribution Margin ke dalam product masing-masing. Detail langkah-langkahnya ialah sebagai berikut:


Step-1: Determinasi Fixed Cost

Dari data di atas kita bisa hitung tentukan besarnya “Fixed Cost”. Dengan mengalokasikan semua harga perolehan aktiva menjadi beban penyusutan per bulan, serta membebankan monthly expense-nya. Maka kita akan memperoleh Fixed Cost menyerupai dibawah ini:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed


Kita peroleh besarnya “Fixed Cost” yang dibebankan sebulan ialah Rp 94,020,833,-


Step-2: Determinasi Variable Cost & Unit Variable Cost

Dari table di atas kita peroleh besarnya "Variable Cost" Rp 168,250,- dengan masing-masing “Unit Variable Cost” sebagai berikut:

Blouse = Rp 45,750,-
Skirt = Rp 47,500 ,-
Trouser = Rp 75,000,-


Step-3: Determinasi Contribution Margin & Unit Contribution Margin

Masih ingat equation untuk Contribution Margin?

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost

Total Unit Sales” untuk seluruh product sudah kita ketahui (lihat tabel unit price) sebesar Rp 325,000,- dan “Total Unit Variable Cost” sudah kita peroleh di step-2 di atas sebesar Rp 168,250,- maka “Contribution Margin” dapat kita hitung dengan menggunakan equation (persamaan) di atas:

Contribution Margin (CM) = Sales – Variable Cost
Contribution Margin (CM) = Rp 325,000 – Rp 168,250
Contribution Margin (CM) = Rp 156,000

Sedangkan Unit Contribution Margin dapat kita hitung dengan mem-pro-rate-kan Contribution Margin diatas dengan perbandingan unit price yang di set di awal:

Perbandingan Unit Price:

[Blouse] ; [Skirt] ; [Trouser] = [Sales Mixed]
[80,000] ; [95,000] ; [150,000] = [325,000]

Selanjutnya kita hitung rate-nya:
Blouse = [80,000/325,000] x 100% = 25%
Skirt = [95,000/325,000] x 100% = 29%
Trouser = [150,000/325,000] x 100% = 46%
---------------------------------------------- (+)
Total = 100%

Dari rate di atas, maka Contribution Margin dapat kita pro-rate-kan ke masing-masing jenis product menjadi “Unit Contribution Margin” sebagai berikut:

Unit CM Blouse = 25% x Rp 156,000 = Rp 34,250,-
Unit CM Skirt = 29% x Rp 156,000 = Rp 47,500,-
Unit CM Trouser = 46% x Rp 156,000 = Rp 75,000,-
---------------------------------------------------- (+)
Total Unit CM = Rp 156,000,-


Step-4: Pembebanaan Unit Contribution Margin (Weighting Unit Contribution Margin).

Beban Unit Contribution Margin dapat dihitung dengan cara mengalikan masing-masing unit contribution margin dengan rate beliau pada langkah ke-3 di atas:

Blouse = Rp 34,250 x 25% = Rp 8,431,-
Skirt = Rp 47,500 x 29% = Rp 13,885,-
Trouser = Rp 75,000 x 46% = Rp 34,615,-
------------------------------------------------------ (+)
Beban Unit Contribution Margin = Rp 56,931,-


Step-5: Menentukan Volume Produksi & Sales

Ini ialah langkah terakhir untuk menjawab problem “Berapa banyaknya product yang harus dijual dalam satu bulan biar perusahaan mencapai Break Even Point” dan "berapa banyaknya untuk masing-masing jenis product?

Sampai sejauh ini, kita gres berbicara mengenai “Unit Sales/Unit Price” dan “Unit Variable Cost” saja. Kita sudah tahu bahwa untuk mencapai break even point perusahaan harus bisa mengahailkan (to generate revenue) untuk menutup Variable Cost dan Fixed Cost. Lalu kapan “Fixed Cost” dicover?.

Dilangkah inilah Fixed Cost ambil bagian. Volume produksi & sales dihitung dengan cara: membagi “Fixed Cost” dengan “Beban Unit Contribution Margin

Dari step-1 kita sudah peroleh besarnya fixed cost Rp 94,020,833,- dan Beban Unit Contribution Margin Rp 56,931,- maka besarnya quantity yang harus diproduksi dapat kita hitung:

Quantity = Fixed Cost / Weighted Unit CM


Quantity = Rp 94,020,833,- / Rp 56,931
Quantity = 1651 pcs

Sedangkan volume product yang harus diproduksi dan terjual untuk masing-masing productnya kita hitung dengan: mengalikan “Quantity di atas dengan “rate” masing-masing product (rate pada step-3 di atas):

Blouse = 1651 x 25% = 407 pcs
Skirt = 1651 x 29% = 483 pcs
Trouser = 1651 x 46% = 762 pcs
---------------------------------- (+)
Total = 1651 pcs

Mungkin anda ingin bertanya: “Apa iya? dari mana bisa tahu perusahaan akan mencapai break even bila perusahaan sudah menjual product 1651 pcs dengan proporsi menyerupai di atas?”

Okay, mari kita TEST:

Sebelum kita test, kita alokasikan dahulu “Fixed Cost” ke masing-masing product dengan rate yang sebelum-sebelumnya:

Blouse = 25% x Rp 94,020,833 = Rp 23,143,590
Skirt = 29% x Rp 94,020,833 = Rp 27,483,013
Trouser = 46% x Rp 94,020,833 = Rp 43,394,231
--------------------------------------------------- (+)
Total Fixed Cost = Rp 94,020,833,-

Persamaan Break Even Point:

Revenue (Sales) – Variable Cost – Fixed Cost = 0


[1]. Blouse :
Sales = Rp 80,000 x 407 pcs = Rp 32,521,731,-
Variable Cost = Rp 45,750 x 407 pcs = Rp 18,598,365,-
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Blouse = Rp 13,923,366
Fixed Cost Allocated = Rp 23,143,590
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp (9,220,224)
=========================================

Kenapa minus (loss)?, bukannya seharusnya 0 (nol) atau impas?


Sabar… kita lanjutkan ke item lainnya….

[2]. Skirt :
Sales = Rp 95,000 x 483 pcs = Rp 45,860,723
Variable Cost = Rp 47,500 x 483 pcs = Rp 22,930,361
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Skirt = Rp 22,930,361
Fixed Cost Allocated = Rp 27,483,013
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp (4,552,651)

Nah, ini juga minus (loss)?

[3]. Trouser:
Sales = Rp 150,000 x 762 pcs = Rp 114,334,212
Variable Cost = Rp 75,000 x 762 pcs = Rp 57,167,106
---------------------------------------------------------- (-)
Contribution Margin Trouser = Rp 57,167,106
Fixed Cost Allocated = Rp 43,394,231
---------------------------------------------------------- (-)
Profit/Lost = Rp 13,772,875
=========================================

Karena kita berbicara “PRODUCT MIXED” atau "SALES MIXED" dalam rangka mencapai “TITIK IMPAS (Break Even Point)” maka yang kita lihat ialah Profit & Lost untuk keseluruhan product. Sekarang coba kita jumlahkan “Profit & Lost” dari masing-masing product:

Total Profit & Lost : Blouse + Skirt + Trouser

Total Profit & Lost : [-9,220,224]+[- 4,552,651] + [13,772,875]
------------------------------------------------------------------------
Total Profit & Lost : 0 (nihil)
============================================ ======

Terbukti ! : Profit & Lost –nya nihil, artinya kondisi break even point tercapai!

Jika semua step tadi di-summerized ke dalam satu worksheet sederhana, akan menjadi menyerupai dibawah ini:

experiment mengenai Break Even Point untuk single product and single sales Break Even Point  3 – Sales Mixed

Selanjutnya…. Bagaimana caranya membidik target profit tertentu?

Sayang sekali, space halaman tidak mengijinkan lagi, terapksa harus saya break hingga disini, membidik target profit tertentu akan kita bahas di Break Even Point Analysis – Part 4!.

Break Even Point yang biasa disingkat dengan BEP, yang di Indonesia kita kenal dengan TITIK IMPAS, termasuk alat analisa paling classic yang digunakan untuk menganalisa korelasi antara: Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit. Dalam artikel ini kita akan coba explore sejauh yang kita sanggup dan mengaplikasikannya kedalam suatu kasus bisnis. Saya eksklusif tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai Break Even Point. Terus terang, waktu masih jamannya kuliah, subject ini sangat membosankan buat saya. Tetapi kini saya merasa ini ialah salah satu minning knowledge (tambang pengetahuan) yang menantang untuk di explorize. Makara bersama-sama artikel ini lebih merupakan suatu pembelajaran sekaligus experiment bagi saya pribadi. Saya ingin mengetahui:

(-). Sejauh mana alat analisis ini sanggup diterapkan dalam menjawab dilema bisnis?

(-). Apakah mempunyai suatu keterbatasan?

(-). Atau justru alat analysis ini sanggup diaplikasikan untuk keperluan lain, tidak hanya sekedar untuk mengetahui break even point (misalnya: untuk membidik tingkat profit tertentu?).

(-). Apa bedanya BEP dengan ROC (Return of capital)? Apakah berhubungan?


Saya sangat berharap dengan research, explorasi dan experiment kecil-kecilan ini sanggup memperoleh jawaban, sekaligus sanggup menyebarkan dengan pengunjung blog ini, biar tidak perlu membuang waktu untuk ber-experiment sendiri, cukup hanya membaca hasil laporan saya ini :-) Sukur-sukur jikalau sanggup diaplikasikan pada perjuangan kecil yang gres anda rintis, misalnya: pizza kaki lima?, atau distro?, atau mini market di komplek perumahaan dimana anda tinggal? Atau bagi yang suka hal-hal berbau analytical works mungkin ingin mengembangkannya lebih jauh lagi. Silahkan….

Bagi yang tertarik dengan topic ini silahkan ikuti terus hingga selesai, sedikit agak panjang (memang tidak sanggup dibentuk singkat), bagi yang tidak silahkan baca artikel lainnya di blog ini. Bagi saya eksklusif ini ialah tantangan yang meng-asyik-kan


Pengertian dan Formulasi “Break Even Point”
Pemahaman saya eksklusif (dengan logika sederhana saja): Break Even Point ialah titik dimana Entity/company/business dalam keadaan belum memperoleh keuntungan, tetapi juga sudah tidak merugi. Jika dinyatakan dengan bahasa akuntansi keuangan mungkin jadinya: Suatu keadaan dimana:

REVENUE - COGS – EXPENSES = 0

Jika REVENUE - COGS – EXPENSES = 1, berarti di atas break even point (untung)
Jika REVENUE - COGS – EXPENSES = -1, berarti belum break even (masih rugi)

Setuju?.

Selanjutnya saya mencari-cari pengertian BEP sambil berharap untuk memperoleh pengertian yang lebih specific dan detail.

Berikut ini ialah pengertian Break even point yang saya temukan di www.organisasi.org:

Break Even point atau BEP ialah suatu analisis untuk memilih dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapat laba / profit.

Dan rumusnya :

Rumus Analisis Break Even :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)


Cukup memuaskan?, berdasarkan saya tidak mengecewakan bagus, lebih detail dibandingkan pengertian saya, tetapi definisinya agak rancu (agak bias), coba kita cari lagi……… kali ini saya mencarinya di Yahoo Answer, dan saya menemukan klarifikasi salah satu member disana, yang berdasarkan saya sudah cukup detail, formula dan pengertiannya ibarat dibawah ini:

BEP ialah Total Revenue = Total Cost
Total Revenue = Total Fixed Cost + Total Variabel Cost

Total Revenue ialah pendapatan total kita.Total Fixed Cost ialah total semua biaya tetap kita. Yaitu biaya yang "mau ga mau, produksi atau ga produksi" harus tetap dibayar.
Total Variabel Cost ialah total semua biaya variable. Yaitu biaya yang kita keluarkan untuk memproduksi satu unit produk. Singkatnya, BEP terjadi bila total seluruh pendapatan kita sama dengan total semua biaya yang kita keluarkan.
Kalau kau mau tahu rumus BEP untuk satuan unit:
Total Fixed Cost/(Price-Variabel Cost)
Price ialah harga jual barang
”.


Okay, tampaknya kita mendapat pengertian yang kurang lebih sama, so seharusnya dari sini kita sanggup tarik kesimpulan apa itu BEP.

Break Even Point” ialah titik dimana Revenue sama dengan Cost.

Pertanyaan saya: apakah itu saja sudah applicable?, apakah sudah sanggup dijadikan tool untuk menjawab kasus suatu bisnis?.
Saya melanjutkan research kecil-kecilan saya, nah berikut ini ialah rujukan kasus yang diungkapkan di www.organisasi.org:

"Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki ialah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diharapkan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapat kondisi seimbang antara biaya dengan laba alias profit nol. (Putra: mungkin writter-nya salah ketik, di atas mungkin maksudnya harga sepasang kaos kaki Rp 10,000, bukan sebuah kaos kaki).

“Wow”, great!, ternyata kita memperoleh balasan yang tidak mengecewakan applicable.

Sayang skalanya sangat kecil. Bisa dimengerti, mungkin hanya untuk memperlihatkan pengetahuan dasar (basic knowledge) mengenai BEP. Masalahnya, mana mungkin ada suatu perusahaan memproduksi hanya sepasang kaos kaki.


Pengembangan Kasus Break Even Point

Ada beberapa pertanyaan yang mungkin sanggup kita kembangkan:

1). Bagaimana jikalau kaos kaki yang dibentuk 1000 pairs?

2). Bagimana jikalau pertanyaannya saya ubah: jikalau berproduksi 1000 pairs, pada harga berapa seharunya kaos kaki tersebut dijual biar perusahaan mencapai break even point?

3). Jika berproduksi 1000 pairs dengan harga Rp 10,000/pair, berapa fixed cost yang sanggup dialokasikan biar perusahaan mencapai break even?

4). Jika berproduksi 5000 pairs, harga kaos kaki Rp 15,000/pair berapa usang perusahaan akan mencapai BEP?

5). Fixed Cost yang dimaksudkan pada rujukan diatas mencakup apa saja? (walaupun sudah diungkapkan di yahoo answer di atas bahwa fixed cost yang dimaksudkan disini ialah pengeluaran-pengeluaran yang tidak dipengaruhi oleh acara produksi) akan tetapi rasanya tidak cukup specific.

6). Yang dimaksudkan variable cost dari proses produksi kaos kaki disini apa saja?.

7). Bagaimana jikalau ada mixed cost (cost yang sebagian tergolong fixed cost, sisanya tergolong variable cost). Misal: Perusahaan menyewa genset untuk satu bulan Rp 10,000,000,- untuk penggunaan 8 jam saja, sedangkan kelebihan jam penggunaan akan dihitung Rp 25,000/jam. Perusahaan juga membayar honor seorang salesman dengan Gaji Pokok Rp 2,000,000,- dan komisi 2% untuk setiap penjualan yang dihasilkan. Bagaimana memilih BEP-nya?.

8). Bagaimana jikalau perusahaan tidak hanya menjual kaos kaki, perusahaan juga menjual kaos dalam dan celana dalam, bagaimana menghitung BEP-nya?

Sampai pada tahap ini, saya masih harus mencari balasan atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Apakah saya akan menemukan balasan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut?, bagimana caranya memberdayakan alat ini (Break Even Point Analysis) biar sanggup kita terapkan?, bagaimana penerapannya?.

Di posting saya yang berikutnya: Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2, akan saya explore dengan formulasi yang lebih berkembang dan rujukan kasus yang lebih complex. Silahkan ikuti terus. Sampai ketemu di Break Even Point (BEP) Analysis – Part 2.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.